Anna adalah seorang guru honorer yang dikenal ramah dan penuh kesabaran meskipun hidupnya penuh keterbatasan. Pernikahannya dengan Arka, seorang kurir sederhana, awalnya penuh cinta meskipun tidaklah mudah sebab ia mendapat pertentangan keluarga. Bahkan setelah menikah, ia harus menghadapi desakan ibu mertua yang begitu menginginkan cucu laki-laki. Desakan itu juga berimbas pada Arka yang mulai tergoda dengan kemewahan dan ambisi hingga ia berselingkuh dengan bosnya, Clara merupakan mantan pacarnya saat SMA. Pengkhianatan itu menghancurkan hati dan mengguncang kehidupannya. Di tengah keterpurukan, Anna menemukan kekuatan dalam kebersamaannya dengan kedua anak kembar hasil pernikahan dengan Arka, Arini dan Aruna. Senyuman dan keceriaan mereka menjadi cahaya di tengah gelapnya hari-hari yang penuh dengan rasa kecewa dan kesepian tak berkesudahan. Ia berjuang keras untuk tetap menjadi ibu yang kuat meski bayangan perceraiannya kerapkali menghantui. Di saat Anna mulai meragukan kebahagiaan akan kembali, hadir Adrian sang dokter kandungan yang dewasa dan penuh perhatian. Adrian adalah sosok pria yang diam-diam mengagumi Anna sejak pertemanan yang terjalin ketika keduanya masih anak-anak. Dengan kesabaran, Adrian mencoba membuktikan bahwa cinta sejati tidak akan menyakiti dan mengkhianati. Namun, trauma masa lalu membuat Anna sulit percaya. Ia merasa takut untuk melangkah sebab khawatir akan mengulang kesalahan yang sama. Di tengah kebimbangan, Ia menyadari bahwa hidup adalah tentang memberi kesempatan, tidak hanya pada orang lain, tetapi juga pada dirinya sendiri untuk turut menjemput kebahagiaan.
View More“Gimana Na, sudah isi apa belum?” ujar Ayu dengan tatapan tajamnya pada menantu perempuannya.
Ia seringkali menanyakan pertanyaan itu dan berharap mendapat jawaban yang memuaskan ambisinya, memperolah cucu laki-laki dari anak lelaki kesayangannya. “Belum bu, doakanlah kami, lagipula saya masih ingin fokus mengasuh Arini dan Aruna, mereka sebentar lagi masuk Sekolan Dasar dan pasti semakin banyak keperluannya,” jawab Anna dengan helaan nafas panjang. Sebenarnya pertanyaan itu cukup mengganggunya, ia sudah berusaha semaksimal mungkin namun jika takdir tak berpihak padanya, dia bisa apa? Ibu Mertua mengernyitkan dahinya yang sudah penuh dengan goresan-goresan kehidupan dan berucap dengan penuh penekanan, “Apa? kamu gimana sih Na? Justru karena anakmu sudah besar, sudah saatnya mereka punya adik, dan adiknya harus laki-laki! Kasian Arka tidak punya anak laki-laki, apa kata orang nanti? Aura saja sudah punya anak laki-laki dan perempuan. Kamu jangan mau kalah sama dia!” “Bu, kami pasti akan berusaha lagi, ibu tidak perlu khawatir, aku dan mas Arka pasti akan berusaha semaksimal mungkin.” balas Anna dengan lembut meski hatinya terasa seperti diiris-iris, perih. Mendenger suara ibunya yang mulai meninggi, Arka yang sedang bermain dengan anak-anaknya mulai beranjak menuju ruang tamu untuk menenangkan ibunya yang mulai mengintimidasi Anna. “Ibu sudah bu, jangan tanya itu lagi pada Anna, kasihan dia sudah lelah mengurus aku dan si kembar,” terdengar suara Arka dengan penuh penekanan pada ibunya. Dia nampak menahan emosi saat ibunya terus memberondong Anna dengan pertanyaan kapan punya anak laki-laki. “Arka, Ibu tidak ingin kamu menjadi bahan gosip tetangga, kamu sudah lama nikah, apa susahnya