Share

Ch. 3 Malam Pertama

Karen, mamanya Noel menatap dengan tatapannya yang menusuk, seperti biasa Noel menunduk dan kembali ke masa kecilnya, di mana dia memecahkan pot bunga kesayangan  mamanya. 

Wanita  itu tidak berkata apa-apa  hanya diam seakan Noel tak ada dan tidak mau menatap Noel selama 3 hari penuh. 

Noel kecil sama seperti Noel dewasa, dia langsung takut Karen akan membenci dirinya dan otomatis mengikuti apa kemauan mamanya, waktu itu adalah dia masuk kelas piano, yang Noel benci. 

Kini sama saja, dia harus menikah.

Noel tidak pernah menyukai wanita, menurutnya wanita makhluk aneh yang terlalu sering mengeluarkan air mata. 

Wanita juga tidak pernah jelas apa maunya, dia harus menelaah wajah Karen, dan memperkirakan apa keinginan wanita tua itu, dan seringnya pria itu salah. 

Kali ini mamanya berkata jelas, bulan depan dia akan menikah dengan putri keluarga Thomas, Bianca namanya. Mereka membutuhkan aset pabrik PT. Thomas untuk bekerja sama di bidang pakan ternak. 

Noel waktu itu hanya bisa mengangguk dan berharap hidung wanita itu tepat di tengah.  

Pernikahannya termasuk mewah, karena menyandang nama besar Goro Grup dan PT. Thomas. 

Pengantinnya ternyata sangat cantik, bukan saja hidungnya tepat  di tengah, tapi hidung Bianca tinggi  dan ramping.  

Kulit wanita itu putih mulus bagaikan marmer, dengan rambut panjang digelung indah di bawah tiaranya. Bibir Bianca merah muda mungil, namun bola matanya yang membuat hati Noel bergetar. 

Bola mata Bianca yang besar, berwarna keemasan, begitu jernih tapi sedih. Sudah pasti karena wanita itu sama seperti Noel. Dia pasti dipaksa menikah. 

Tapi Noel tak peduli, sepanjang dia sudah melakukan apa yang diminta  keluarganya, dia aman. Noel akan kembali ke dunianya, dan akan membiarkan istrinya melakukan apa yang dia mau.  

Kini wanita itu duduk termenung di bangku kamar pengantin di dalam rumah baru mereka. 

Salah satu hal positif dari pernikahan ini adalah, akhirnya Noel boleh keluar dari kastilnya dan memiliki rumah sendiri.

Mereka berada di kamar pengantin yang dihias sedemikian rupa dengan bunga-bunga indah, Bianca sempat terpesona dengan berbagai interior mewah rumah itu, dulu dia berpikir rumahnya berlebihan, tapi kini ada yang lebih berlebihan. 

Rumah itu bertingkat 3 dengan banyak pilar, dindingnya dihiasi lukisan ternama, Bianca tahu itu karena pernah melihatnya di salah satu pameran lukisan. 

Dengan jantung berdebar Bianca mengikuti suaminya tadi ke kamar pengantin,  tapi Noel hanya segera melepaskan bajunya dan masuk kamar mandi untuk membersihkan diri. 

Selain dari ucapan janji tadi, mereka belum bertukar kata yang lain. Dan itu baik bagi Noel, pria itu tak suka basa basi, tapi memberikan kebingungan bagi Bianca.

Saat Noel selesai mandi, wanita itu berdiri bak patung manekin toko di tengah kamar, dekat dengan tempat tidur besar yang seharusnya menjadi ranjang malam pertama mereka. Noel cukup kaget karena melihat wajahnya yang pucat.

"Aku tidak bisa melakukan malam pertama, aku sedang datang bulan." Suaranya halus dan pelan. 

Noel merasakan wajahnya memanas. "Malam pertama? Siapa yang memikirkan malam pertama?" pikirnya dalam hati. 

Dia hanya berencana menulis sebentar lalu tidur, besok ada meeting dengan PT Thomas guna membicarakan alih fungsi pabrik pakan itu. Noel hendak berlalu, tapi wanita itu seperti  menunggu jawabannya.

"Oh, oke." jawabnya setelah beberapa lama, memecah keheningan. 

Dia kembali hendak menuju ruang baca. Tapi wanita itu kembali menatapnya. Dia masih berdiri bagaikan patung, wajahnya yang cantik tidak beremosi. 

"Maaf, pasti kamu mengharapkannya kan?" tanya Bianca menghalangi jalannya Noel. Saat pria  itu menggeleng, wanita itu memutar tubuh dan memunggunginya.

"Bisa tolong buka kaitannya, tidak ada orang lain yang aku bisa minta tolong." 

Noel merasa wajahnya semakin hangat, tapi ucapan wanita itu benar, tidak mungkin memanggil orang lain untuk membuka gaun pengantin istrinya.

Sambil mendesah tajam, Noel mendekati wanita itu, lalu mulai membuka  kait gaun pengantin yang menempel ketat di tubuh Bianca.

"Maaf," ucapnya saat tangannya menggesek kulit halus punggung Bianca. Wanita  itu terkesiap saat merasakan sentuhan tak sengaja dari Noel.

"Tidak apa, teruskan." Wanita itu lalu memegang untaian rambut yang mulai terlepas dari sanggulnya yang indah.

Wangi vanila yang manis menyeruak, mulai mengganggu Noel, dia kembali berkonsentrasi  untuk melepaskan kait kecil nan halus itu di gaun pengantin istrinya. 

Kait itu terlalu banyak, dia hampir frustrasi membukanya. Wangi aroma tubuh Bianca membuatnya sangat susah berkonsentrasi, terlebih karena Noel harus mendekat agar bisa melihat kaitan yang begitu kecil  itu lebih jelas.

Setelah beberapa lama, kaitan itu terlepas dan tanpa aba-aba, gaun itu segera jatuh dan tubuh putih mulus muncul di hadapannya. Dia mendesah pelan, lalu segera menjauhi Bianca.

“Tolong,...” ucap wanita itu lagi, menahannya pergi. Noel mencoba mengalihkan perhatian dari tubuh istrinya yang hanya mengenakan pakaian dalam itu. 

“Tolong lepaskan ikatan tiaraku, sakit sekali,” pinta Bianca tanpa malu dengan ketelanjangannya.

Noel kembali mendesah lalu kembali mendekati wanita itu, kali ini dia segera memfokuskan pandangan ke untaian rambutnya, dia melepaskan kaitan yang ternyata banyak sekali di rambut istrinya. 

Setelah selesai rambut panjang Bianca yang coklat kemerahan jatuh dengan indah di punggungnya.

“Oke, sebaiknya aku pergi,” ucap Noel sebelum Bianca sempat berkata lagi. 

Wanita itu menatap punggung suaminya yang menjauh. Hatinya lega, pria itu tidak meminta haknya, dia masih mengalami pendarahan, mamanya sudah mewanti-wanti dari beberapa hari yang lalu, masalah aborsi sama sekali tidak boleh terucap dari bibirnya, kondisi tubuhnya sudah diperbaiki, jadi dia bisa melakukan malam pertamanya. 

Tapi Bianca belum siap. Saat tadi pagi mama Alice menatapnya mengambil pembalut, wanita itu berdecak kesal.

Alice kembali mengancam untuk Bianca tidak mengecewakan papa lagi, pernikahan ini sangat membantu PT. Thomas. 

Hanya ini yang bisa Bianca lakukan untuk menolong papanya. Dia harus diam dan berpura-pura sangat mencintai Noel, dan melahirkan anak untuknya. Itu tugas Bianca sekarang. 

Wanita itu menghela napas dan menuju kamar mandi. 

“Andai saja waktu itu aku tidak ditemukan, mungkin aku sudah bisa bermain dengan bayiku sendiri,” pikirnya sedih.

Bianca membersihkan diri lalu mengenakan gaun tidurnya, sepertinya suaminya masih akan terus bekerja. 

Akan seperti apakah kehidupan pernikahan mereka? Pria itu sepertinya sama sekali tidak tertarik pada dirinya, bahkan tadi saat pendeta mempersilahkan Noel untuk mencium Bianca saat upacara pernikahan, pria itu malah hanya mengecup keningnya. 

“Apakah dia tahu aku sudah direkonstruksi? Apakah dia sudah memiliki kekasih? Semuanya mungkin karena mereka menikah secara terpaksa. 

Namun jika dibandingkan Bianca harus tinggal serumah dengan mama tirinya lagi, Bianca merasa akan bisa lebih bebas. 

Bianca merebahkan dirinya di atas tempat tidur, memandang ke kamar yang besar dan berkesan asing itu. 

Semuanya mewah tapi berkesan dingin, sedingin pria yang harus Bianca panggil suami sekarang. Dia menunggu, dalam kesunyian sampai tak sadar kalau dia sudah tertidur.

Noel sendiri berada di ruangan yang dipenuhi oleh buku. Ruangan ini merupakan ruangan favoritnya di rumah ini. 

Dia duduk kursi kerjanya dengan nyaman dan membuka buku tebal berlapis kulit. 

“Hari ini aku menikah. Wanita yang kunikahi seperti boneka, wanginya seperti permen, dia menyuruhku membantunya melepas gaun pengantin dan kaitan rambutnya, ternyata pengantinku sangat cantik,” tulis Noel di bukunya. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status