**Warning banyak adegan dewasa 21+, harap membaca dengan bijaksana** Perjodohan? Pernikahan yang terpaksa? Biasa, di kalangan mereka. Yang penting kerja sama perusahaan sudah terjadi. Toh, Noel selalu menganggap Bianca tidak ada. Mereka tinggal bercerai saat waktunya tiba. Tapi … "Nggak, kita nggak bisa cerai!" "Kenapa?" "Karena aku bilang nggak!"
View MoreSeperti kata pepatah, sepintar -pintarnya bangkai ditutupi, baunya tetap tercium juga. Setelah berhasil menyembunyikan percintaan terlarangnya dengan Kevin, Bianca Thomas gagal menyembunyikan kehamilan pada mama tirinya.
Begitu pula perasaan Bianca saat Alice, mama tirinya menatapnya dengan penuh amarah. Bianca sama sekali tak bisa menutupi apapun dari mama tirinya.
Wanita itu memegang benda pipih berwarna putih itu sambil menatap Bianca tidak percaya. Bianca sudah hamil dan mengacaukan semua rencana mama tirinya.
Sebenarnya ini adalah cara penolakan Bianca, atas perjodohannya dengan Noel Klein, CEO dari Goro Grup.
Tapi rencananya yang brilian itu gagal karena ternyata, Kevin yang menjadi tumpuan harapan Bianca malah mengkhianatinya dan menghilang.
Alice sudah sangat senang saat Karen, mama dari Noel Klein, setuju untuk menjodohkan anak mereka.
Pernikahan pun juga sudah mulai disiapkan, tapi kenyataan seperti ini, membuat Alice hampir mati berdiri.
"Bagaimana anak tirinya bisa berbuat sebodoh ini sampai hamil? Disaat dia seharusnya menikah dalam beberapa bulan ke depan?" pikir Alice dengan penuh emosi.
Dia menatap anak tirinya yang meringkuk di atas tempat tidurnya. Walau terlihat mahal, kamar Bianca pengap dan berbau keringat.
"Dasar pelacur! Bikin malu! Bagaimana bisa kamu berbuat ini pada mama, papa!" hardik Alice sambil terus memukul tubuh anak tirinya.
Alat tes itu dia lempar sampai mengenai wajah Bianca. Sakit atas lemparan itu membuat pelipis wanita muda itu berdenyut, namun Bianca Thomas menangis tersedu-sedu bukan karena itu, dia memegang benda pipih panjang bergaris dua itu dengan ketakutan.
Dia sudah melakukan kesalahan fatal, segala rencananya gagal dan dia kembali terperangkap dalam kehidupan seperti boneka lagi. Dia adalah boneka cantik yang dimainkan oleh mama tirinya.
Dia benar-benar terperanjat saat mamanya menemukan benda itu, sebelum dia sempat bertemu kembali kepada Kevin kekasihnya.
Alice meraung dengan penuh amarah dan kecewa. Bianca sendiri hanya bisa menutupi wajahnya dengan tangan yang sudah penuh luka sabetan mamanya.
"Maafkan Bian mama," rengeknya pelan walau dia tahu percuma. Alice masih terus memukulnya dengan penuh emosi. Alice menatap anak tirinya itu dengan penuh kebencian.
"Bisa-bisanya dia hamil, kalau begini kerjasama antara Goro Grup dan perusahaan mereka akan gagal," pikir Alice panik.
Wanita paruh baya yang masih sangat cantik itu mengambil alat tes kehamilan dari tangan Bianca dengan kasar. Dia menatap anaknya dengan penuh kebencian.
"Kamu tidak hamil, dan kamu harus masih perawan. Ini tidak bisa dibiarkan, kamu akan mama proses hari ini juga, dasar anak nggak tahu diri, dasar sampah!" ujar Alice seketika merasa percuma mengeluarkan tenaga untuk marah.
Dia segera pergi dan kembali mengurung Bianca di kamarnya. Alice harus mengurus kekacauan yang Bianca telah perbuat. Semoga saja operasi dapat membantu agar Bianca kembali perawan.
Suara pintu kamar yang terbanting tidak membuat Bianca terkejut. Hatinya sudah terasa hampa. Bianca lalu mengambil handphone-nya dan kembali mencoba menghubungi Kevin, tapi sambungannya langsung masuk ke kotak suara. Seakan-akan pria itu sudah memblokir nomornya.
Bianca dengan frustrasi membanting handphone-nya ke atas tempat tidur berwarna putih itu. Hatinya hancur sehancur hidupnya yang seperti sia-sia.
Tak lama, Alice segera menyeret anaknya bagaikan boneka cantik ke sebuah klinik yang dapat menjaga rahasia. Kesalahan Bianca harus diselesaikan hari ini juga.
"Kotoran di rahim anak pelacur ini, harus segera dibersihkan, jangan sampai kesepakatan bisnis dengan Goro Grup hancur hanya karena kelakuan pelacur vréngsék ini," pikir wanita paruh baya itu dengan kejam.
Bisnis mereka harus tetap bertahan, tidak boleh ada noda sedikitpun dalam pernikahan anak mereka.
Bianca menangis panik, dia tidak mau membuang anaknya. Anaknya ini adalah satu-satunya keluarganya selain papanya.
Air mata berjatuhan dengan deras tapi Alice tanpa perasaan, dengan tega terus menyeretnya masuk ke klinik aborsi tanpa ampun.
"Maafkan Bian, Mama! Jangan buang bayi Bian Mama. Bian janji, Bian akan menuruti mama, apa saja, asalkan anak Bian hidup, maaafkan Bian, Mama," rengek Bianca tak terkendali.
Rambut panjangnya kusut dan berantakan, ingus dan air mata bercampur di wajahnya yang mungil. Hidung dan mata bengkak memerah.
Dia menatap mamanya memohon ampun sambil menahan tangan wanita paruh baya itu.
Tapi Alice malah menatapnya dengan jijik dan segera melepaskan pegangan tangan Bianca seakan anak tirinya itu memiliki sakit kusta. Mama tirinya hanya terus menyeret wanita muda itu masuk tanpa peduli.
"Bereskan, ingat kamu harus tutup mulut, dan ... buat dia jadi perawan lagi!" ucap mama tirinya tanpa perasaan kepada bidan yang langsung mengangguk mengerti.
Anak ini harus tahu diri dan akhirnya menghasilkan. Alice sudah banyak berinvestasi padanya, pernikahan Bianca Thomas dengan Noel Klein harus berhasil agar kondisi perusahaan mereka yang mulai merosot kembali aman.
Bianca ditarik paksa oleh dua pria masuk ke sebuah ruangan kecil berwarna putih kusam, dengan penerangan ekstra terang di tengah ruangan.
Bianca memohon, tapi wajah semua orang di situ tertutup masker dan kaca mata. Tak lama bau yang menyengat membuat Bianca pusing lalu dia menjadi tak sadarkan diri.
Setelah semua proses selesai, Bianca yang masih lemah segera kembali dikurung di kamarnya yang pengap. Alice tidak akan mengambil resiko lagi anaknya melarikan diri dengan kekasihnya. Dia harus siap menikah beberapa bulan lagi.
Dengan dingin mengancam wanita muda itu. “Jika kamu berani melakukan kesalahan sekali lagi, mama tidak akan menutupi lagi kesalahanmu, mama akan menceritakan semuanya ke Papa Bara!”
Bola mata keemasan Bianca membesar dengan ketakutan. Ancaman itu selalu membuat Bianca ketakutan.
Satu-satunya orang yang mencintai Bianca dengan tulus di rumah itu adalah papanya. Hanya pria itu yang Bianca miliki, keluarga satu-satunya di dunia ini.
Bianca tidak akan mau mengecewakan Papa Bara dengan skandal seperti ini.
Rencananya gagal, sehingga yang bisa Bianca lakukan hanya menggeleng cepat dengan bulir bening yang kembali membasahi pipi pucat di wajah tirus wanita muda itu. Alice tersenyum senang dengan sinis.
“Jangan mama, a-aku janji, a-aku tidak akan mengulanginya lagi, a-aku a-akan menuruti semua keinginan mama.”
“Good, sekarang kamu harus istirahat, pulihkan dirimu, kamu harus terlihat cantik di hari pernikahanmu nanti!” perintah mamanya lalu mengunci pintu kamar Bianca.