punya anak laki-laki? Mending kamu cari istri lagi!” Ketus ibu mertua dengan sorot mata tajamnya pada Anna, seolah-olah Anna penyebab semua kegagalan itu. “Ibu, kami akan berusaha lagi dan ibu jangan pikir aku akan menikah lagi, itu tidak akan terjadi karena aku sangat mencintai Anna!” Balas Arka dengan tegas. “Anna, ayo kita pulang, sudah cukup kita berkunjung kerumah ibu.” Ajak Arka kepada istrinya dengan meraih tangannya menuju kamar untuk segera beberes, daripada berdebat tanpa ujung, lebih baik pulang saja, itu yang dipikirkannya. Hari itu cuaca sedikit mendung, tak mengurungkan niatnya untuk segera pulang, apalagi mobil sewaan mereka telah bertengger dihalaman sejak pagi. sebelum pulang tak lupa mereka mencium tangan Ayu dengan takzim, kemudian Anna memberikan sebuah amplop berisi nominal yang mungkin tidak seberapa bagi mertuanya. “Punya duit kamu? Gaji guru honorer berapa sih,” ketus Ayu Sang Ibu Mertua. “Ada bu, meski tidak banyak, semoga bisa sedikit meringankan ibu.” Ucap Anna lembut dengan senyum dibibir merahnya. Di sepanjang perjalanan, semua diam membisu seperti terhanyut dalam pikiran masing-masing. Sepasang suami istri itu nampak memperhatikan lalu lalang kendaraan yang melaju dengan kecepatan sedang, belum ada yang memulai perbincangan sampai akhirnya Aruna mulai mengeluhkan keluh kesahnya pada bunda yang teramat disayanginya. “Bunda, aku tidak suka dirumah nenek, tadi Runa dengar nenek marahin ibu, kenapa sih nenek kok jahat?” celotehnya pada Anna. Anna yang sedang melamun segera tersadarkan, dipandanginya anak kesayangannya itu dengan penuh kasih sayang, sambil tersenyum ia menjawab, “Nenek tidak jahat nak, dia hanya mengingatkan bunda untuk lebih berusaha lagi, Runa tidak boleh menuduh nenek jahat ya, nenek tidak jahat kok.” Mendengar jawaban itu, Runa mulai memejamkan matanya mencoba mencernanya meski seperti tidak sesuai dengan apa yang dilihatnya. Melihat sikap Runa yang seolah abai, Anna hanya tersenyum lalu menoleh ke sebelah kirinya, terlihat Rini menarik tangan bundanya seolah-olah ingin mengajaknya mengobrol, “Bund, tadi Kak Vina ngejek Rini, katanya Rini tidak punya adik laki-laki, tidak seperti kak Vina yang punya adik, padahal Rini tidak mau punya adik, Rini sudah senang punya Runa.” Celotehnya sambil cemberut, menunjukkan kekesalannya pada sikap Vina, anak dari Aura sang kakak ipar Anna. Anna hanya tersenyum dan memeluk Rini dengan harapan agar Rini lebih tenang. Setelah si kembar terlelap, Anna mulai terdiam dalam lamunannya, tiba-tiba dia teringat pada kenangan yang membuatnya akhirnya setuju untuk dinikahi Arka. Kenangan yang membuatnya begitu mencintai Arka yang hanya seorang kurir pengantar bunga. Perihal perjuangan mereka untuk mendapat restu dari orang tua Anna yang seorang PNS yang tentunya tidak mudah karena cinta mereka ibarat cinta beda strata sosial. Orang tua Anna berharap anaknya bersuamikan lelaki yang mapan bukan lelaki yang tidak jelas masa depannya seperti Arka. “Na, sudah hampir sampai, tolong bangunin si kembar.” Ucapan Arka menyadarkan Anna dari lamunannya. Anna bergegas membangunkan si kembar dengan perlahan. Ia tersenyum melihat suaminya yang cekatan menurunkan barang-barang mereka, kemudian menggandeng Runa. Terlintas dipikirannya alasan masih mempertahankan pernikahannya meski sang mertua selalu membuatnya sedih. Arka adalah lelaki yang bertanggung jawab, setia dan begitu menyayangi keluarganya. Meski tak semapan mantannya dulu, itu bukanlah masalah penting baginya karena uang bisa dicari, pikir Anna. Tak terasa waktu telah menunjukkan Pukul 21.00 WIB. Terlihat si kembar sedang bermain di ruang TV sambil diawasi Anna, sedangkan Arka di ruang tamu memainkan ponselnya. “Aruna, Arini, ayo tidur sudah malam, mainnya besok lagi.” Titahnya pada si kembar, meski terlihat ogah-ogahan, mereka tetap mulai mengemasi mainannya dan bergegas menuju kamarnya. “Mas, ayo istirahat, kamu belum mengantuk?” sapa Anna pada suaminya yang sedang asyik bermain ponsel. “Kamu tidur terlebih dahulu saja, aku masih main game.” Balas Arka tanpa menoleh sedikitpun pada istrinya. Anna hanya terdiam dan langsung menuju ke kamarnya. Ia mulai memikirkan perkataan mertuanya, sambil berbaring diatas ranjangnya dan mengharap suaminya segera menemaninya beristirahat namun lelaki itu tak kunjung datang. Ia mulai memejamkan matanya namun ketakutan itu muncul lagi di pikirannya, bagaimana jika mereka tidak punya anak laki-laki? bagaimana jika Arka menikah lagi demi punya anak laki-laki? “Belum tidur kamu, masih kepikiran omongan ibu?” tanya Arka seolah mampu menerobos apa yang dilamunkan istrinya sejak tadi. “Iya mas, aku takut kamu mulai terpengaruh dengan omongan ibu, apalagi ibu keras kepala, dia pasti akan terus memaksa kita untuk memiliki anak laki-laki,” ungkap Anna dengan nada sedih, seolah-olah hal yang telah terpikirkan akan segera terjadi. “Sudahlah Na, kamu tahu kalau aku begitu mencintaimu apa adanya, nanti aku akan bicarakan lagi pada ibu, agar dia tidak terus menerus mendesakmu,” ujar lelaki itu sambil memeluk mesra istrinya agar lebih tenang. “Mas, kamu jangan meremehkan ibu, ibu pasti tidak gampang dibujuk, sebaiknya kita mulai program seperti dulu tapi bedanya kita akan program bayi laki-laki. Aku akan mulai ambil pekerjaan sampingan untuk menambah pemasukan kita,” ujar Anna semangat dan mulai membalas pelukan suaminya itu. Mendengar jawaban istrinya, Arka seolah abai, dia mulai memejamkan matanya, pikirannya melayang-layang, batinnya berbicara, bagaimana mungkin mereka harus mulai punya anak lagi. Pasti nanti kebutuhan semakin banyak, kehadiran si kembar saja sudah cukup membebani hidup mereka, lama kelamaan Anna pasti akan mendesaknya untuk dapat pekerjaan yang lebih layak, hal inilah yang dikhawatirkan Arka. Awalnya ia mengira dengan menikahi Anna, hidupnya akan mapan karena orang tua Anna yang seorang PNS, ternyata hingga kini orang tua Anna tidak setuju. Orang Tua Anna hanya mau menerima si kembar dan Anna saat berkunjung, sedangkan Arka seolah-olah dianggap orang asing. Tanpa Anna ketahui, Arka sebenarnya menyesal menikahi Anna karena tidak mendapat fasilitas dari orang tuanya seperti perkiraannya namun Anna tidak pernah tahu perasaan Arka yang sebenarnya. Beberapa hari kemudian … Arka terlihat berjalan dengan perlahan menuju rumahnya sambil menundukkan kepala. Tatapannya terlihat kosong. Melihat suaminya pulang dengan tidak memiliki semangat, Anna segera menyiapkan kopi kesukaan suaminya. Waktu itu sore hari, cuaca nampak sedikit mendung, alam seolah memberi petanda pada Anna bahwa sebentar lagi hujan. Bukan sekedar hujan biasa tapi hujan yang berakibat pada goyahnya perekonomian mereka. Dengan perlahan namun