"Benar pa, aku berkata jujur." ucap Berliana berusaha untuk menahan cairan bening dikedua pelupuk matanya."Untuk beberapa hari ini, tetap lah dirumah. jangan pergi kemana-mana. sampai papa menemukan obat atau cara terbaik untuk menggugurkan janin itu tanpa menyakiti mu." ucap papa seraya beranjak dari duduknya."Iya, pa."Selesai sarapan Berliana kembali kedalam kamarnya, mengurung diri. penyesalan tidak berarti lagi, semua sudah terlanjur. mungkin dengan menyetujui keputusan papa nya, semua masalah akan segera berakhir."Maafkan aku karena tidak menginginkan kehadiran mu, tapi aku tidak mempunyai pilihan lain lagi, cukup sudah aku mengecewakan dan menghancurkan harapan Papa." mengelus perutnya dengan perasaan yang sulit Berliana mengerti.Tidak lama pintu kamar diketuk dari luar, Berli yakin jika papanya sudah kembali dari mencari obat untuk mengugurkan janin yang belum berkembang sempurna dalam rahimnya.Ceklek, pintu terbuka lebar. papa menghampiri nya yang masih menagis menyesali
Berliana berbaring di kasur, tubuh nya benar-benar lelah dan lemas. perlahan dia memejamkan matanya. Hendra membantu menyelimuti Putri kesayangannya hingga batas dada. dia merasa gagal menjadi seorang ayah yang baik.Dalam tidurnya, Berliana bermimpi berada di suatu tempat yang tidak dia kenal sama sekali. tidak seorang pun dia temui selain rasa sepi dan keheningan."Mami..""Mami..""Siapa kalian?"Berliana menatap sepasang bocah kembar yang sangat tampan dan cantik merangkak mendekati nya."Mami...mami..."Kedua bocah-bocah itu kembali mendekati nya, perlahan Berliana mencoba mundur, namun terlambat. mereka berhasil bergelayut manja dikaki sebelah kanan dan kirinya dengan tatapan sendu dan tidak ingin ditinggalkan ditempat sepi ini."Pergilah, aku bukan mami kalian."Berliana berusaha melepaskan pegangan kedua bocah tersebut, namun mereka serentak menagis dan kembali memanggil dirinya dengan sebutan mami. bahkan pelukan mereka semakin kuat dengan tatapan sedih, seolah-olah tidak ingi
Mata Berliana membulat, tiba-tiba keharuan membuat matanya berkaca-kaca. seketika pikirannya teringat mimpinya semalam, wajah sedih dan tangisan kedua bocah-bocah itu kembali terngiang-ngiang ditelinga nya."Mereka Anak-anakku, akulah yang bersalah dan pantas untuk dihukum dalam hal ini. bukan mereka yang tidak berdosa." Berliana seketika mengusap perutnya pelan, untuk pertama kalinya rasa hangat dalam dadanya."Apakah kamu sudah siap?" tanya Dokter memakai sarung tangan khusus, Berli mengedarkan pandangannya keseliking ruangan, seketika dia memucat melihat alat-alat yang menurutnya sangat mengerikan."Apakah mereka mulai bersiap-siap untuk melenyapkan anak-anakku? tidak ini harus dihentikan." Berliana segera duduk dan memperbaiki pakaiannya kembali."Tidak...aku tidak ingin melenyapkan anak-anakku.""Berliana, kamu kenapa nak. jangan seperti ini?" papa segera menghampiri Berli, menuntun langkahnya menuju ruang tindakan."Pa, aku tidak sanggup melihat mereka dikeluarkan dari rahimku. b
"Ya Tuhan, hidup ku hancur, papa memaksa untuk mengugurkan kandungan ku ini. aku tidak ingin menambah dan berbuat dosa lagi, bayi-bayi ini tidak bersalah. aku lah yang pantas menerima hukuman bukan mereka." Berliana terus menagis cukup lama, hingga dia terbangun ketika mendengar suara lantunan adzan, untuk panggilan sholat."Ya Allah, hanya padamu aku akan mengadukan semua penderitaan ku, berilah hamba jalan keluar yang terbaik." doa Berliana seraya bangkit untuk melakukan sholat.Selesai sholat dan berdoa, Berliana merasakan ketenangan."Untuk menyelamatkan Anak-anakku, aku harus pergi sejauh mungkin. berada ditempat dimana tidak ada orang-orang yang akan mengenali dan mencemooh kehidupan ku nantinya." bathin Berliana sedikit lega dengan ide yang tiba-tiba muncul di pikirkanya."Aku akan minta izin pada papa, jika aku akan pindah dan hidup menyendiri di luar kota. sehingga mereka tidak perlu harus menanggung malu dengan kehamilan ku ini, papa dan mama pasti setuju." bathin Berliana.D
"Rumah ini akan terasa sepi tanpamu, Berliana. mama juga minta maaf karena belum bisa menjadi ibu yang sempurna untukmu sayang." ucap Mery mengusap air matanya, dengan rasa bersalah dan penyesalan yang mendalam pada putri satu-satunya."Mama, papa. kalian adalah orang tua terbaik di dunia ini, semua ini kesalahan ku sendiri. seharusnya akulah yang minta maaf dan pengampunan dari kalian." jawab Berliana.Malam ini Berliana dibantu mama Mery mulai mengemasi pakaiannya, lalu menyusunnya kedalam koper besar milik nya."Mama jangan terlalu mengkhawatirkan aku. karena aku pasti akan kuat dan baik-baik saja, disana juga ada Tante Erika yang akan menjaga dan membantuku melewati ini semua." ucap Berliana kembali memeluk hangat ibunya.****Pagi ini Berliana terlihat rapi dan jauh lebih segar dari biasanya, paling tidak rasa berdosa dan bersalah nya sudah sedikit berkurang. dengan membiarkan bayi dalam kandungannya terlahir kedunia. dia turun kebawah dimana semua orang sudah menunggu kedatangann
"Berliana, semoga kamu betah tinggal di rumah Tante yang sederhana ini.""Tentu saja Tan, suasana disini sangat indah, nyaman dan juga menenangkan."Mereka berdua melangkah masuk ke rumah minimalis modern yang terlihat rapi dan bersih, bahkan sudah dilengkapi perabotan disetiap ruangannya. karena Erika ingin yang terbaik buat menyambut keponakanya berlina yang tengah mengandung anak korban pemerkosaan seperti yang dikatakan Hendrawan kakaknya."Berliana, kamu bebas ingin menempati kamar yang mana kamu sukai." ucap Erika sambil membantu membawakan koper berlina."Wah ...., kamarnya mewah dan luas ya Tante." Berliana menatap kagum, Erika tersenyum senang melihat Berliana yang sudah bisa tersenyum dan terlihat ceria."Berliana, istrahat lah, kamu pasti capek setelah menempuh perjalanan jauh." ucap Erika berjalan keluar kamar."Iya, terimakasih Tante, karena telah bersedia menampung ku disini.""Berliana, kamu tidak perlu sungkan pada Tante. kamu keponakan yang sudah seperti anak kandung s
Setelah berhasil mendapatkan rujak, Alex langsung memakannya dengan antusias. Bella seorang model yang baru dekat dengan dirinya menatap heran, tidak percaya dengan apa yang ada dihadapannya. seorang Alexander memakan makanan kelas bawah dan itu rujak yang merupakan kesukaan ibu-ibu yang sedang ngidam."Cukup Alex, kamu bisa sakit perut.""Bella, kamu belum tahu bagaimana enak nya rujak. coba lah." Alex langsung menyuapi Bella."Wwuuek....asaaammm baget Alex." Bella memejamkan matanya."Alex, sejak kapan kamu menyukai rujak. karena sebelumnya aku tidak pernah melihat mu seperti ini." tanya Bella menyipitkan matanya karena masih merasakan asamnya dari buah tersebut."Beberapa hari ini aku tidak enak badan, bahkan tidak menyukai makanan tertentu. cuma rujak yang membuatku berselara.""Sikapmu sekarang mulai aneh." gumam BellaMalam ini, Erika mengajak Berliana untuk menghadiri pesta mewah salah seorang sahabatnya yang diadakan di sebuah kapal pesiar, dia berharap Berliana bisa tersenyum
Keringat dingin membasahi tubuhnya, tangan Berliana bergetar, tanpa sadar gelas yang dipegang nya tiba-tiba jatuh kelantai."Berliana, kamu ngak papa kan sayang." ucap Erika kawathir melihat perubahan dari ekspresi keponakannya."Ya aku baik-baik saja, Tante lanjutkan saja." Berliana kembali menguasai keadaan."Seandainya aku mempunyai ilmu menghilang kan diri, atau pintu ajaib Doraemon. pasti aku akan langsung masuk kesana. karena aku tidak ingin bertemu lagi dengan mu, mudah-mudahan saja kamu tidak mengenaliku lagi." bathin Berliana.Berliana mempertajam penglihatan nya, sosok yang dilihatnya seperti Alex sudah menghilang, namun hanya sesaat ketika tidak jauh dari ruangan mereka duduk, dia kembali melihat Alex yang tertawa lepas dengan teman-temannya."Ini pasti hanya mimpiku, ya aku sangat yakin ini benar-benar cuma mimpi." Berliana memejamkan matanya. sambil bergumam sendiri. dan membuka matanya kembali, namun dia masih mendapati hal yang sama. Berliana yang masih tidak percaya, la