Dia menatap nanar ke arah pintu. Bayinya telah hilang, hasil cintanya dengan Kevin dengan mudah direnggut seperti itu. Dia terdiam seperti patung dengan air mata yang mengalir di pipi.
“Bayiku, maafkan mama, mengapa mamamu ini begitu lemah dan tak berdaya? Kamu sudah pergi, haruskah mama ikut bersamamu?” tanya Bianca di dalam hati sambil mengelus perutnya yang rata.
Dia mengambil handphone-nya, sudah jutaan kali dia menghubungi Kevin, meminta tolong.
Tapi pria itu tiba-tiba menghilang ketika tahu Bianca hamil. Teleponnya segera masuk ke dalam voice call lagi.
"Kevin, kamu dimana? Dasar vàngsàt, aku membutuhkanmu!" maki Bianca meraung dengan putus asa.
Wanita itu lalu tidur meringkuk di tempat tidur. Celaan dari Alice kembali terngiang di benaknya, dia memang seperti pelacur.
Setelah berhasil merayunya dengan rencana yang terlalu mengada-ada itu, dan membuatnya hamil, Kevin membuangnya begitu saja, seperti sampah.
“Pelacur, sampah, aku memang seperti itu,” ucapnya lemah merasa dirinya sama sekali tidak ada harganya lagi.
“Nggak lucu! Balikin nggak!” bentak Emily mencoba meraih tangan Noah yang teracung ke atas.“Nggak, kamu jawab dulu, pilih aku atau Noel!” tanya Noah lagi dengan penuh kecemburuan.“Kamu konyol, ini pasti penting, kembalikan handphoneku, Noah,” bujuk Emily dengan sia-sia karena Noah semakin berjinjit sehingga sudah pasti Emily tak bisa meraihnya.“Aku benci dia! Dia selalu merebut milikku! Keluarga dan sekarang kamu!” erang Noah dengan penuh perasaan. Emily baru saja mau menjawab, tapi malah terdengar dering telepon lain yang membuat mereka berdua terkejut. Telepon kamar, telepon kamar yang tak pernah berdering tiba-tiba berdering kencang. Kali ini, Noah yang tak tau posisi telepon kamar Emily kalah cepat. Wanita itu lebih dulu mengangkat telepon.“Aku nggak ngerti kamu lagi ngapain, kamu tahu kalau aku telepon tengah malam begini pasti ada yang penting!” desis Andi dengan penuh amarah. “Apa?” jawab Emily mengabaikan kekesalan mantan kekasihnya itu. Sekarang jam 3 pagi, Andi tak mu
Kini dingin udara yang membekukan tulangnya tak lagi semerikan yang ada di hadapannya. Tubuh Kevin yang tak lagi menyenangkan untuk dilihat mendekati Bianca. Tatapan mata pria itu begitu mencekam sehingga Bianca begitu takut. Lebih baik dia mati daripada harus melayani mantan pacarnya itu.“Bian … malam ini dingin, sebaiknya kita berdua berbaring dengan hangat, berpelukan,” desah pria itu sambil menurunkan resleting celananya. Bianca seketika menggeleng.“Aku nggak kedinginan,” cicitnya berbohong tanpa guna, karena memang bukan itu maksud Kevin. Pria itu menendang celananya dengan kasar lalu tertawa begitu mendengar ucapan Bianca.“Kalau gitu aku yang kedinginan,” desah pria itu lalu membuka celana dalamnya yang menguning. Bianca segera menutup matanya saat pria itu semakin mendekat. “Kalau kedinginan sebaiknya, pakai lagi bajumu,” erang Bianca menjauhi bau pesing amis yang mendekati indra penciumannya. Entah apa yang ada di hadapannya karena wanita itu menutup mata rapat-rapat sambi
