Dimas memegang telepon di tangannya sambil mendengarkan cerita Noah dengan saksama. Setelah mendengar semua penjelasan, ia hanya mendengus kecil, "Sepertinya musuhmu ini tipe orang yang sangat licik. Tapi jangan khawatir, Tuan. Saya ahli dalam mengungkap kebohongan seperti ini." Noah mengangguk meski mereka hanya terhubung lewat suara, "Aku hanya butuh satu bukti kuat yang bisa mengaitkan Willy dengan berita palsu ini. Kalau aku bisa membuktikan bahwa ini semua ulahnya, nama perusahaan Akira akan bersih." Dimas langsung menyusun rencana, "Kirimkan semua informasi yang Anda punya tentang Willy dan berita palsu itu. Saya akan mulai dari sana." Noah menghabiskan waktu sepanjang malam mengumpulkan dokumen, surel, dan pesan-pesan yang ia yakini bisa menjadi petunjuk. Pemuda itu tahu bahwa Willy tidak akan berhenti sampai Akira dan perusahaan mereka benar-benar hancur. *** Pagi itu, kantor Center Group dipenuhi oleh ketegangan. Akira memanggil rapat darurat dengan semua manajer ut
Akira menatap layar laptop dengan campuran emosi, antara kemarahan dan kelegaan. Noah hanya diam, membiarkan wanita muda itu melihat semuanya. Setelah beberapa menit, Akira menutup laptopnya dengan gerakan pelan dan memandang Noah."Ini bukti yang kita butuhkan," jelas.pemuda dengan suara tegas, meski nadanya menyimpan ketegangan.Noah mengangguk, "Dengan ini, kita bisa membersihkan nama Center Group dan mengungkapkan siapa sebenarnya Willy. Tapi saya butuh persetujuan, Bu Akira untuk langkah berikutnya."Akira mencondongkan tubuhnya ke depan, "Langkah berikutnya?""Kita harus membawa ini ke publik, tapi tidak langsung," jelas Noah."Jika kita terburu-buru, Willy mungkin akan menemukan cara untuk membantah semuanya. Kita harus memastikan dia tidak punya kesempatan untuk melarikan diri."Akira menghela napas panjang. "Jadi apa rencanamu?"Noah mengeluarkan sebuah dokumen dari tasnya dan menyerahkannya pada Akira, "Kita akan menyusun konferensi pers besar. Tapi sebelum itu, aku ingin me
Noah duduk di ruang kerjanya, menatap pemandangan kota dari balik kaca besar. Gemerlap lampu-lampu malam mengingatkannya bahwa perjuangan Center Group tidak sepenuhnya berakhir. Willy mungkin sudah tertangkap, tapi dampak dari skandal itu masih membayangi perusahaan.Pikirannya terganggu oleh ketukan di pintu. Dimas masuk dengan langkah cepat, membawa setumpuk dokumen. "Tuan Noah, saya membawa laporan lengkap mengenai dampak finansial dari skandal ini," ujar Dimas sambil menyerahkan berkas tersebut.Noah membuka laporan tersebut, "Seberapa buruk?"Dimas menghela napas, "Beberapa investor besar masih menahan diri, menunggu hasil penyelidikan lebih lanjut. Tapi, sebagian lainnya mulai kembali percaya setelah konferensi pers itu. Kita sudah menutup beberapa celah keuangan, tapi butuh waktu untuk memulihkan semua kerugian."Noah mengangguk, "Kita harus segera memulihkan kepercayaan publik. Aku ingin semua langkah berikutnya fokus pada transparansi dan inovasi. Kita harus menunjukkan bahwa
Noah terkejut dengan seseorang yang memiliki rambut coklat panjang sedang tersenyum ke arahnya, wanita muda nan cantik itu menghampiri Noah dengan sangat ramah, "Hai, Noah kamu kerja di sini?" tanya Rossa dengan lembut. "Iya!" sahut pemuda itu dengan nada datar. "Kamu masih menyimpan rasa sa......." "Noah! Kamu....!" Akira memotong ucapannya, dia melihat wanita cantik yang rambutnya di keriting bawah dengan gaun v neck. "Hai, Nona ada yang bisa kami bantu?" tawar Akira dengan senyum ramah. "Anda, Bu Akira--direktur utama di perusahaan Center Group ini?" tanya Rossa dengan lembut. "Iya, saya Akira!" "Dia....." Rossa menunjuk Noah yang hanya diam saja, "Dia sekretaris saya namanya, Noah!" "Oh begitu, sa......." "Maaf, Bu Akira kita sudah harus kembali bekerja lagi bukan, dokumen yang membutuhkan tanda tangan Anda masih banyak," potong Noah yang sudah malas dengan percakapan Rossa. "Ah iya, Nona saya pergi dulu ya!" Akira dan Noah meninggalkan Rossa sendiri di depan
Malam di ballroom itu terasa megah, namun bagi Rossa, suasananya terasa penuh tekanan. Setelah Noah dengan sengaja menarik Akira menjauh, Rossa berdiri terpaku, mencoba menenangkan dirinya. Dia menatap gelas anggurnya dengan tatapan kosong, memikirkan langkah berikutnya, "Tidak mungkin Noah bersikap sedingin ini kepadaku. Dulu dia tidak seperti ini," pikir Rossa.Namun, Rossa adalah tipe wanita yang tidak mudah menyerah. Dia menarik napas panjang dan menenangkan diri, "Aku harus bicara dengan Noah lagi, aku tidak bisa membiarkan hal ini berakhir seperti ini."Sementara itu, Noah dan Akira berbicara dengan beberapa tamu penting. Akira tampak ceria, penuh percaya diri saat berdiskusi tentang rencana perusahaan, sementara Noah hanya mendampingi, mengamati setiap percakapan. Namun, dalam hati, pikirannya terganggu oleh kemunculan Rossa. Dia tahu, cepat atau lambat, Rossa akan mencoba mendekatinya lagi.Setelah beberapa saat, Akira melibatkan dirinya dalam percakapan serius dengan salah sa
"Tetapi...." "Ada apa, Bu Akira?" Wanita muda itu menggeleng pelan, "Kita fokus sama proyek selanjutnya saja, tugas kita masih banyak, Noah!" Pemuda itu mengangguk setuju, "Apa ada lagi, Bu Akira?"Di sisi lain, Rossa masih berdiri terpaku di sudut ruangan, menatap punggung Noah yang perlahan menjauh bersama Akira. Suasana di ballroom yang awalnya terasa mewah kini terasa hampa baginya. Air mata masih membekas di wajahnya, namun tekadnya tidak runtuh. Dia tidak bisa menyerah begitu saja. Dalam hati, Rossa berjanji bahwa malam ini belum selesai.Setelah beberapa lama, para tamu mulai meninggalkan ballroom, termasuk Noah dan Akira. Melihat kesempatan, Rossa diam-diam mengikuti mereka ke luar. Dia tidak tahu apa yang akan dia lakukan, tetapi dia yakin satu hal, dia tidak akan membiarkan Akira merebut Noah darinya.Di parkiran hotel mewah itu, Noah sedang bersiap masuk ke mobil bersama Akira. Akira, dengan senyumnya yang anggun, menyapa beberapa kolega yang lewat, menunjukkan ketenanga
Tiga mobil hitam tanpa plat nomor tiba-tiba muncul dari belakang, berhenti tak jauh dari kendaraan mereka. Lampu sorot dari mobil-mobil itu menyinari mereka tajam, menciptakan ketegangan instan di parkiran yang tadi sepi.Akira mengerutkan alis, instingnya langsung menyadari ada yang tidak beres, "Noah, ada yang aneh," bisiknya seraya melirik melalui kaca spion samping.Noah memperhatikan sekilas melalui spion tengah, lalu mengangguk kecil, wajahnya berubah serius, "Saya tahu. Ini bukan kebetulan. Pegang sabuk pengaman Anda dengan erat, Bu Akira. Malam ini kita mungkin akan sedikit... beraksi."Akira tidak sempat bertanya lebih jauh ketika Noah langsung menekan pedal gas. Mobil meluncur dengan kecepatan tinggi. Ketiga mobil hitam itu langsung bergerak, mengejar mereka tanpa ragu."Noah, siapa mereka?!" tanya Akira dengan suara penuh waspada sambil menoleh ke belakang."Saya tidak yakin. Tapi berdasarkan pengalaman, biasanya mereka adalah orang-orang yang menginginkan sesuatu, entah da
"Janga hiraukan hal itu, Bu Akira, kita pulang saja sudah larut malam juga bukan?" Akira mengangguk tanda setuju dengan ucapan Noah. Langit malam yang pekat membungkus kota dengan tenang, tetapi bagi Akira, malam itu terasa mencekam. Noah mengemudi dengan fokus, matanya tajam mengawasi jalanan seolah setiap tikungan adalah potensi bahaya. Suara mesin mobil terdengar berat, berpacu dengan degup jantung Akira yang tak juga tenang setelah pengejaran berbahaya tadi. "Noah..." suara Akira terdengar gemetar, "Apa mereka masih mengejar kita?" Noah tidak menjawab, hanya menatap kaca spion untuk memastikan bahwa tak ada mobil lain yang membuntuti. Setelah memastikan keadaan aman, dia membelokkan mobil ke sebuah gang sempit dan mematikan mesinnya. "Kita aman untuk saat ini, Bu Akira," sahut Noah dengan nada pelan, tetapi sorot matanya dingin. Akira menatap Noah. Wajahnya seperti topeng tak bercelah, tidak ada ketakutan, tidak ada kekhawatiran. Hanya keheningan yang membuat Akira semakin b
Langit senja di atas markas bawah tanah Phoenix of Gold tampak membara keemasan, seolah mencerminkan semangat baru yang menggelegak di dalamnya. Arka Mahendra, kini berusia tujuh belas tahun, berdiri gagah di hadapan peta digital raksasa yang menampilkan pola satelit global. Di belakangnya, puluhan anggota Operasi Prometheus menunggu komando dengan mata penuh keyakinan.“Dragunov belum benar-benar mati,” ujar Arka tegas. “Mereka hanya berganti wajah.”Seseorang dari barisan depan mengangkat tangan. “Apa maksudmu, Kapten?”Arka menoleh. Di layar, muncullah simbol aneh yang baru-baru ini muncul dalam komunikasi terenkripsi di dark web: lingkaran berputar dengan huruf ‘H’ menyala merah. Helix.“Program Helix adalah warisan terakhir mereka. Sebuah AI global yang mereka bentuk selama bertahun-tahun, tersembunyi dalam jaringan satelit, lembaga keuangan, bahkan institusi pemerintahan,” jelas Arka. “Jika mereka berhasil mengaktifkannya sepenuhnya, seluruh dunia akan tunduk pada kendali ekonom
Malam itu, markas utama Phoenix of Gold diselimuti aura kesiagaan tinggi. Core Site Zero yang berada di bawah tanah Pegunungan Alpen kini menjadi jantung pertempuran baru dunia teknologi dan kekuasaan. Arka Mahendra, putra sulung Noah dan Akira, berdiri di ruang strategi yang diterangi cahaya holografik biru. Usianya baru enam belas tahun, namun pandangannya tajam dan penuh ketegasan seperti ayahnya."Target utama kita adalah menghancurkan jaringan sisa Dragunov yang bersembunyi di bawah organisasi Black Vortex," ujarnya tegas kepada tim elit Prometheus—unit rahasia Phoenix of Gold yang dipimpinnya.Di sisi lain dunia, para pemimpin negara-negara besar berkumpul dalam sidang darurat Dewan Keamanan Global. Mereka resah. Perusahaan yang dulu bernama Mahendra Corp kini telah berevolusi menjadi kekuatan negara digital bernama Phoenix of Gold. Dengan armada teknologi canggih, mata-mata AI, dan sistem pertahanan luar biasa, Phoenix bukan lagi sekadar korporasi—ia telah menjadi entitas berda
Subuh belum sepenuhnya menggantikan kegelapan saat pasukan muda Phoenix bersiap di pelabuhan udara utama. Di langit, zeppelin raksasa berbentuk phoenix—Aurora Prime—sudah menyala, siap membawa mereka ke bawah laut Atlantik, menuju Core Site Zero.Arka Mahendra berdiri di depan pasukannya, mengenakan seragam taktis berlapis serat Helium-9, ringan tapi kuat sekeras titanium. Lambang Phoenix of Gold bersinar lembut di dadanya.“Semua sistem cek!” seru Arka.Para anggota tim muda itu segera melaporkan. Ini bukan latihan. Ini adalah operasi nyata—dan seluruh dunia mengintip.Noah dan Akira berdiri tidak jauh, mengawasi."Noah," bisik Akira, "apa kita tidak terlalu membebani Arka?"Noah menggeleng pelan, matanya tetap tertuju pada putra sulung mereka."Dia harus belajar, Akira. Dunia ini bukan lagi tempat yang ramah. Kita tidak bisa melindunginya selamanya."Akira menggenggam tangan suaminya erat.Di atas panggung kecil, Arka mengangkat komunikatornya."Operasi Prometheus—Start!"Zeppelin r
Malam itu, markas besar Phoenix of Gold masih bermandikan cahaya holografik, seolah bintang-bintang turun dari langit untuk menyaksikan kebangkitan era baru. Namun, di balik euforia itu, ketegangan mulai mengendap di bawah permukaan.Di ruang rapat utama, Noah duduk di depan meja bundar raksasa. Layar di sekeliling menampilkan gambar-gambar yang berubah cepat: berita dunia, pesan diplomatik, hingga laporan ancaman.Phoenix baru saja lahir sebagai negara digital, tetapi dunia lama tidak tinggal diam."Amerika Serikat, Tiongkok, Rusia, dan Uni Eropa sudah mengeluarkan pernyataan resmi," lapor Gabriel, kepala intelijen. "Mereka tidak mengakui kedaulatan Phoenix. Mereka menganggap ini pemberontakan teknologi."Noah mengetukkan jarinya di meja. "Seperti yang kita duga.""Lebih buruk lagi," tambah Vanya, berdiri di sudut ruangan. "Beberapa negara berusaha menyusup lewat dunia maya. Mereka meluncurkan virus generasi baru—dirancang khusus untuk menghancurkan Helios dari dalam."Akira, yang du
Angin dingin Balkan menggigit kulit saat tim ekspedisi Phoenix mendarat di dataran tinggi berlapis salju. Di antara kabut pekat, berdiri benteng tua yang kini menjadi markas Dragunov—pusat operasi rahasia musuh.Arka mengenakan seragam tempur khusus Phoenix: serat karbon ringan, dilapisi nano-armor. Di pundaknya, emblem Phoenix bersinar redup.Vanya di sampingnya, membawa konsol portable. Di belakang mereka, regu elit Orion Unit bergerak tanpa suara."Target kita ada di ruang bawah tanah kompleks itu," bisik Vanya. "Mereka mencoba memanipulasi sinyal Helios menggunakan Resonator—sebuah alat frekuensi balik yang bisa membuat Helios meledak."Arka mengangguk. "Waktu kita sedikit. Serang cepat, akurat, dan bersih."Mereka bergerak menyusuri lereng curam, menembus hutan gelap, hingga akhirnya mencapai perimeter luar benteng.Arka memberi isyarat.Tiga... Dua... Satu.Bom EMP mini diledakkan, memutus semua listrik di area luar. Dalam hitungan detik, mereka menyusup masuk ke dalam.Koridor
Seminggu telah berlalu sejak penyelamatan Talia. Meskipun luka-lukanya mulai membaik, trauma yang ditinggalkan oleh para penculik masih melekat. Akira memutuskan untuk memberinya waktu istirahat penuh, menghindarkannya dari segala rapat strategis.Namun di balik dinding kaca Phoenix Headquarters, badai tengah mengumpul.Sejumlah negara, dipimpin oleh Eropa Timur dan beberapa pihak dari Asia Tengah, membentuk koalisi darurat—menuntut audit terbuka terhadap teknologi Phoenix of Gold. Mereka menganggap perusahaan yang dulunya adalah Mahendra Corp itu telah berubah menjadi kekuatan supranasional yang tak bisa diawasi.“Kita menjadi trending topic bukan karena pujian saja,” kata Noah dalam rapat utama. “Tapi juga karena rasa takut. Dunia melihat kita sebagai ancaman baru.”Arka duduk tak jauh dari ayahnya, ekspresinya kaku. Ia telah mempelajari reaksi publik, membaca lebih dari dua ratus artikel opini dalam empat hari terakhir. Kesimpulannya hanya satu—Phoenix mulai kehilangan kendali atas
Senja menyelimuti markas utama Phoenix of Gold. Gedung kaca yang menjulang tinggi itu memantulkan warna jingga dari matahari yang perlahan tenggelam. Di dalam ruang observasi, Arka duduk diam menatap layar hologram, meninjau ulang data-data yang berhasil direbut dari Leo.Di sampingnya, Vanya membungkuk memeriksa pola-pola anomali dalam algoritma yang digunakan Leo untuk menyalin blueprint milik Hydra Star Corp.“Leo bekerja sendiri?” tanya Vanya, masih menatap layar.Arka menggeleng pelan. “Enggak. Pola enkripsinya bukan gaya Leo. Ini lebih kompleks. Lebih... khas Dragunov.”Vanya menegakkan tubuh. “Tapi Dragunov udah dihancurkan, Ka. Kita sendiri yang mengakhiri jaringan mereka.”Arka mengangguk. “Iya. Tapi sisa-sisanya masih berkeliaran. Dan aku curiga... mereka tidak pernah benar-benar hancur. Hanya bersembunyi.”Belum sempat Vanya menjawab, pintu ruang observasi terbuka cepat. Gabriel masuk dengan ekspresi tegang.“Kalian harus lihat ini.”Mereka mengikuti Gabriel menuju ruang ko
Tiga minggu telah berlalu sejak insiden pelabuhan. Dunia mulai menaruh perhatian besar pada dua sosok remaja jenius, Arka Mahendra dan Vanya Laurent. Tak hanya karena keberanian mereka melawan jaringan Black Shadow, tetapi karena simbol baru yang mereka wakili—harapan generasi masa depan.Media internasional menjuluki mereka sebagai Phoenix Twins, mengacu pada nama perusahaan keluarga Arka, Phoenix of Gold, dan kebangkitan mereka dari ancaman masa lalu. Namun, bagi Arka, popularitas bukanlah sesuatu yang ia nikmati. Ia lebih memilih duduk di ruang riset, berkutat dengan sistem keamanan, memantau jejak sisa kelompok Rio yang kini menghilang dari radar.Sementara itu, Vanya, yang mulai tinggal di markas Phoenix sebagai bagian dari program rehabilitasi dan perlindungan, tak kunjung merasa nyaman. Meskipun Arka membelanya di depan seluruh dewan direksi Phoenix, beberapa anggota senior perusahaan—terutama dari pihak investor lama Mahendra Corp—masih mencurigainya.
Pagi itu, langit kota London terlihat kelabu. Kabut menyelimuti kaca-kaca pencakar langit, seolah menyembunyikan sesuatu yang lebih besar dari sekadar perubahan cuaca. Di salah satu ruangan paling aman di markas Phoenix of Gold, Arka sedang bersiap untuk melakukan sesuatu yang belum pernah ia lakukan sebelumnya—keluar dari perlindungan ayahnya.Ia telah meretas jalur khusus di dalam sistem bawah tanah milik Phoenix. Jalur itu dulunya hanya diketahui oleh Noah dan Gabriel, namun kini Arka telah berhasil menciptakan duplikat pintu masuk virtualnya sendiri. Ia tahu, jika ia ingin menyelamatkan Vanya dan menghentikan Rio, ia harus melangkah seorang diri.Dengan mengenakan pakaian khusus berteknologi ringan dan chip identifikasi palsu, Arka menyelinap keluar melalui lorong belakang, diiringi suara langkah robot pengawas yang nyaris tak terdengar. Ia tidak meninggalkan pesan, kecuali surat di bawah bantalnya yang bertuliskan satu kalimat,"Jangan cari aku. Aku akan kembali saat sudah bisa m