Share

Suami Anti Peka(3)

Author: Sri_Eahyuni
last update Last Updated: 2024-05-22 05:44:37

"Gak bisa, Mak. Kenapa sih harus hari ini juga Arslen dibelikan sepeda, kalau hari ini gak bisa suatu hari nanti kan juga bisa kebeli sepeda. Lagian Kayla juga gak punya sepeda tuh," balasku.

Aku menahan geram, Mak Sarmi menghentikan langkahnya. Aku tak ingin kejadian yang kualami akan dialami putriku juga.

"Anakmu tuh tahu apa, tahunya cuma nonton tv dan masak-masakan. Beda sama Arslen yang pergaulannya luas dan mudah membaur dengan orang lain. Lagian kalung itu dibeli pakai uang anakku, jadi kamu gak berhak melarangnya. Orang yang kamu makan dan beli itu hasil berkebun Tedy dan kebun yang di garap Tedy itu punyaku," balas Mak Sarmi dengan ketus.

"Tedy, lepaskan kalungnya Kayla ya biar di jual Sutri sekarang. Kasihan tuh Arslen masih nangis terus, Mas-mu tuh gak bisa bekerja kayak kamu jadi kamu yang sehat wajib membantu," ujar Mak Sarmi. Ia berkata dengan halus kepada Mas Tedy sembari kembali duduk di sebelah Mas Tarji

Mas Teddy menatap ke arahku, aku menggelengkan kepala tanda tak mengizinkan.

Meski begitu Mas Tedy lebih mendengarkan omongan Mamaknya dari pada aku istrinya.

Mas Tedy mendekati Kayla, "Sayang, di lehermu kok ada semutnya sih. Coba Ayah ambil dulu ya."

"Masa sih, Yah, tapi aku gak merasa digigit semut," balas Kayla dengan wajah polosnya.

Mas Tedy dengan mudah melepas kalung Kayla, dia tersenyum mengusap kepala putrinya.

"Sudah Ayah ambil semutnya, Sayang," ucap Mas Tedy. Setelah itu ia berlalu ke arah Mamaknya.

"Ini, Mak." Mas Teddy menyerahkan kalung Kayla saat itu juga Mak Sarmi tersenyum senang sembari menerima kalung itu.

"Mas, kamu mikir nggak sih. Aku beli kalung itu dengan susah payah, aku ngumpulin uang buat bisa beliin Kayla kalung. Kamu kok ngambil seenaknya gitu!!" Aku sangat kecewa sekali kepada suamiku.

"Sudah, Bu, gak apa-apa. Nanti kalau panen aku kasihkan uangnya sama kamu untuk beli kalung buat kamu sama Kayla," balas Mas Tedy dengan santai.

Kedua mataku sudah berkaca-kaca, ingin sekali tangan ingin melayang pada pipi Mas Tedy yang berwarna kecoklatan itu.

"Tuh denger sendiri kamu kan, Li, jadi istri tuh jangan pelit-pelit. Ingat, kamu di sini tuh cuma numpang jadi gak usah sok ngatur Tedy." Mak Sarmi menatapku dengan tatapan tajam.

Ia segera beranjak dari duduknya dan mengajak Mas Tarji pulang. Rumah kami memang berjajar seperti kontrakan.

"Ayo, Tar, kita pulang. Ini Mamak udah dapat kalung, kamu bisa minta Sutri untuk menjualnya dan segera belikan sepeda untuk anakmu," ucap Mak Sarmi.

"Siap, Mak, Arslen pasti senang sekali," balas Mas Tarji.

Kedua orang itu telah pulang tanpa mengucapkan kata terima kasih kepada Mas Tedy. Mas Tarji terlihat sangat bersemangat dan ia berjalan terseok-seok menggunakan tongkat kayu.

"Kamu jahat sekali, Mas, aku gak nyangka kamu akan tega melakukan ini semua sama aku. Apa kamu lupa kalau Mas Tarji belum mengembalikan kalungku dan sekarang kamu berikan kalung Kayla pada mereka!!" Aku meluapkan semua emosiku.

"Tapi, Bu, dia itu Mas-ku dan dia gak bisa bekerja dengan normal. Harusnya kamu mengerti deh, jangan mengungkit-ungkit apa yang sudah kita berikan kepada mereka. Anggap saja itu sedekah, kita akan mendapat pahala. Kalau aku membiarkan mereka kekurangan itu sama saja aku berdosa sama mereka," balas Mas Tedy.

Aku yakin perdebatan ini akan semakin panas karena aku tak pernah mau mengalah.

"Kamu tahu dosa kan, Mas?? Kamu melakukan semua ini tanpa ridho dariku itu juga udah dosa besar. Percuma setiap hari kamu bersedekah tetapi anak istrimu tak di nafkahi dengan layak bahkan kamu tak mau peduli dengan kekurangan kami." Aku terus mendebatnya.

"Kamu ya, makin hari makin banyak menuntut. Harusnya kamu bersyukur karena aku gak ada pemasukan kamu masih bisa mendapat uang dari berjualan di warung sama jualan pulsa. La Mbak Sutri sama Mbak Tasih bisa dapat dari mana kalau suaminya nggak kerja, makanya aku bantu mereka semampuku. Aku semakin hari semakin muak sama kamu yang tak pernah menghargai keluargaku, kamu selalu melarang aku untuk membantu mereka."

Ucapan Mas Tedy semakin membuat hatiku sakit, aku tidak pernah melarangnya untuk membantu keluarga dia kalau masih dibatas wajar. La ini semua kebutuhan orang tua dan kakaknya dialah yang menanggung bahkan pernah aku tidak dikasih uang panen karena uangnya sudah habis di bagi-bagi.

Mas Teddy keluar dari rumah ia mengendarai sepeda motor entah mau kemana. Memang seperti itulah saat kami berdebat, bukannya mencari solusi justru Mas Tedy akan selalu menghindar dengan cara pergi main entah kemana.

*

Tiga Minggu telah berlalu, aku sudah menyiapkan bekal makan untuk di bawa Mas Tedy ke kebun. Hari ini dirinya akan panen jagung.

Biasanya aku akan membantu mengupas jagung tetapi semenjak uang hasil panen hanya di kasih tak seberapa membuatku sudah enggan membantunya dan memilih menjaga warung.

"Kamu beneran gak mau bantu aku, Bu?" tanya Mas Tedy.

"Beneran lah, aku mau ke pasar belanja. Barang warung banyak yang kosong, barang habis, duit gak ada lagi," balasku dengan cemberut.

"Ya sudah kalau gak mau bantu, nanti aku nitip lontong sayur ya bawa mampir ke kebun," pinta Mas Tedy. Ia sibuk menata karung di atas motornya.

Aku merasa heran dengan suamiku, dia itu enggak peka atau emang enggak peduli banget sama aku. Udah ku sindir kalau enggak ada duit masih saja di suruh beliin lontong sayur kesukaannya, emang beli lontong pakai daun apa. Kasih duit aja kagak kok.

"Iya kalau gak lupa," balasku.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (4)
goodnovel comment avatar
Sri_Eahyuni
namanya juga sepaket mbk...
goodnovel comment avatar
Sri_Eahyuni
ayo mbk, aku bantuin sekalian bawa pasukan ya...
goodnovel comment avatar
Marianah
suami gk pekaistrinya bloon cm hoby ngocek tp gk bertindak
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Istri Yang Kau Sia-siakan Ternyata Wanita Terhormat    Kebahagiaan yang Sempurna