Bianca menahan mual yang kembali melanda dirinya. Mobil Kevin jauh dari kata bersih, bukan hanya karena mobil Kevin adalah sedan tua yang penuh sampah, tapi karena mobil ini juga sangat pengap. Tidak ada AC sedangkan jendela mobil itu tidak dapat dibuka karena macet. Bianca melirik ke arah Kevin mantan kekasihnya yang terlihat sangat marah dengan takut-takut. Tapi sebenarnya bukan itu saja yang membuat Bianca takut, kata-kata Kevin tadi, Noel melihat mereka. Itu adalah satu-satunya penjelasan kenapa rekeningnya tak bisa diakses, siapa lagi yang dapat memblokir rekeningnya kalau bukan Noel? Apa yang akan terjadi nanti? Bagaimana jika Noel akan mengusirnya? Bagaimana jika nanti Noel akan menceraikan Bianca? Seketika itu perut Bianca terasa berputar, mual itu tak tertahankan sehingga apa pun yang tadi wanita itu tahan sekarang naik dan keluar dari mulutnya. Kevin segera memaki dan meminggirkan mobilnya. “Vrengsek!” Pria itu menekan rem dengan kasar sehingga tubuh tipis Bianca terpelan
Emily menatap layar laptopnya untuk mengerjakan semua yang diperintahkan oleh Noel tadi. Suara pria itu tadi begitu serius sehingga Emily tahu kalau pekerjaan itu harus selesai sekarang juga. Noah meletakkan piring makan siang mereka sambil membersihkan jarinya yang terkena saus. Seharusnya Emily tak mengalihkan pandangannya dari layar, namun pemandangan di hadapannya begitu seksi, Noah yang hanya mengenakan kaos dalam putih ketat terlalu tampan untuk tak dilirik. Namun sayangnya, lirikan matanya itu membuat pria itu besar kepala. Dengan cepat pria itu menarik kursi Emily sehingga menghadap kepadanya.“Ini meja makan, kita makan, lalu baru kamu urus Noel lagi.” Pria itu mendengus tiap mengucapkan nama kakaknya, entah sampai kapan Noah harus terus berbagi Emily dengan Noel. Bukankah seharusnya Emily tak bekerja lagi pada Noel, seharusnya Emily adalah milik Noah seutuhnya.“Sebentar, aku harus kerjakan ini!” desah Emily sambil ingin mengembalikan kursinya yang menghadap pada pria beram
Bianca tak bisa menahan rasa mualnya kali ini. Saus carbonara dengan ludah Kevin benar- benar bukan kombinasi yang baik. Wanita itu akhirnya mengeluarkan isi perutnya sejadinya sampai-sampai kepala pelayan terpaksa membantu memegangi tubuh wanita itu.“Bian, kamu kenapa sih?” tanya Kevin yang segera melompat menjauhi Bianca dengan jijik. Untung makanannya sudah selesai, karena aroma muntah membuat Kevin kehilangan selera makannya.“Dari tadi perutku …” Bianca tak bisa meneruskan ucapannya karena dia kembali muntah. Kepala pelayan segera memberikan serbet dan ada pelayan lain yang menyerahkan gelas berisi jeruk hangat buat Bianca.Bianca memegang gelas itu dengan penuh bersyukur, jeruk mungkin akan mengurangi rasa mualnya, tanpa tahu
Pelayan segera membuka pintu untuk nyonyanya. Pemilik restoran baru tahu kalau ternyata wanita cantik yang datang kemarin itu adalah istri dari Noel. Kali ini dia tak akan membuat kesalahan, dia akan melayani nyonya pemilik restoran ini dengan sebaik mungkin. Namun pria itu bingung karena ternyata nyonya itu tidak bersama Noel Klien melainkan malah duduk dengan gelisah di ruangan VVIP. Dengan heran Gerald mengantarkan nyonya itu dan mencatat pesanannya, untuk dua orang. Sambil berpikir kalau nanti Noel datang, Gerald segera menuju dapur hanya untuk menemukan tuannya berdiri di sana.“Anu … nyonya di ruang VVIP tuan,” cicit Gerald dengan gugup karena tak menyangka malah menemukan Noel di dapur. Pria itu hanya meliriknya lalu mendengus kasar membuat hati Gerald semakin menciut. Pria itu tampak marah, dan Gerald takut sekali. Restoran ini baru saja pindah kepemilikannya ke Noel Klein, pria itu bisa memecatnya begitu saja, dia harus melakukan yang terbaik. “Ma-mau saya antarkan, Tuan?”
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments