Share

Bab 7 - Penyelamat

"Aku mohon, jangan lakukan itu...." rintih Luna, berusaha meronta dengan sisa tenaganya yang semakin terkuras.

Baju Luna nyaris terlepas dengan kedua tangan yang terikat. Ia tidak bisa lagi melakukan perlawanan, hanya bisa berteriak meminta tolong, meski suaranya terasa tercekat.

Luna melihat dua laki-laki yang berbadan kekar itu, tergesa-gesa membuka pakaiannya. Luna menutup kedua matanya, menahan napas.

"Aku benci hidup ini!" batin Luna. Ia dapat merasakan, dadanya yang terasa sesak karena tidak ada pasokan oksigen. Tetes-tetes air mata Luna menjadi saksi, ia ingin mengakhiri hidupnya.

Di sisi lain, Brian dengan cepat segera masuk ke dalam rumah. Saat ia menyadari, Luna sedang dalam bahaya. Meski begitu, Brian berusaha melangkah pelan untuk mencari keberadaan Luna.

Hingga langkah kaki Brian terhenti, rahangnya mengeras, tangannya terkepal kuat. Luna ada di hadapan Brian, berbaring di atas lantai dengan kedua tangan yang terikat. Pakaian Luna berantakan, nyaris tidak menutupi seluruh tubuhnya.

Tanpa kata, Brian berlari dan memukul salah satu dari dua orang laki-laki yang berada di sana. Sehingga terjadi perkelahian, antara Brian dan dua laki-laki tersebut. Sekuat apa pun Brian berusaha menghajar mereka, kekuatannya tidak akan sebanding

Beruntungnya, karena ada beberapa pengawal yang selalu mengikuti Brian. Sehingga, Brian bisa mendapat bantuan seketika.

"Urus mereka!" perintah Brian, ia beralih mendekati Luna saat dua laki-laki itu sudah diringkus oleh para pengawalnya.

"Bagaimana dengan perempuan itu?" tanya seorang pengawal, melihat Luna yang tidak bergerak, terlihat kaku.

"Jangan melihatnya!" seru Brian, "kalian semua, keluar dari sini!" perintah Brian sembari berdiri di depan Luna, berusaha menghalangi pandangan para pengawalnya agar tidak ada yang melihat tubuh Luna yang nyaris telanjang.

Setelah para pengawalnya pergi, Brian menatap Luna yang pucat. Ada ketakutan dalam diri Brian, melihat Luna yang terbujur kaku.

"Hei! sadarlah, jangan mati sekarang!" Brian menatap Luna lebih lekat, sedikit mengguncang tubuhnya.

Namun, Luna tidak merespon apa pun. Ia masih juga memejamkan mata tanpa menghembuskan napas sedikit pun. Hal itu membuat Brian mengguncang tubuh Luna lebih keras dari sebelumnya.

Hingga Luna dapat merasakan tubuhnya yang diguncang, namun Luna seolah tidak bisa melakukan apa pun. Entah mengapa, Luna tidak bisa bergerak, tubuhnya terasa kaku. Ia bahkan tidak bisa menjawab dengan napas yang terus tertahan. Luna seolah lupa, cara untuk bernapas.

"Mengapa kau menahan napas!" geram Brian, melihat Luna dengan tubuhnya yang masih terdiam kaku.

"Luna, hei!" Brian berusaha membuka mulut Luna yang tertutup rapat, "buka mulutmu, kau ingin mati!"

Brian tidak lagi berpikir jernih, ia tidak peduli dengan luka sobek pada bibir Luna karena menariknya terlalu kuat. Yang ada dalam pikiran Brian hanya satu, Luna harus tetap hidup.

Usaha keras Brian untuk menyadarkan Luna ternyata membuahkan hasil, Luna akhirnya menghembuskan napas berat, wajahnya yang semula pucat mulai kembali teraliri darah, memunculkan semburat merah yang perlahan merata ke seluruh tubuhnya. Tubuh Luna juga tidak lagi kaku.

"Kau sangat merepotkan!" gerutu Brian, ikut menghembuskan napas berat. Merasa kekhawatirannya terhenti. Brian duduk di sebelah Luna yang berbaring mengatur napas.

Tidak lama, Brian kembali berdiri. Melepas kemeja putih yang digunakannya. Brian menutupi bagian tubuh atas Luna yang terbuka, ia lalu mengangkat Luna yang masih sangat lemas.

"Maaf, saya datang terlambat karena ada sedikit masalah di kantor polisi." Adrian yang baru datang mengulurkan tangan, hendak mengambil alih Luna yang ada dalam gendongan Brian, "biar saya yang membawanya."

"Tidak perlu, dia tidak memakai baju," jawab Brian, ia berjalan melewati Adrian yang berdiri di depannya.

"Ha? Lalu mengapa Anda juga tidak memakai baju? Kalian tidak...."

Sangat jelas, pikiran Adrian baru saja berkelana karena melihat situasi Brian dan Luna yang sangat mungkin untuk membuat orang yang melihatnya jadi salah paham. Termasuk Adrian.

"Hentikan pikiran kotormu, Adrian!" bentak Brian saat pikiran Adrian malah tertuju pada hal yang negatif.

"Buka pintu mobilnya," perintah Brian, membuat Adrian kembali tersadar dan segera mengangguk patuh. Adrian lalu berjalan lebih dulu untuk sampai di mobil, lalu membuka pintu mobil dengan lebar untuk memudahkan Brian.

Brian mendudukkan Luna yang masih lemas, memintanya untuk memakai kemeja miliknya terlebih dahulu. Ia dan Adrian menunggu di luar, hingga Luna selesai memakainya.

"Kita ke kantor polisi?" tanya Adrian, melirik ke arah belakang. Tempat Luna dan Brian.

"Kau tidak melihat keadaannya? Kita ke rumah sakit!" Brian melirik ke arah Luna, ia duduk dengan tidak nyaman.

"Tidurlah di pahaku," ujar Brian sembari menepuk pahanya.

"Tidak perlu, aku baik-baik saja," ujar Luna pelan dengan suaranya yang terdengar serak, menolak tawaran Brian.

Brian yang tidak tahan melihat Luna seperti itu, segera menariknya agat mendekat. Membantu Luna untuk berbaring, dengan menggunakan paha Brian sebagai bantal.

"Maaf, aku merepotkan," gumam Luna pelan.

Jarak dari rumah kosan Luna ke rumah sakit, tidak begitu jauh. Mereka sampai hanya dalam waktu beberapa menit. Luna segera di bawah ke unit gawat darurat, untuk mendapatkan pertolongan pertama. Sedangkan Brian dan Adrian menunggu di luar.

"Apa yang terjadi di kantor polisi?" tanya Brian.

"Tuan Brato, ia meninggal karena bunuh diri. Sebab itu, para anggotanya ingin membalas dendam pada Luna. Mereka berpikir kalau Luna adalah penyebab bos mereka ditangkap, hingga memutuskan untuk mengakhiri hidupnya," jelas Adrian.

"Siapa, Brato?" tanya Brian, bingung. Ia tidak mengenal Tuan Brato, dan juga tidak pernah mendengar nama itu sebelumnya.

"Laki-laki tua yang sebelumnya, bos para rentenir." Brian mengangguk mengerti.

"Perintahkan dua orang pengawal untuk berada di sini," ujar Brian, ia segera berjalan menjauh dari sana.

Setelah menghubungi pengawal, Adrian segera menyusul Brian yang sudah berjalan keluar lebih dahulu. Mereka akan pergi ke kantor polisi. Masalah ini harus diselesaikan secepatnya, Brian juga memiliki andil untuk bertanggung jawab.

"Apakah semua orang yang terlibat dalam masalah ini sudah ditangkap?" tanya Brian, ia membaca informasi yang diberikan oleh Adrian, tentang Tuan Brato.

"Belum, anggota Tuan Brato ada lebih dari tiga puluh orang. Dan yang tertangkap baru dua puluh satu orang," jelas Adrian.

"Selebihnya?" tanya Brian lagi.

"Selebihnya, mereka tidak terlibat secara langsung, sehingga tidak ada alasan untuk menangkapnya. Selain itu, mereka tidak ada di tempat ini sekarang."

Brian paham, tapi disisi lain ia juga merasa khawatir. Jika Tuan Brato meninggal, maka para anggotanya yang tidak ditangkap akan berusaha membalas dendam. Luna akan tetap berada dalam bahaya, juga dirinya. Cepat atau lambat, semuanya akan terungkap. Tentang keikutsertaannya dalam masalah ini.

Sebenarnya, Brian tidak begitu mengkhawatirkan tentang dirinya. Tapi, Brian hanya takut jika Bintang sampai terseret, karena mereka sudah mengetahui posisi Bintang yang menjadi kelemahan Brian.

"Anda tidak perlu khawatir, saya sudah memperketat pengamanan, terutama di sekitar Bintang. Saya juga membentuk pengamanan khusus untuk Luna. Sekarang ini, saya masih menggali informasi tentang anggota Tuan Brato yang lainnya," ujar Adrian saat melihat Brian yang tampak khawatir.

"Kerja bagus Adrian, kau memang bisa diandalkan," puji Brian.

"Tenang saja, apapun itu jika untuk Anda," ujar Adrian, diam-diam ia mengamati Brian yang duduk di belakang, "saya baru melihatnya, Anda yang marah sehingga tanpa ragu mengotori tangan Anda sendiri," gumam Adrian.

Mendengar itu, Brian mengangkat pandangannya. Membuat mereka saling menatap, melalui pantulan cermin. Seolah mengerti maksud Adrian, Brian berdecak.

"Aku hanya membantu sesama manusia," elak Brian. Ia sangat paham, apa yang dimaksud Adrian.

"Saya tahu itu, Anda memang sangat peduli pada sesama manusia," ujar Adrian. Sangat jelas kalau dia mengejek Brian, karena pada kenyataannya. Brian tidaklah seperti itu, dia adalah orang yang sangat malas untuk ikut campur masalah orang lain.

"Aku memang membantunya karena hal itu," tegas Brian, ia terlihat salah tingkah. Namun Brian berusaha menutupinya.

"Iya, saya 'kan sudah mengatakan demikian. Kalau Anda sangat peduli pada sesama manusia."

Brian berdecak, merasa semakin kesal saat Adrian terang-terangan mengejeknya. Padahal Brian juga tidak tahu, mengapa ia bisa seperti itu, menjadi sangat peduli pada Luna. Apa karena hidupnya menyedihkan? Ia sebatang kara, dan sedang terlibat dalam masalah yang rumit. Atau, itu hanya bentuk tanggung jawab Brian, atas apa yang sudah terjadi?

"Beritahukan pada pengawal yang menjaga Luna, agar mereka segera memberi kabar jika Luna sudah lebih baik," perintah Brian.

Memikirkan betapa menyedihkannya hidup Luna, membuat Brian mengeluarkan perintah tanpa disadarinya. Sepertinya Brian benar-benar sulit mengendalikan diri saat itu berkaitan dengan Luna.

"Baik, pak Brian," ledek Adrian, "saya akan lebih memperhatikan Nyonya Luna sekarang," lanjutnya.

"Apa maksudmu Adrian, berhenti membicarakan hal yang tidak jelas." Tanpa sadar, Brian menjilat bibirnya yang terasa kering. Tiba-tiba ia merasa gugup saat mendengar apa yang dikatakan Adrian.

"Saya hanya berpikir, kalau permintaan Bintang benar-benar akan dikabulkan. Bagaimana menurut Anda?"

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Maulida Shanti
cerita nya bagus
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status