pasti akhirnya Arka berucap, “aku dipecat Na, toko bunga bangkrut karena bos terlibat investasi bodong,” Dengan senyum yang dipaksakan Anna menjawab, ”sudahlah mas, rejeki bisa dicari, mas tidak perlu khawatir, aku bakal cari tambahan sambil menunggu mas dapat kerja lagi.” Anna mencoba membesarkan hati suaminya, ia sendiri sebenarnya sangat terkejut dengan ucapan suaminya. Bagaimana dengan biaya sekolah si kembar? Bagaimana pula dengan rencana mereka memiliki anak laki-laki? Pertanyaan itu terus terngiang-ngiang di hati dan pikirannya. Ia tidak mengetahui bahwa ujian besar menghampirinya, tidak hanya persoalan ekonomi atau mertuanya, namun kesetiaan suaminya juga dipertaruhkan. .Anna kini duduk di samping Adrian, merasa lebih tenang. Air matanya telah mengering, tangannya erat menggengam suaminya. Sesekali menatap pria yang begitu dicintainya, entah mengapa hatinya berkata bahwa suaminya masih mencintainya meski pernah berselingkuh di belakangnya. Adrian, masih dengan tatapan kosong, kepikiran tentang perkataan Anna jika Arka dan Aneta pernah bercinta di rumahnya saat dirinya masih koma. Pria itu benar-benar marah dan kecewa, ternyata Aneta bukan wanita biasa melainkan iblis yang mengerikan. "Mas, kenapa daritadi melamun? Apa ada yang membebanimu?" "Aku hanya berpikir, kita tidak bisa diam saja, Aneta sudah keterlaluan, dia seperti mempermainkan keluarga kita. Aku akan menyuruh orang untuk menyelidikinya." Adrian bangkit dari duduknya, memencet tombol pangilan hendak menghubungi seseorang. Sementara itu di tempat lain, Arka tengah duduk di lorong kursi agak jauh dari Anna. Pakaiannya masih kotor berlumuran darah. Seorang suster berjalan mendekati
Arka hanya bisa menggengam tangan anaknya yang berlumuran darah. Aruna tak kunjung sadarkan diri, dari kepalanya terus mengucur darah segar, membuatnya semakin panik. "Pak, tenanglah. Berdoalah agar semua baik-baik saja." Sebuah nasehat terlontar dari perawat yang mulai memasangkan infus. Di keheningan menjelang malam, suara ambulance merobek jantung Arka yang sejak tadi berdegup tak karuan. Rasa sesal kini membanjiri pikiran dan perasaannya, bagaimana jika Aruna tak terselamatkan? Rasa takut mulai membuat tubuhnya gemetaran, hatinya mulai mengutuk tindakan yang telah dilakukannya. Andai tidak selingkuh mungkinkah Aruna akan baik-baik saja? Perjalanan terasa panjang, hingga akhirnya tibalah di rumah sakit. Aruna segera dilarikan ke IGD, Arka hanya bisa berjalan perlahan bahkan nyaris pingsan. Persendiannya melemas, tak ada daya untuk menopang tubuhnya. Akhinya ia sampai di depan IGD tempat Aruna dirawat, perlahan tubuhnya melemah hingga jatuh tersungkur di depan pintu yang k
Anna menatap suaminya yang sedang bertekuk lutut padanya, mengiba. Wanita itu tak kuasa menahan rasa sedih, marah dan rindu. Tubuhnya gemetar, tangganya mencoba menarik suaminya agar tak perlu sampai demikian. "Mas, bangunlah. Jangan seperti ini." Anna berlinang air mata, mengajak sang suami untuk masuk ke dalam rumah, malu dilihat tetangga. Kini di ruang tamu, keduanya saling membisu, menundukkan kepala canggung. Arini yang terkejut melihat papanya, segera berlari menghampirinya lalu memeluknya dengan erat. "Papa, ke mana saja? Kami semua merindukanmu." Arini begitu bahagia melihat pria yang selama ini dirindukan, berharap bundanya akan kembali tersenyum lagi. "Papa tinggal di apartemen, maaf Arini." Adrian tersenyum pada anak tiri yang begitu disayangi. Arini memilih untuk beranjak dan membiarkan kedua orang tuanya untuk saling berbicara. Mereka kembali terdiam pasca Arini pergi. Keduanya masih canggung untuk kembali memulai. "Gimana kabar si kembar, Ann? Aku tidak melihat me
"Na, apakah tidak ada cara lain untuk menyelesaikannya? Haruskan kamu bercerai dengan suamimu?" Ibu Anna, mencoba mempertanyakan sikap sang anak yang terlihat ingin menyerah pada pernikahan keduanya. Sang ibu menyadari memang hal ini tidak mudah tapi semua pasti ada masanya. "Bu, aku hanya tidak bisa menerima perselingkuhan, apapun alasannya! Dia sudah menduakanku bahkan hamil dengan wanita lain yang ternyata adalah kembaranku sendiri!" Anna tak mampu lagi menahan amarahnya, Adrian sudah melakukan hal di luar batas. Mahligai pernikahan yang dibangun hancur seketika.Anna masih dalam kesendiriannya, bersama anak-anak yang menjadi penyemangat hidupnya. Kunjungan dari sosok ibu bagai buah simalakama, maju salah, mundur apalagi.Sosok ibu yang diharap mampu meringankan luka batin justru hadir untuk penghakiman. Ia terus mendesak Anna agar memaafkan suaminya sebab sang anak akan rapuh tanpa kehadiran sosok ayah.Kini dia duduk termenung menatap senja, rasa rindu menguar dalam hati y
Beberapa hari kemudian ... Kematian Andrew, kakeknya menjadi luka mendalam bagi Aruna. Gadis remaja itu menangis tenggelam dalam duka karena sosok orang tua yang menjadi panutan kini telah tiada. Tak banyak pelayat di rumahnya, hanya Arka, istri dan ibunya yang datang. Tak ada raut kesedihan dalam diri mereka kecuali hanya rasa kasihan pada Aruna, gadis yang selama ini merawatnya. "Nak, ayo pulang, mau sampai kapan kamu berada di sini?" Arka mengajak Aruna untuk bangkit dari pusara kakeknya. Gadis remaja yang tak punya siapa-siapa kecuali ayahnya akhirnya mengikuti apa yang diperintahkan padanya. Ningsih terlihat sangat senang dengan kehadiran Aruna, ia telah lama menginginkan anak perempuan justru bersemangat dengan kehadiran anak tirinya. Namun, rona kelabu tak juga berakhir dari hidupnya, ia dihadapkan dengan pandangan kakek tiri yang tak ramah. "Siapa gadis ini? Kalian kira rumahku tempat penampungan?" bentak Ayah Ningsih yang tak menyukai kehadiran Aruna. "Ayah, d
"Papa, maafkan aku semua kesalahanku," tutur Arka yang tak mampu lagi berucap, melihat ayah kandungnya yang nyaris sekarat membuat segala kebencian masa lalunya sirna. Bukan tanpa alasan, Arka tahu ayah kandungnya setelah bercerai dengan Anna. Sang ibu sengaja merahasiakannya karena malu telah berselingkuh dari suaminya. Ayah biologis Arka adalah dokter muda yang kala itu bertugas di desa yang menghantarkan dalam romansa kelam dengan sang ibu. Kedua insan muda kala itu terjerat asmara terlarang hingga lahirnya Arka. Papa Arka pergi begitu saja tanpa kabar saat dia dipindahkan ke kota dan kembali pada pelukan istri dan kedua anaknya. Perselingkuhan masa lalu terbongkar di masa senja keduanya yang berunjung pada penelantaran yang dilakukan oleh mereka, hanya Aruna atau anak Arka yang mau menjaganya. Kini mereka bertiga duduk di sebuah ruang tamu yang hanya beralaskan tikar, sang papa yang lumpuh hanya mampu duduk di atas kursi rodanya. "Papa, kemana Aruna? Apa dia mengajarkan le
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments