Share

Ch. 5 Pulau Goro

“Nasi goreng, kalau boleh.” 

Dia makan nasi goreng buatan ibu tua itu, yang ternyata lezat sekali. 

Melihat meja makan yang besar dan kaku, Bianca merasa semakin kesepian, karena itu Bianca lebih memillih duduk di samping kolam renang yang jernih airnya. Matahari terasa hangat di kulitnya, Bianca menatap air kolam beriak-riak terkena angin sambil tersenyum tipis. 

”Aku boleh berenang,” pikirnya dalam hati dengan gembira. 

Wanita itu menghela napasnya sambil merebahkan tubuhnya di kursi kolam yang berbantalkan bermotif daun pisang. 

Malam pertama sudah berhasil dia lewati dengan aman, bagaimana dengan malam-malam berikutnya? 

Sebenarnya bukan salah Noel, mereka sama-sama terperangkap dalam pernikahan ini, dan sudah seharusnya jika dia meminta haknya, Bianca harus menerimanya. Tapi jika bisa mengelak, Bianca akan sangat bersyukur.

Hatinya masih sesak dengan Kevin yang kabur dari kehidupannya, lalu anaknya yang direnggut paksa. 

Air matanya mengalir lagi, lalu dia menghapusnya segera jangan sampai ada yang melihatnya menangis. Untuk sementara waktu, dia akan sulit mempercayai pria. Terutama pria yang terpaksa menikahinya. Dia tahu, dia tidak boleh berharap apa-apa. 

Mereka hanya orang asing yang disatukan oleh satu kepentingan.

Bisnis.

Dengan langkah mantap, seperti biasa Noel memasuki gedung kantornya— gedung di mana dia benar-benar bisa berkuasa tanpa ada campur tangan mamanya. 

Papanya kadang masih datang untuk memeriksa, tapi dia sudah menyerahkan segala otoritas pada Noel.

Namun, anehnya Emily dan Andi sekretaris dan asistennya tidak menyapanya di depan kantornya seperti biasa. Dengan gusar dia memasuki ruangan kantornya. 

Dia segera menekan tombol di handphone-nya dengan kesal.

"Pagi Pak," sahut Andi di dering pertama.

"Kamu di mana?" 

"Di-di proyek pak," jawab asistennya dengan takut-takut. 

Noel mendesah kesal. “Bisa-bisanya anak buahnya pergi ke lapangan sendiri!” desisnya dalam hati dengan kesal.

“Ba-bapak bukannya mau bulan madu?” Hati Noel mencelos. 

“Ah benar kemarin mamanya ada bicara sekilas, dia juga harus melakukan bulan madu. 

Dengan kesal dia mematikan teleponnya dan kembali mengambil tas kerjanya. 

“Sial, dia harus kembali pulang,” makinya dalam hati meninggalkan pekerjaan yang menjadi perlindungannya selama ini.

Emily mendekati makhluk yang seperti bidadari yang tertidur di tepi kolam. Semalam dia sudah melihatnya, putih dan pucat. Tapi sangat cantik bagaikan peri di film Lord of The Ring. 

Kini makhluk itu tertidur di tepi kolam dengan gaun putih berenda, jika dia pria, Emily pasti akan segera jatuh cinta dengan wanita itu, pikirnya dengan kagum. Sangat pantas dia menjadi istri seorang CEO. 

“Tapi kenapa dia tidur disini? Dimana Pak Noel?” tanya Emily dalam hati. 

“Umm … maaf,” ucapnya yang ternyata sangat mengejutkan wanita itu, dia memekik ketakutan, seperti terbangun dari mimpi yang menakutkan. Matanya yang keemasan menatap Emily dengan takut. 

“Siapa?” Suaranya begitu pelan sampai Emily hampir tidak dapat mendengarnya.

“Saya Emily sekretaris Pak Noel, saya mau bantu menyiapkan keberangkatan kalian ke Pulau Goro.” 

Bianca menegakkan tubuhnya, dan menatap bingung ke arah Emily seperti kata-katanya tidak masuk akal.

“Pulau Goro, buat apa?” 

Sekarang Emily yang bingung, kadang jalan pikiran orang kaya susah dia mengerti, dia menahan dirinya, dan tersenyum.

“Bulan madu? Anda akan pergi bulan madu kan?” jawab Emily sopan. Wajah pucat wanita cantik itu kini semakin pucat, dia terbelalak menatap Emily. 

“Hmm, apakah semalam Pak Noel terlalu ganas, sampai wanita ini terlihat begitu ketakutan?” pikir Emily dengan bingung, tapi dia belum sempat berkata apa-apa lagi, terdengar suatu kegaduhan dari belakangnya. 

Ada bunyi piring dibanting dan teriakan, makian tak senonoh terdengar merusak telinga. 

“Oh…, Madam sudah datang,” desah Emily segera merapikan pakaiannya, lalu dengan segera membantu wanita malang di sebelahnya untuk berdiri dan merapikan gaun putih wanita itu. 

Sebenarnya dia sudah sangat cantik dan sempurna, tapi untuk Madam, Einstein saja kurang pintar. Sehingga sudah pasti, dia bisa menemukan kesalahan istri baru tuannya.

“Ayo cepat, kita harus menyambutnya,” ujar Emily segera menarik wanita itu masuk ke dalam. Wanita itu dengan bingung mengikuti Emily tanpa bicara apa-apa.

Madam adalah versi lebih tuanya dari Alice, mereka sangat mirip bahkan gaya rambut pun sama, digelung rapi membentuk konde di belakang. 

Wanita paruh baya itu mengenakan gaun kemerahan dengan corak burung merak yang mewah, yang sepertinya, Bianca pernah melihat Alice mengenakannya, hanya versi berwarna hijau. Wanita itu tersenyum mengerikan saat melihat Bianca. 

Saat pertama kali melihat wanita itu, Bianca sudah tahu kalau wanita ini mirip dengan Mama tirinya, tapi kini dia yakin kalau dia persis sama dengan Alice. Semua diperhitungkan, dan tidak tulus. 

Mata wanita itu langsung menatap Bianca dari ujung kaki ke ujung rambutnya. Bianca merasa ditelanjangi dengan pandangan mata Karen yang tidak sopan.

“Ah, anakku Bianca, semalam kamu terlihat cantik sekali, apakah kamu lelah? Mama hanya ingin mengantarkan kalian untuk bulan madu. Kalian bisa menggunakan pesawat kami, sudah Mama siapkan semua, asal pulang kamu membawa cucu,” ujar wanita itu tanpa basa basi mengucapkan keinginannya. 

Emily segera membuang pandangan matanya, tapi sial, sikap itu segera mengundang protes dari wanita paruh baya di hadapannya.

“Kamu sudah siapkan semua kan? Jangan sampai ada yang salah, semua harus persis sama seperti yang saya atur!” 

Mata Karen melotot menatap Emily tanpa ada keramah-tamahan bohongan yang dia berikan pada Bianca.

“Sudah, Madam,”  jawab Emily takut, dia menunduk menatap ujung sepatunya. 

Wanita itu kembali menatap Bianca dan tersenyum dibuat-buat. 

“Bagaimana keadaanmu, kamu harus makan yang sehat, Mama sudah pecat Bibi tadi, apa-apaan dia kasih sarapan kamu nasi goreng, kamu harus makan yang sehat, kamu kan calon ibu,” ujar wanita itu menyentuh pundak Bianca. 

Menantunya itu bergidik saat merasakan sentuhan Karen, tapi untungnya dia tidak menyadari itu karena melihat anaknya datang dengan tergesa-gesa. 

“Mama? Mama sedang apa kemari?”  ucap Noel terengah-engah. Pandangan pria itu hanya tertuju pada mamanya.

“Kamu kemana saja, Mama sudah setengah jam disini, kenapa kamu baru muncul?”

Suaminya datang dengan terburu-buru, rambutnya yang agak panjang melambai, semalam Bianca kurang memperhatikannya karena sibuk menyalami tamu. 

Dia hanya merasa ada manekin yang berdiri kaku di sebelahnya. Siapa sangka hatinya bereaksi aneh saat mengetahui dia datang menghampiri mereka. 

Ternyata suaminya tampan juga. Hidungnya tinggi, bibirnya penuh, rahangnya tegas, dan tatapannya tajam. Sangat laki-laki. 

Pria itu mengenakan jas kerja buatan designer terkenal membuatnya terlihat sangat berbeda dengan pria yang Bianca peluk tadi pagi. 

“Eh, kenapa Aku tiba-tiba kembali teringat dengan pelukan mereka tadi pagi ya?” pikir Bianca segera membuang pandangannya ke kolam renang.

“Aku, ke kantor, ada yang harus aku tanda tangani,” ujar pria itu berbohong, dia terkejut melihat Emily yang ada di belakang mamanya. Wanita itu menggeleng pelan seakan memberikan kode.

“Oh, tanda tangan di saat kamu seharusnya bulan madu?” desis Karen dengan tatapan mematikan. 

Noel segera merasa sangat bersalah, kenapa dia tidak berpikir mamanya akan datang dan memeriksa? Dia menyesal dan menundukkan kepalanya.

“Kamu tahu istrimu makan apa?” desis mamanya lagi, hati Noel mencelos, baru menyadari Bianca juga ada disana. 

Wanita itu menunduk dan menghindari tatapan matanya, seketika Bianca menyesal memilih nasi goreng sebagai sarapannya. Noel hanya bisa diam merasakan tatapan menusuk Karen.

“Dia makan nasi goreng! Bagaimana bisa menghasilkan bayi yang sehat kalau dia makan nasi goreng buat sarapan!” teriak Karen emosi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status