    Matahari sore itu memancarkan sinar keemasan, memantul indah di permukaan danau yang tenang. Lia, Heri, Shaka, Kayla, dan Sofyan sedang menikmati liburan mereka di sebuah vila di pinggir danau yang asri. Suara tawa anak-anak menggema, menyatu dengan suara alam yang damai. Kayla dan Shaka sedang bermain di dekat dermaga kayu, sementara Sofyan yang kini sudah berusia 22 bulan, berlari-lari kecil di taman rumput, tawa cerianya membuat suasana semakin hangat.Lia duduk di bangku taman, memperhatikan Sofyan yang mencoba mengejar kupu-kupu kecil. "Dia semakin besar dan lincah ya, Bang," ucap Lia sambil tersenyum penuh kebahagiaan.Heri, yang berdiri di dekatnya, mengangguk sambil tersenyum. "Iya, Sofyan tumbuh begitu cepat. Rasanya baru kemarin dia masih digendong, sekarang sudah bisa lari-lari seperti ini," jawabnya sambil mendekat dan mememeluk pinggang Lia. "Kita benar-benar diberkahi dengan keluarga yang bahagia."Lia mengangguk pelan, hatinya diliputi rasa

  • Istri Yang Kau Sia-siakan Ternyata Wanita Terhormat    Hidayah yang Luar Biasa

    Dua hari di kampung halaman saatnya Lia dan keluarga kembali ke Jakarta. Mereka tak bisa berlama-lama meninggalkan Sofyan bersama orang lain. Mereka berpamitan dengan suka duka, apalagi Nur yang merengek ingin ikut terus."Shaka, aku pengen ikut! Kamu di kampung aja, keenakan di kota terus lupa sama desa!" gerutu Nur."Ayo dong kalau mau ikut, memangnya Bulik enggak sekolah?" tanya Shaka."Nah itu halangannya."Mereka semua tertawa dengan tingkah Nur yang seperti anak kecil."Dadah, Bulik, kamu enggak boleh ikut. Weeee," teriak Kayla melambaikan tangan dari dalam mobil sambil menjulurkan lidahnya. "Kayla, awas kamu ya. Pokoknya aku mau kuliah di jakarta, nyusulin kamu!" balas Nur sambil berteriak juga."Hati-hati ya, Nduk, Le," ucap Pak Bambang dan Mak Isna."Enggeh, Pak, Mamak," balas Lia dan Heri secara bersamaan.Setelah semua masuk ke dalam mobil, mobil berlalu meninggalkan pekarang rumah Pak Bamba

  • Istri Yang Kau Sia-siakan Ternyata Wanita Terhormat    Kembali Berduka

    Perjalanan yang biasanya di tempuh tujuh jam, kini lima jam telah sampai.Mobil Heri yang dikendarai Pak Supri berhenti perlahan di halaman rumah Mak Sarmi, diikuti mobil ambulans yang parkir tepat di belakangnya. Mak Sarmi keluar dari rumah dengan ekspresi bingung saat kedatangan dua kendaraan yang membuatnya merasa ada sesuatu yang tidak beres. Heri keluar dari dalam mobil dan di susul oleh Pak Supri, Lia, Shaka dan Kayla. Mak Sarmi semakin terkejut saat melihat kedatangan mantan menantu dan kedua cucunya secara tiba-tiba."Lia? Shaka, Kayla? Kamu kesini....." ucap Mak Sarmi menggantung seakan-akan ia tak percaya dengan kedatangan orang-orang yang dulu selalu ia remehkan.Mak Sarmi bahkan sempat pangkling menatap Lia, ia baru menyadari saat melihat Shaka dan Kayla. "Sayang, Salim dulu sama Mbah Uti," titah Lia setelah dirinya selesai menyalami mantan ibu mertuanya. Shaka dan Kayla pun patuh.Petugas ambul

  • Istri Yang Kau Sia-siakan Ternyata Wanita Terhormat     Kembali ke Rumah

    Mobil Heri akhirnya berhenti di halaman rumah mereka. Lampu-lampu di luar rumah menyala terang, seolah menjadi satu-satunya tanda kehangatan di tengah ketegangan yang masih menyelimuti pikiran mereka. Lia dan Heri keluar dari mobil dengan tubuh yang masih bergetar, terutama Lia, yang merasa seolah napasnya belum benar-benar kembali normal."Alhamdulillah, kita selamat," gumam Lia pelan sambil menutup pintu mobil dengan tangan gemetar. Dia menatap Heri dengan mata penuh kecemasan. Wajahnya masih pucat setelah kejadian mencekam yang baru saja mereka alami.Heri diam beberapa saat, mencoba mengatur napasnya yang masih memburu. “Ya Allah, tadi itu... aku benar-benar tidak bisa berpikir. Kalau saja kita terlambat sedikit, untung saja Pak Supri sangat sigap...” ucapnya, suaranya serak.Lia mengangguk, lalu menatap rumah mereka. “Aku... aku masih merasa ada yang tidak beres. Tadi itu bukan hanya kecelakaan biasa, Bang.. ada sesuatu yang lebih dari itu.”

  • Istri Yang Kau Sia-siakan Ternyata Wanita Terhormat    Pertanda di Jalan Raya

    Hari mulai beranjak sore ketika Lia dan Heri keluar dari restoran menuju mobil, mereka baru saja mengahadiri sebuah undangan kerja sama. Langit sedikit mendung, dan suasana di dalam mobil terasa tenang. Namun, di sudut lain kota, di sebuah jalan raya dekat lampu merah, Tedy sedang menunggu dengan sabar di bawah pohon pinggir jalan seperti yang diperintahkan oleh Mbah Marni. Pohon bringin yang besar itu sifatnya sangat kuat dan membuat kota terlihat hijau, serta akarnya yang kuat mampu menahan erosi tanah."Jangan khawatir, Ted. Jin yang kuberi tugas akan memastikan Heri celaka. Kamu hanya tinggal menunggu," bisik Mbah Marni melalui sambungan telepon yang sudah disiapkan sejak tadi.Tedy menatap jam di HP-nya. “Saya sudah tidak sabar, Mbah. Lia harus segera jadi milik saya lagi.”Di sisi lain, di dalam mobil Heri, Pak Supri, tiba-tiba merasa tidak nyaman. Keningnya berkerut dan sesekali ia menengok ke kaca spion, seolah sedang mencari sesuatu yang tak terlihat oleh mata.Lia, yang dud

  • Istri Yang Kau Sia-siakan Ternyata Wanita Terhormat    Menyiapkan Rencana Selanjutnya

    Lia tak menghiraukan Tedy, ia segera membuka vidio itu. Di mulai dari ruang depan. Tak lupa Heri juga ikut menonton, Excel, pak Budi dan beberapa karyawan sebisa mungkin ikut mengintip saat mereka berdua mengamati vidio tersebut mereka justru dibuat kaget. Bagaimana tidak, dalam rekaman itu tidak kelihatan seorang wanita, hanya terlihat Tedy yang sedang mendesah dan bergoyang sendirian di ruang tamu. Vidionya terlihat menjijikkan sebab Tedy tak memakai sehelai benang apapun. Mereka berdua menonton sampai selesai tiga vidio itu, namun hanya terlihat Tedy sendirian yang seperti prang kesurupan atau mabuk. Sangat jelas vidio itu tak ada siapapun kecuali Tedy sendirian. Setelah selesai menonton vidio tersebut Heri langsung merebutnya dari tangan sang istri dan melemparnya ke arah Tedy, "Sudah nuduh-nuduh enggak jelas ternyata vidio orang stres lagi birahi. Lihat saja sendiri vidio itu sampai selesai, apa kamu enggak merasa malu! Dasar laki-laki berkelainan bikin orang jijik aja!"Menden

  • Istri Yang Kau Sia-siakan Ternyata Wanita Terhormat    Kesaksian

    Tedy dengan tangan gemetar meraih ponselnya, bersiap menelepon Lia untuk datang dan mendukungnya di kantor. Ia masih yakin, selama Lia ada di pihaknya, semua akan baik-baik saja. Tapi sebelum sempat menekan nomor, pintu kantor terbuka, dan di sanalah Heri bersama Lia masuk dengan wajah tersenyum.Kehadiran mereka membuat ruangan yang tadinya penuh ketegangan seketika menjadi hening. Heri dan Lia terlihat santai, seolah tidak ada masalah apa pun yang terjadi di antara mereka. Keduanya tampak harmonis, bercakap-cakap ringan sambil berjalan masuk.Heri menatap ke arah Excel dan Pak Budi, lalu bertanya dengan nada heran,“Lagi ada apa ini? Kok ramai?”Excel dan Pak Budi saling pandang sejenak sebelum Pak Budi angkat bicara. “Pak Heri, maaf mengganggu, Tedy ini karyawan OB baru, tadi bikin ulah di kantor. Dia datang dan berani mengancam kami semua. Dia bilang mau mengambil alih posisi Anda dan mengusir kami.”Mendengar penjelasan itu, Heri memandang Tedy dengan wajah terkejut. “Apa? Te

  • Istri Yang Kau Sia-siakan Ternyata Wanita Terhormat    Teddy Bergaya Sok Bos

    Pagi itu, Tedy berdiri di depan cermin di kosannya, memandangi penampilannya yang baru. Lia baru saja membelikannya kemeja putih dan celana panjang hitam yang tampak lebih rapi dari biasanya. Sarapan pun sudah disiapkan oleh Lia dengan penuh perhatian. Tedy merasa seperti raja, yakin bahwa hari ini adalah awal dari sesuatu yang besar.Lia tersenyum sambil membereskan sisa sarapan, “Mas Tedy, udah waktunya kamu ambil alih posisi Heri. Kamu lebih pantas dari dia. Aku yakin kamu bisa.”Tedy tersenyum lebar, merasa puas dengan perkataan Lia. Ia mengangguk, mengikat dasinya dengan gaya yang baru saja diajarkan oleh Lia. Dengan penampilan yang lebih rapi dari biasanya, ia merasa siap menaklukkan dunia. Dalam pikirannya, Heri hanyalah langkah kecil menuju kekuasaan yang lebih besar. "Aku udah siap jadi bos, Li," kata Tedy sambil merapikan kemejanya. "Mulai hari ini, semua orang bakal liat siapa yang lebih pantas," imbuhnya lagi.Dengan percaya diri yang tinggi, Tedy melangkah keluar dari

  • Istri Yang Kau Sia-siakan Ternyata Wanita Terhormat    Semakin Terjerumus

    Pagi itu, Tedy terbangun dengan mata yang masih berat. Ia meraba tempat tidur di sebelahnya, mencari sosok Lia yang biasanya selalu ada di sana. Namun, yang ia temukan hanyalah dinginnya kasur tanpa kehadiran Lia. Ia bangkit setengah terhuyung, menatap jam dinding yang menunjukkan pukul satu siang.Tedy bergumam pelan, “Gila, gue ketiduran sampe siang gini.”Tedy menyandarkan punggungnya di kepala ranjang, mencoba mengingat kejadian semalam. Senyum tipis mengembang di wajahnya. Ia teringat betapa berbeda malam tadi. Lia benar-benar berbeda, begitu liar dan menggairahkan. Bahkan, ia merasa heran pada dirinya sendiri—senjatanya, yang biasanya hanya bertahan sepuluh menit, kini kuat dan bertahan sepanjang malam. Ia keluar lebih dari sekali, sesuatu yang belum pernah terjadi dalam hidupnya.Tedy tertawa kecil, “Lia emang ganas semalam… tapi kenapa aku bisa sekuat itu, ya?”Tedy mengangkat bahu, tak terlalu memikirkan jawabannya. Baginya, semalam adalah malam yang sempurna. Lia pasti sudah

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status