Istri hanya StatusPOV Author "Sayang. Kakak minta maaf, ya!" Abian mendekati wanita cantik yang sedang tidur di ranjangnya. Lelaki yang kini bergelar ayah itu menciumi punggung istrinya secara diam-diam. Pergerakan tangan Abian yang masif membuat Silvia terbangun. Ia membuka matanya sebentar tak lama kemudian dipejamkan kembali. Ia ingin tahu apa yang akan dilakukan suaminya.Silvia berbaring dalam posisi miring membelakangi Abian. Sehingga wanita itu bebas pura-pura tidur. "Sayang. Maafkan kakak yang masih egois. Maafkan suamimu yang kadang seperti anak kecil pola pikirnya." Abian terus menciumi punggung istrinya tanpa peduli ibunya Adiba mendengar atau tidak. Silvia merasa heran kenapa tiba-tiba Abian meminta maaf padanya? Apa karena ia diamkan atau sebab lainnya? Tentu, perubahan sikap Abian tidak terjadi begitu saja. Lelaki yang bergelar eyang Kakung yang telah berhasil menyadarkannya. Eyang Kakung sempat memarahi Abian secara habis-habisan. Sebab lelaki di penghujung usia it
Istri hanya Status Bab 51"Innalillahi Wa Inna Ilaihi Rojiun," ucap Abian dengan suara lemah setelah memeriksa denyut nadi kakeknya. Tidak ada tanda-tanda kehidupan di sana. Eyang Kakung telah tiada, tidak ada yang tahu kapan beliau menghembuskan napas terakhirnya. Menjelang tidur beliau pun masih terlihat segar bugar. Abian menemukan Eyang dalam keadaan yang sempurna. Matanya telah tertutup rapat. Bibirnya terkatup dengan benar. Bahkan ada senyum yang menghiasi bibirnya. Tangan Eyang pun sudah sedap bagai orang sedang salat, seolah sudah tahu kapan waktu ajalnya dijemput. Entah amalan apa yang Eyang lakukan selama ini sehingga meninggal dunia dalam keadaan baik. "Eyang kenapa, Kak?" Silvia muncul dari balik pintu dengan tergopoh-gopoh. "Eyang sudah nggak ada, Sayang." Tangan Abian menyeka sudut matanya yang basah. Lelaki itu segera merangkul istrinya yang mematung di tempatnya berdiri. "Innalillahi wa Inna Ilaihi Rojiun." Silvia membalas pelukan suaminya. Mereka berdua seol
Istri hanya StatusBab 1. Jangan BerharapPagi-pagi aku sudah dikagetkan dengan pecahan piring. Mas Abian membanting piring berisi nasi dan lauk pauk yang telah aku siapkan untuknya. "Kamu bisa masak nggak, sih? Kamu mau membunuhku, ya? Itu makanan apa? Rasanya tidak jelas begitu. Bikinkan aku makanan yang lainnya. Nggak sudi aku memakan masakan tidak jelas seperti itu!" "Ta — tapi, Mas. Sudah tidak ada bahan lagi di kulkas. Silvia masakin mi instan mau?" "Kamu pikir aku suka mi instan?" Matanya menatap nyalang ke arahku, sebelum meninggal meja makan.Hatiku terasa sangat sakit.Air mata ini sudah tak dapat lagi aku tahan. Aku menangis sembari memunguti pecahan piring. Hari pertama memasuki rumah suami aku harus mengalami sakit yang tak berdarah seperti ini. Apakah aku kuat menjalani rumah tangga bersamanya? Aku mengira setelah menikah hidup ini akan bahagia. Nyatanya pernikahan ini tak seindah yang aku bayangkan.Suara deru mobil meninggalkan rumah, artinya Mas Abian pergi.Ak
Istri hanya Status Bab 2. Anggraini Memiliki Rahasia."Abian. Wanita ini telah gila. Aku saja tidak mengenalnya. Kenapa dia seperti punya dendam kesumat padaku? Jangan-jangan dia cemburu. Kasih pelajaran dia dong! Bisa jadi jus ini telah dikasih racun olehnya." Aku tersenyum saat mendengar ocehan perempuan itu. Dia seolah-olah tidak mengenalku. Mau mencoba menghilangkan jejak rupanya. Eh, memang benar dia tidak mengenalku. Namun, aku sangat mengenalnya. "Kurang ajar kamu, Silvia. Rasakan ini!" Mas Abian sudah siap melayangkan tangan. Aku tak boleh takut. Selama aku tidak bersalah maka akan aku lawan."Silakan tampar pipiku sekarang. Agar aku tak ragu untuk menggugat cerai secepatnya. Biar saja ibumu tahu perlakuan anak semata wayangnya padaku." Pria yang menyandang gelar suami itu segera menurunkan tangannya yang telah berada di udara."Sudahlah, Abian, lebih baik aku pulang saja daripada di sini merusak suasana hatiku. Gara-gara istrimu yang cemburu." Anggraini merajuk. Dia pur
Istri hanya StatusBab 3. Kembali Kehilangan.Dering ponselku mengusik gendang telinga. Siapa menelpon tengah malam begini. Aku lihat jam yang menempel cantik di atas tembok, telah menujukan pukul dua belas malam. Mas Andi– Kakak iparku. Ada apa? Ya Allah ini pasti permintaan mbak ku yang belum aku penuhi."Assalamualaikum, Mas.""Innalilahi wa innaillahi rojiun." Tangisku pecah seketika. Lututku langsung lemas, rasanya aku tidak sanggup menginjak bumi. Ya Allah mengapa Engkau kembali mengambil satu-satunya keluarga yang aku miliki? Padahal tadi siang masih berbalas pesan denganku. Saat kutanya kabar dia jawab baik-baik saja. Kini aku sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi. Mengapa Engkau menggariskan hidupku seperti ini ya Allah?"Iya, Mas. Malam ini aku akan segera ke sana. Assalamualaikum."Penyesalan selalu datang terlambat. Mengapa aku tidak segera memenuhi permintaan mbak Ana? Dan itu penyesalan terbesarku. Mbak ku meningal dalam keadaan punya keinginan yang belum tersampaik
Istri hanya StatusBab 4. Bulan Madu. Kapan ibu datang? Apa yang harus aku lakukan agar beliau tidak mengetahui kalau kami pisah kamar. Ah, entahlah. Saat ini aku harus menemui ibu dulu. Selama ini ibu tinggal di Lampung Barat. Beliau sendiri yang mengelola rumah makan miliknya di sana. Ting!Tanda ada pesan masuk. [Kamu jadi pulang hari ini kan? Barang-barangmu sudah aku pindahkan ke kamarku. Jangan geer! Ini karena ada ibu di rumah. Aku tidak mau beliau tahu apa yang sebenarnya terjadi. Ingat! Kamu harus bisa menjaga nama baikku di depan beliau. Jangan pernah menceritakan apa pun tentang kita!]Segitu bodohnya kah aku di matanya? Sehingga perkara seperti ini pun harus diajarin? Aku tahu bagaimana cara menyelamatkan muka suamiku. Minta nama baiknya dijaga? Sedangkan dia suka bertindak semaunya sendiri! Manusia egois yang hanya mementingkan diri sendiri! Aku menarik napas dalam dan membuangnya pelan. Aku harus terlihat bahagia pulang ke rumah suami."Assalamualaikum, Ibu. Kapan
"Ibu." Aku mendekati dan mencium punggung tangannya.Beliau menatapku penuh selidik. Rasa gugup menyelimuti perasaan. "Nanti jelaskan pada ibu!" bisiknya di telingaku. Suaranya penuh penekanan. Aku hanya bisa mengangguk. Selama kajian berlangsung, kami tidak saling berbicara satu sama lain. Orang lain mungkin khusyuk mendengarkan ceramah. Aku? Jangan tanyakan, karena otakku tak mampu menyerap materi kajian. Sibuk menyusun kalimat apa yang tepat untuk menjelaskan semua ini pada ibu. Masalah ini begitu rumit untukku.Tanpa terasa telah berada di ujung acara. Kajian sudah ditutup dengan doa kafaratul majlis. Ibu menarikku ke mobilnya. Kami berbicara di dalam kendaraan roda empat ini. Sopirnya entah ke mana. Mungkin sedang cari makan. Sehingga kami leluasa berbicara.Degup jantungku tak berirama. Rasa takut dan bingung melebur menjadi satu. "Kenapa kamu ada di sini, Silvia? Di mana suamimu?" Suaranya meninggi, sorot Matanya menyimpan amarah. Mungkin dikiranya aku yang membangkang d
"Ibu benar-benar kecewa dengan Abian. Ibu … hiks hiks hiks." Tangis ibu pecah. Sangat terluka.Aku pun ikut menangis melihat ibu begitu tersayat. Aku mengusap air mata yang menetes di pipi mertua. Beliau tidak hanya mertua tapi juga ibu keduaku. Deritanya adalah lukaku. Kami menangis bersama hingga sopir ibu terlihat panik saat mendekati mobil. Dikiranya kami kenapa-kenapa.Ibu pun mengangkat tangannya sebagai isyarat. Sepertinya Pak Paimo paham, sehinga sopir itu pun kembali menjauh dari kami."Sejak kapan kamu mengetahui pernikahan mereka? Kenapa kamu menutup semua ini dari ibu?" tanya ibu setelah berhenti menangis. "Silvia baru tahu pernikahan mereka, ketika dalam perjalanan menuju rumah Anggriani, Bu. Silvia sengaja tidak mau memberitahu, karena takut membuat ibu bersedih seperti ini. Maafkan Silvia, Bu." Cukup lama aku dan ibu terdiam. Kami larut dengan pikiran masing-masing. Ibu berulang kali mengurut dadanya seraya beristighfar. Mungkin untuk meredakan emosinya. "Selama i