Bagaimana jadinya jika tiba-tiba adikmu meminta kamu untuk memberikan kekasihmu padanya? Dan ternyata mereka sudah memiliki hubungan di belakangmu dan memutuskan untuk menikah. Hancur? Pasti. Itulah yang dirasakan oleh Mika di mana adiknya meminta hal itu padanya. Lebih gila lagi, pria bernama Noval yang dia ketahui adalah kekasih sang adik tiba-tiba saja datang untuk melamar dirinya. Yang benar saja. Apakah dunia sedang mempermainkannya dengan hal ini? Lalu, apakah Mika harus menerima lamaran Noval sebagai bentuk balas dendamnya pada sang adik?
View More"Berikan Kak Ridwan padaku, Kak."
Mika yang mendengar ucapan adiknya yang santai itu melotot seketika. Ditatapnya Olip, sang adik, yang tampak sibuk dengan kuku-kuku jarinya. Mengagumi mereka yang baru saja mendapatkan perawatan.
"Kamu ngomong apa tadi?'' Mika memastikan apa yang baru saja dia dengar.
"Aku yakin Kak Mika mendengar dengan jelas,” balas Olip tenang. “Aku ingin Kak Mika memberikan Kak Ridwan untuk aku."
"Gila kamu?" tanya Mika kemudian. Masih tidak percaya dengan yang ia dengar. "Yang kamu minta barusan itu orang loh, Lip. Pacar kakak. Bukan makanan.”
Olip hanya mengedikkan bahunya tak acuh.
"Aku hanya merasa kalau Kak Ridwan itu lebih pantas untuk aku ketimbang Kakak,” ucap Olip kemudian. “Makanya aku minta Kakak putus saja sama dia dan berikan dia padaku."
Mika menunjukkan ekspresi tidak paham. Satu alisnya menukik naik.
"Dari mana kamu bisa mengatakan hal itu?" tanya gadis itu.
Bagian mananya yang tidak pantas antara dirinya dan sang pacar?
Olip mengembuskan napas malas. "Kak. Kak Ridwan itu guru, dan aku calon perawat. Kami lebih pantas untuk bersanding ketimbang sama Kakak yang hanya seorang penjaga toko."
"Apa yang salah dengan penjaga toko?” tanya Mika kemudian. “Memangnya penjaga toko tidak boleh memiliki suami seorang guru?"
"Ya jelas lah, Kak.” Olip memutar bola matanya malas dengan ekspresi yang sangat merendahkan. “Pada dasarnya, yang berseragam itu harus mendapatkan pasangan yang berseragam juga. Biar seimbang. Kalau Kak Ridwan sama Kakak, yang ada nanti Kak Ridwan bisa malu."
"Pendapat dari mana itu?" balas Mika yang merasa perkataan adiknya tidak benar pun menyangkal.
Olip berdecak. "Masih aja ngeyel,” katanya kesal. “Udah deh, Kak. Intinya Kak Ridwan itu hanya cocoknya sama aku. Lebih baik Kak Mika turuti apa yang aku pengen. Berikan pacar Kakak itu untuk aku. Nanti malah Kak Mika gigit jari, malu sendiri kalau masih bertahan dengan Kak Ridwan."
Mika semakin tidak habis pikir dengan adiknya. Tentu dia menggeleng untuk menolak.
"Kamu ini apa-apaan, Lip. Bukankah kamu juga mempunyai seorang kekasih?" tanya Mika kemudian.
"Oh Noval?” Olip memberikan senyum tipis. “Ya ... itu buat Kakak aja deh. Anggap aja kita tukeran pacar gituloh. Gampang, kan?"
Satu lagi hal mengejutkan yang membuat Mika tak habis pikir. Ia menggeleng pelan.
"Gila kamu, Lip. Bener-bener Gila. Nggak bener ini."
Mika menatap kedua orang tuanya yang juga ada di sana.
"Pak. Bu. Kenapa kalian diam saja? Bantu ngomong dong sama Olip apa yang dia minta itu tidak masuk akal," ujarnya kemudian dengan tatapan memelas berharap kedua orang tuanya menasihati Olip.
Sayangnya, apa yang dia harapkan tidak terjadi. Jika Pak Purnomo hanya diam saja, Bu Tuti malah mengedikkan bahu.
"Ibu rasa apa yang dikatakan Olip itu tidak ada salahnya, Mika.” Sang ibu berujar, mendukung putri bungsunya. “Dia sedang menolong kamu loh. Bayangkan saja jika nanti kamu sama Ridwan menikah, lalu Ridwan memiliki pertemuan penting, apa kamu bisa mensejajarkan diri dengan istri-istri guru lain yang ibu juga yakin mereka memiliki seragam untuk dibanggakan? Adik kamu ini menolong kamu loh. Mungkin lebih baik ya kamu berikan saja Ridwan ke Olip."
Mika menatap tidak percaya pada sang ibu. Dia syok dengan jawaban ibunya.
Namun, sebenarnya kenapa tadi dia sempat berharap? Bukankah selama ini kedua orang tuanya memang mengedepankan Olip dari dirinya.
Mika hanya punya dirinya sendiri di sini.
"Enggak, Bu. Ini bukan hanya tentang seragam.” Mika menggeleng. “Tapi tentang perasaan. Lagi pun mana mungkin mau Kak Ridwan melakukan ini. Hubungan kami sudah lama, tidak hanya sebentar dan main-main."
Olip yang mendengar itu menjadi kesal. Dia bangkit dari duduknya.
"Terserah mau bilang apa. Yang penting keinginanku tadi udah aku katakan. Sekarang, Mau tidak mau Kakak harus memberikan Kak Ridwan sama aku. Titik."
Setelahnya Olip pun meninggalkan ruang tamu itu sembari menggerutu, "Seperti Kak Ridwan cinta mati saja sama dia.''
Mika kembali menatap kedua orang tuanya lagi. "Pak, Bu---"
"Sudahlah, Mika. Lebih baik kamu turuti saja,” ujar Pak Purnomo yang langsung bangkit dan meninggalkan Mika. “Ngalah sama adik sendiri. Jadi kakak yang baik.”
***
Kejadian semalam membuat Mika terusik. Dengan gelisah, Mika memandangi ponselnya.
Sejak kemarin Mika berusaha untuk menghubungi kekasihnya itu untuk membicarakan kejadian semalam pada Ridwan, mengenai Olip dan permintaannya yang tidak masuk akal.
Namun, pria itu tidak kunjung membalas pesan ataupun mengangkat teleponnya. Benar-benar tidak bisa dihubungi. Bahkan, pesannya saja tidak dibalas.
Hal ini membuat Mika makin gelisah. Apalagi memang, belakangan ini pacarnya itu seperti mengabaikannya. Jarang memberi kabar, tidak lagi menyempatkan diri bertemu dengannya.
Sekalipun Mika mencoba berpikir positif bahwa Ridwan sibuk dengan pekerjaannya sebagai guru, tapi mungkinkah ia sampai tidak sempat membalas pesannya satu pun?
“Atau dia sedang sakit ya?” Mika masih mencoba berpikir positif.
“Sudah, kamu ke rumahnya saja,” tanggap Sinta, rekan Mika yang ikut gerah melihat temannya itu gelisah sejak tadi. “Mumpung ini ada pesanan ke daerah rumahnya. Kamu bisa mampir sekalian.”
Mika melirik jam. Pukul 2 siang. Seharusnya Ridwan sudah ada di rumah saat ini.
“Baiklah. Sini aku antar.” Mika akhirnya memutuskan.
Gadis itu mengantarkan pesanan terlebih dahulu sebelum mengemudikan motornya ke rumah sang kekasih.
Senyum Mika terbit kala melihat motor Ridwan terparkir di depan rumah. Dia memarkirkan motornya di samping motor sang kekasih dan menghampiri pintu depan terbuka lebar.
Ketika dia sampai di ambang pintu rumah dan bersiap mengucapkan salam, Mika mendengar suara aneh.
"A-ah–pelan-pelan, Kak Ridwan–"
Dalam ruang tamu rumah Mika, kini duduk empat orang di sana. Noval, Mika, Pak Eko dan Olip. Ya. Olip. Perempuan itu datang untuk menemui Mika.Mika yang melihat penampilan Olip merasa terkejut. Dia meneliti penampilan adik tirinya itu dengan seksama. Tampak sangat berbeda dengan Olip yang dulu, yang modis dan penuh gaya.Olip saat ini terlihat sangat kucel. Bukan Olip yang ditemukan Pak Eko kemarin. Dia sudah membersihkan diri. Hanya saja, masih terlihat sangat berbeda dari biasanya."Kak Mika. Aku ke sini untyuk meminta maaf sama Kak Mika. Untuk semua yang aku lakukan. Semua kesalahan aku dan semua kesalahan Ibu," ujar Olip dengan kepala menunduk.Tentu saja dia tidak berani menatap Mika karena merasa tak pantas.Ada yang aneh dari kalimat Olip bagi Mika. Perempuan itu hanya mengatakan permintaan Maaf untuk dirinya dan ibunya.Tak ingin banyak tahu, Mika hanya mengangguk saja. "Iya. Aku harapo kamu tidak mengulanginya lagi."Olip segera menggeleng pelan. "Tidak akan, Kak. Tidak akan
Suara sirine polisi menggema di sebuah jembatan. Sebuah kasus baru saja terjadi di tempat itu di mana seorang istri membunuh suaminya sendiri. Penyelidikan pun masih berlanjut.Ya. Pemukulan yang dilakukan oleh Bu Tuti untuk melindungi putrinya Olip berakhir dengan Pak Purnomo ynag harus kehilangan nyawanya.Tempat itu pun kini tampak ramai oleh warga sekitar. Tak sedikit pula pengguna jalan yang berhenti hanya sekedar untuk melihat.Termasuk seorang pria paruh baya yang membonceng putrinya. Mereka baru saja dari pasar."Ada apa, Mas?" tanya Pak Eko pada salah satu pengendara yang berhenti."Ada pembunuhan, Pak. Katanya ada seorang istri yang membunuh suaminya. Dipukul pakai batu katanya," ujar pria itu."Astaga." Pak Eko menggeleng. Dia dan Miya mencoba mengintip dari sela-sela orang yang melihat juga.Dia bisa melihat sebuah kantung jenazah baru saja dikeluarkan oleh petugas. "Kira-kira apa masalahnya, ya? Kok sampai dibunuh begitu?" tanya Miya yang ikut penasaran juga."Kata warga
"Ayo! Ayo! Ayo cepat. Serang dia. Serang!" Pak Purnomo dan beberapa pria lainnya terus berteriak. Mereka kini sedang berdiri melingkari sebuah arena tarung ayam."Yeah!" Siraman itu menandakan kalau pertarungan sudah selesai. Sayangnya, usainya pertandingan itu berbarengan dengan wajah Kecewa yang terlihat pada Pak Purnomo."Akh. Nggak becus banget sih," Una pria itu. Dia pun harus menelan kesalahan dan harus kehilangan uangnya.Pak Purnomo mengambil ayamnya yang sudah kalah. Dia berjapan cepat sembari memegang kepala ayam yang sudah tampak lemas itu. "Dasar ayam si*l. Tanding gitu aja nggak bisa menang. Rugi aku kasih kamu makan," ujarnya sembari terus mencaci maki ayam itu. Belum lagi cara membawanya yang tidak manusiawi."Akh. Ayam tidak berguna!" teriaknya kesal sembari membanting ayam yang ada di tangannya. Tampak ayam itu yang kejang beberapa kali sampai akhirnya tidak bergerak sama sekali."Rasakan itu." Tak merasa bersalah sama sekali, pria itu langsung pergi meninggalkan ayam
Motor milik Pak Eko berhenti di depan kediaman Mika. Keduanya menatap rumah kecil yang dulu ditinggali Pak Purnomo, banyak orang yang bekerja di sana."Rumahnya diperbaiki, Pak," ujar Miya.Pak Eko pun mengangguk. "Iya.""Apa mungkin diperbaiki lagi karena Kak Olip akan tinggal di sini lagi?" tanya Miya kemudian. Namun, dalam hatinya dia meragukan praduganya sendiri."Mana bapak tahu. Lebih baik kita tanyakan Mika langsung saja," ujar Pak Eko kemudian."Ya sudah ayo." Keduanya pun berjalan ke arah kediaman Mika. Mereka baru menyadari ada dua pria yang berdiri di depan rumah Mika."Siapa mereka?" tanya Miya pada bapaknya.Pak Eko berdecak. "Mana bapak tahu, Miya. Kita, kan sampainya sama-sama."Mereka semakin mendekati. "Siapa kalian?" tanya Pak Eko. Dia menatap kedua pria di hadapannya dengan memicing."Seharusnya kami yang menanyakan hal itu," ujar salah satu pria.Pak Eko merasa tidak suka. "Kami mertuanya adik Mika. Kalian siapa? Kenapa kalian berdiri di depan rumah Mika?" tanya Pa
Beberapa bupan berlalu. Tampak Olip berjalan di pinggir trotoar dengan langkah lesu. Perempuan itu terlihat sangat jauh berbeda dengan kali terakhir melihatnya. Tampak lusuh dan kurus, hanya terlihat perutnya yang membesar karena usia kandungan yang bertambah.Rambutnya yang acak-acakan juga beberapa noda di wajah membuat Olip terlihat seperti seorang pengemis, gelandangan. Dia menguap keningnya yang dipenuhi keringat."Aku lapar," ujarnya kemudian. Perempuan itu mengelus perutnya dan mengedarkan pandangan.Samoa akhirnya dia melihat tong sampah tak jauh dari keberadaannya. Olip mempercepat langkah agar dia bisa sampai pada tong sampah itu. Setelah di dekatnya, dia mulai mengorek-orek tempat sampah itu untuk mencari sesuatu yang bisa dimakan."Mana ya? Roti atau sisa nasi begitu untuk mengganjal perut." Olip terus mengorek tempat sampah di hadapannya.Jangan heran kalian melihat hal ini. Olip sudah melakukannya sejak lama. Semua ini karena Pak Purnomo, bapaknya tidak pernah memberikan
"Bapak ini apaan sih?" tanya Olip kesdal. Dia mencoba menarik tangannya yang sejak tadi ditarik oleh Pak Purnomo ketika dia menolak keluar dari rumah mertuanya.Olip mengentakkan kakinya kesal. "Ngapain coba narik aku tadi? Mereka udah ijinin aku tinggal di sana. Kok malah nggak boleh? Mereka yang punya rumah kok Bapak yang nggak ngebolehin?" Dia semakin kesal.Sedangkan Pak Purnomo sendiri juga ikut-ikutan kesal pada putrinya yang satu ini. "Heh! Itu bukan rumah kita," ujarnya dengan menunjuk ke arah rumah Pak Eko sebelumnya."Ya memang bukan rumah kalian. Setidaknya mereka itu mertua aku, mau merawat aku.""Kamu tega ninggalin kita?" tanya Pak Purnomo kemudian."Bapak sendiri tega lihat aku terlantar di jalanan. Aku ini sedang hamil loh," ujar Olip masih kekeh dengan pendapatnya."Heh! Kamu mau tinggal sama mertua kamu itu? Dia sudah pernah jahat sama kamu waktu dulu kamu tinggal di sana," ujar Bu Tuti mencoba mengingatkan bagaimana kelakuan Bu Lestari ketika Olip dulu tinggal di ru
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments