Plaaak!Satu tamparan keras mendarat di pipi Nadine hingga tubuh wanita itu terhuyung.Kulit putih itu bersemu merah akibat cap jari yang dilayangkan suaminya. Tak seberapa sakit jika dibandingkan dengan hatinya yang kini terluka namun tak berdarah. Dipermalukan di depan umum seperti ini tak ada satu wanita pun yang mau, apalagi yang mempermalukan dirinya tak lain adalah suaminya sendiri."Berani kasar pada istrimu sendiri? Pria macam apa kamu ini?" Tiba-tiba terdengar suara seorang pria mendekat ke arah mereka."Aksan?" gumam Nadine cukup kaget dengan kemunculan pria itu yang secara tiba-tiba dan tak terduga. Sadam menoleh ke arah sumber suara, menatap tajam pria yang kini sudah berada tepat di hadapannya."Bukan urusanmu, mau aku apakan dia terserahku, dia istriku!" tegas Sadam."Ya, dia memang istrimu. Tapi kelakuan kamu itu tidak mencerminkan perilaku seorang suami terhadap istrinya. Karena ini tempat umum, dan aku berhak mencegah tindakan kasar pria terhadap seorang perempuan."
"Jangan, Mas Ampun!" pekik Nadine saat Sadam mengambil sabuk yang tergantung pada gagang pintu lemari.Sudah bisa dia duga, apa yang akan dilakukan sang suami dengan menggunakan sabuk di tangannya itu.Saat tangan Sadam terangkat dengan menggenggam sabuk yang hendak dilayangkan pada tubuh mulus istrinya, saat itu juga Nadine gegas bersimpuh pada kaki suaminya."Ampun! Jangan lakukan itu padaku. Aku mohon!" Tangis wanita itu memecah heningnya malam."Aku berani bersumpah demi apapun, aku tidak pernah punya hubungan apa-apa dengan Aksan. Pria itu memang sudah lama menyukaiku, tapi aku tidak pernah menyukainya. Sumpah demi Tuhan!" lirih Nadine.Pria itu menurunkan tangan yang menggenggam sabuk. Lemah seketika tubuh Sadam saat mendengar sumpah dari mulut istrinya. Dia memang sudah keterlaluan memperlakukan Nadine. Tak seharusnya dia berlaku seperti ini. Bertindak kasar pada perempuan bukanlah tabiat yang biasa dilakukannya.Bahkan baru sekali ini dia mengotori tangannya dengan menampar wa
Byurrr!Nadine reflek terbangun saat wajahnya basah di siram oleh seseorang.Posisinya yang semula terbaring kini langsung terduduk. Kedua tangan mengusap wajahnya yang basah."Enak banget jam segini masih tidur! Kamu pikir ini rumahmu bisa enak-enakan tidur sampe siang, hah?" bentak Saras."Maaf, Bu, tapi kepalaku pusing. Aku mau istirahat sebentar boleh ya, nanti aku bangun kok," pinta Nadine memelas. Air minum yang diguyurkan ke wajahnya membuat Nadine menggigil kedinginan."Jangan manja! Bangun dan cepat bekerja! Kalau sampai gak turun juga, aku siram kamu pakai air panas, mau?" ancam Saras."Tapi, Bu. Aku sakit." Nadine memeluk tubuhnya yang kedinginan."Dasar perempuan jal*ng!" Saras menyeret tubuh Nadine, menarik lengannya hingga Nadine tersungkur ke bawah lantai."Ampun, Bu. Lepaskan aku!" Nadine memohon."Kalau gak mau aku seret ya kamu bangun dong! Baju udah numpuk belum di gosok jadi cepat sekarang juga bereskan semuanya!" Saras melepas kasar lengan Nadine."Aku izin cuci m
"Nadine!" teriak Sadam saat melihat istrinya tergeletak di lantai kamar mandi dengan pakaian basah, wajah pucat dan bibir membiru.Mbak Nur yang berdiri di depan pintu tampak menutup mulut dengan kedua tangannya.Segera Sadam membopong tubuh Nadine, membawa wanita itu ke kamar. "Mbak Nur, ambilkan air hangat dan bawa ke kamarku!""Baik, Tuan." Mbak Nur segera menuruti perintah majikannya.Saat Sadam hendak melangkah naik ke atas tangga, seketika Saras dan Prastyo menghampiri."Kenapa Nadine? Apa yang terjadi sama dia?" tanya Prasetyo heran.Saras tampak terdiam, mendelik sinis tanpa merasa berdosa sama sekali.Sadam melirik ke arah ibunya dan berkata, "tanya saja Ibu, apa yang sudah Ibu lakukan pada istriku."Sadam melanjutkan langkahnya menuju kamar. Dia teramat kesal pada ibunya yang sudah berani mengurung Nadine di kamar mandi. Sadam memang membenci Nadine tapi dia juga tak mau melihat istrinya tak berdaya seperti ini. Kalaupun harus Nadine menderita, tapi bukan begini caranya. Sam
Baru saja sembuh dari sakit Saras sudah menyuruh Nadine melakukan pekerjaan rumah yang seharusnya menjadi pekerjaan Mbak Nur saja.Nadine tak bisa menolak, hanya pekerjaan rumah saja baginya memang tak berat. Dia menuruti apapun perintah ibu mertuanya, berharap agar Saras bisa bersikap lebih baik lagi dari sebelumnya. Namun semua itu hanyalah mimpi belaka bagi Nadine. Karena sampai kapanpun Saras tak akan pernah menerima dia jadi menantunya."Bu … stok makanan di kulkas habis," papar Mbak Nur menghampiri majikannya yang tengah duduk di ruang keluarga."Suruh Nadine kesini, biar dia yang pergi belanja!" titah Saras.Mbak Nur terdiam sebentar, dia tau betul jika saat ini Nadine masih lemah tubuhnya karena baru saja sembuh dari sakit."Kenapa masih di situ?" Saras menatap heran melihat Mbak Nur masih berdiri mematung di tempat."Biar saya saja yang belanja, Bu," ucap Mbak Nur."Kamu mau bantah aku? Cepat panggil Nadine!" sentak Saras nada suaranya tinggi."Ba-baik, Bu." Mbak Nur tergopoh
Malam pertama seharusnya menjadi malam paling indah dan tak terlupakan di sepanjang hidup. Namun tidak bagi pasangan pengantin baru yang satu ini. Di duga tak perawan lagi oleh suaminya, Nadine menerima caci maki dari orang yang pertama merenggut kesuciannya yaitu Sadam yang tak lain adalah pria yang baru saja mengucapkan ijab kabul siang tadi.Suami sah, kekasih sekaligus tambatan hati bagi Nadine. Kini tiba-tiba saja menjadi seseorang yang menghancurkan hatinya, menggoreskan luka yang begitu dalam atas tuduhan yang tak jelas dan tanpa bukti.Hanya karena tak ada bercak darah yang keluar saat malam pertama mereka. Sadam memvonis Nadine sudah tak perawan lagi, dan pria itu mengklaim Nadine sebagai penipu."Katakan dengan siapa kamu melakukannya sebelum denganku malam ini?" Sadam mengangkat wajah Nadine yang sedari tadi tertunduk dan hanya menangis tanpa bisa membela diri.Berulang kali pun Nadine membantah tuduhan suaminya, pria itu teta
Saras tengah duduk bersantai di teras rumah. Seketika ia bangkit saat melihat mobil putranya memasuki halaman rumah.Wanita itu memicingkan mata melihat sepasang pengantin baru yang seharusnya masih berada di hotel untuk tiga hari kedepan.Tapi anehnya mereka sudah kembali. Tak ada raut bahagia yang terpancar dari pasangan pengantin baru itu. Tak seperti pada umumnya, dimana kebanyakan orang akan mengumbar kemesraan atau paling tidak terlihat lebih romantis. Tak seperti yang Saras lihat saat ini.Wajah mereka terlihat datar. Apalagi ekspresi yang terpancar dari Nadine, cukup menarik perhatian Saras. Kantung mata wanita yang kini menjadi menantunya itu tampak bengkak. Sedangkan wajah putranya yang bernama Sadam pun tak kalah membuatnya heran. Anak itu tampak datar wajahnya seperti banyak pikiran.Mereka berdua tak terlihat romantis seperti layaknya pengantin baru. Mengundang banyak tanya di hati Saras. Terlebih seharusnya pasangan pengantin itu ma
Gemerlap lampu berwarna-warni menghiasi ruangan diskotik yang dipenuhi banyak orang bergerak meliuk bebas di lantai disko.Di sudut ruangan nampak Sadam sedang minum di temani temannya yang bernama Arya.Hampir tiga botol minuman yang dia habiskan sendiri, sementara Arya hanya minum segelas kecil saja. Arya tak mau mabuk apalagi saat ini Sadam mabuk parah dan tentu dia yang harus mengantarkan Sadam pulang agar tak terjadi hal buruk pada sahabatnya itu."Sudah cukup! Kita pulang sekarang," cegah Aryo saat Sadam kembali menuangkan minuman beralk*hol ke dalam gelas.Mata Sadam sudah merah, gerak tubuhnya pun sudah keleyengan tampaknya dia mabuk parah dan harus dihentikan."Sebentar lagi, tanggung. Ini juga belum habis, kamu gak mau? Ya udah aku aja yang minum," ucap Sadam sambil menepis lengan Arya dan kembali menenggak minuman itu.Ponsel Sadam yang tergeletak di atas meja tampak berkedip-kedip menandakan ada telepon masuk. Arya membaca nama yang tertera pada layar ponsel, rupanya it