Maemunah mematut dirinya di depan cermin kamar, wajah cantiknya tampak tirus dan menyiratkan kelelahan, dia lelah harus terus berpindah-pindah tempat seperti ini. Tapi dia harus terus melakukannya agar tak ditemukan.
Sejak memutuskan kabur dari acara pernikahannya, dia tak punya pilihan lain selain terus bersembunyi agar tidak di temukan, baik oleh keluarganya maupun oleh suaminya.
Hari ini Maemunah akan berangkat bekerja di sebuah resto yang baru buka sekitar 2 minggu yang lalu. Pekerjaan baru yang tidak mudah ia dapatkan dan harus disyukurinya karena diterima diantara puluhan orang yang melamar saat itu. Karenanya ia tak ingin terlambat, bergegas perempuan itu menyudahi lamunannya dan mengoleskan bedak tipis agar wajahnya yang putih tak terlihat pucat.
"Kamu shift pagi, Mun?" suara serak seorang perempuan yang tengah bergelung di dalam selimut membuat Maemunah menoleh. Tampak teman satu kamarnya itu mengerjab kemudian mengucek-ucek kedua matanya.
"Sudah bangun?" tanya Maemunah datar. Setelah mengoleskan bedak di wajahnya, perempuan itu lalu memakai liptin warna natural.
"Sudah dari tadi, cuma aku enggan meninggalkan kasur nyaman ini," jawab Fira sambil menggeliat.
"Nanti bareng aku aja, aku ada urusan, mau ketemu sama dady ku," ucap Fira lagi sambil bangun dari tempat tidurnya dengan malas. Maemunah mendengus tak suka.
"Aku harus berangkat lebih awal karena ada brifing sebelum resto dibuka, jadi aku berangkat sendiri saja. lagipula aku ga mau ketemu dady kamu!" tegasnya terang terangan. Maemunah memang tak menyukai lelaki paruh baya yang selalu dipanggil dady oleh Fira. Meski belum pernah bersua secara langsung, tetapi Munah sering melihatnya dari kejauhan dan dia merasa kalau lelaki itu memiliki sorot mata yang menakutkan.
"Kamu pikir aku juga mau ketemu dady? aku cuma mau uangnya, dan pria gendut sialan itu hari ini minta ketemu ... mau kasih uangnya langsung ga mau transfer seperti biasa, jadi apa boleh buat." Wajah Fira tampak bersungut kesal. Perempuan cantik itupun memasuki kamar mandi untuk membersihkan diri.
Jadi selama ini ekspresi bahagia yang terpancar di raut Fira saat ketemu dadynya itu palsu? Hmm harusnya Munah sudah bisa menduganya, tetapi ia tak pernah ingin tau kehidupan teman baik yang telah dikenalnya hampir setahun belakangan itu. Munah tak pernah ingin campur kehidupan temannya kecuali jika temannya itu yang membukanya pada Munah.
"Beneran gak mau bareng, Mun?" tawar Fira lagi. Rupanya ia sudah keluar dari kamar mandi. Maemunah menggeleng. Perempuan itu memperhatikan Fira yang tengah berpakaian dan berdandan.
"Haruskah kamu berpakaian seperti itu?" Munah mengernyit melihat pakaian terbuka temannya. Tampak jelas belahan bagian dadanya terlalu panjang ke bawah hingga menampilkan 'aset' perempuan itu.
"Aku ingin pria gendut itu memberiku apartemen, aku harus merayunya dengan sangat keras ... jadi penampilan sexy sangat menunjang tujuanku." Fira tersenyum miring, dan Munah hanya bisa berdecak mendengar alasan temannya itu berpakaian terbuka.
"Fir ... kamu gak mau berhenti ... maksudku kamu ga ingin berhenti melakukan hal-hal yang gak pantas seperti itu? padahal kamu sendiri sudah memiliki Reno sebagai kekasih, dan dady kamu juga seorang pria beristri, bayangkan bagaimana perasaan keluarnya nanti ... dan bermain-main seperti itu sangat membahayakanmu juga, karena aku merasa dadymu bukan orang yang bodoh yang mau memberi banyak hal ke kamu tanpa mendapatkan apa-apa darimu. Bagaimana dengan kehormatanmu sebagai seorang perempuan? relakah kamu kehilangannya hanya demi uang?"
"Oh sayang ... ini adalah jalan yang paling mudah untuk mendapatkan uang, jangan khawatir ... aku selalu bermain cantik ko. Mahkotaku selalu terjaga dengan aman, dan aku sama sekali ga bermaksud merusak rumah tangga orang ... setelah aku berhasil mendapatkan apartemen, aku akan meninggalkan pria itu. Aku akan menghilang seperti biasa, bukankah kita berdua ahli dalam hal menghilang dan lari?" Munah mendengus kesal mendengar penuturan Fira, dan perempuan di depannya itu hanya terkekeh.
"Oke ... terserah kamu, Fir ... aku hanya khawatir kamu tak lagi mampu menjaga mahkotamu karna aku melihat dady mu itu mempunyai sorot mata yang menakutkan, dia bukan jenis lelaki hidung belang biasa yang bisa kamu bodohi dengan mudah. Aku punya feeling dia itu seperti seorang penjahat," ucap Munah khawatir.
"Oh ... sayang ... terimakasih atas peringatanmu. Aku akan menjaga diriku dengan sangat baik seperti biasanya." Fira merangkul Munah.
"Setelah tujuanku tercapai, kita siap-siap pergi dari kosan ini dan mencari tempat yang baru, ok? seperti biasa kamu hanya perlu mengikutiku dan aku akan menjamin hidupmu."
"Entahlah, aku lelah begini terus, rasanya aku ingin kembali saja kerumah pamanku di semarang ... menyerahkan diri pada mereka dan menerima konsekuensi dari apa yang telah kulakukan selama ini yang pastinya telah mencoreng muka pamanku..."
"Hmm ... Jadi kamu ingin menghentikan pelarianmu?"
"Ya ... sudah setahun berlalu ... lagipula kupikir Suamiku pasti sudah mentalak ku, tapi entahlah ... aku bingung, Fir ...."
"Aku juga bingung sama kamu ... melihat kisahmu, aku ikut ruwet, kalau saja dari dulu kamu menolak perjodohan pamanmu, gak akan ada pernikahan, kamu gak harus lari kaya gini, persoalan jadi beres."
Munah termangu ... harusnya memang sesimpel itu, tapi dulu ia menerima perjodohan pamannya karena ia sangat sayang dengan sang paman, jasa lelaki itu dihidupnya teramat besar, ibunya dulu yang seorang buruh migran, menurut cerita, menikah siri dengan seorang lelaki asing tapi kemudian bercerai, Setelah beberapa bulan bercerai ternyata baru diketahui Jaenab sang ibu tengah hamil dirinya dan meninggal saat ia lahir ... jadilah sang paman yang merawatnya semenjak kecil.
Munah tak bisa mengecewakan sang Paman hingga menurut saat akan dijodohkan dengan anak bosnya, ia pikir ia bisa belajar menjalani pernikahan dengan lelaki bernama Alga anak sulung pak Handoko sampai seseorang datang dimalam ia tengah dirias dan mengatakan sesuatu yang membuatnya memutuskan untuk pergi. Dan Munah terus memendam penyebab yang membuatnya pergi, tak bisa menceritakan hal tersebut kepada siapapun meskipun ia ingin.
"Mun!" Munah terkesiap. Dipandangnya Fira yang tengah menatapnya bingung.
"Pagi-pagi sudah melamun ... ayuk ... berangkat. Aku mau cabut nih," ucap Fira. Munah mengangguk dan tersenyum pada temannya.
"Ok ... ayuk kita berangkat. Kita harus selalu optimis menghadapi hidup, ya. Aku ingin meniru semangatmu yang begitu percaya diri dan berani mengambil resiko apapun. Apapun pilihan hidupmu, aku hsnya ingin ksmu hati-hati." Munah menepuk-nepuk bahu Fira. Keduany tertawa bersama.
Merekapun keluar dari tempat kosnya dan berjalan bersisian melewati gang sempit menuju jalan raya, namun keduanya berpisah, Munah buru-buru memesan ojek online dan meninggalkan Fira yang berjalan menuju perempatan jalan sekitar seratus meter jaraknya dari tempat mereka, dan mobil Dady lelaki tambang uang Fira telah menunggunya di sana.
____________
Munah termangu di sebuah ruang perawatan. Di depannya terbaring lelaki yang masih tak sadarkan diri. Lelaki itu adalah Alga yang secara kebetulan mengalami kecelakaan. Tanpa saudara, tanpa kerabat, tanpa teman, tanpa istri, lelaki itu terbaring sendirian membuat Munah tak tahu apa yang harus ia lakukan terhadapnya.Haruskah ia menghubungi keluarga laki-laki itu? Tapi bagaimana ia bisa menghubunginya? Munah benar-benar merasa begitu bingung.Munah memandangi raut Alga yang terlihat lebam di beberapa bagian. Wajahnya terlihat menyedihkan dan tanpa sadar, perasaan bersalah mulai menjalari hati Munah. Kalau saja ia tak pergi dengan Leo ... teringat akan Bosnya itu Munah bermaksud untuk menghubunginya dan beralasan ia tak enak badan hingga memutuskan untuk pulang diam-diam ... tetapi baru mengambil ponselnya di dalam tas, benda pipih itu bergetar menandakan sebuah pesan masuk ke aplikasi mesenggernya.[Di mana?] Munah membaca kalimat singkat yang ternyata dari Leo tersebut. Mendesah untuk
Hari ini Munah pergi dengan Leo. Perempuan itu menemani Bosnya mengadakan pertemuan bisnis sekaligus makan malam. Ia sudah minta ijin Alga tak bisa memasak untuk lelaki itu, meski terkesan marah pada akhirnya Alga membolehkannya pergi. Sebenarnya Munah merasa tak enak pada lelaki itu, tetapi ia juga sudah terikat perjanjian dengan Leo untuk menjadi kekasih palsunya karena ia sudah menerima uang pemberian dari Bosnya itu.Munah sudah berdandan dengan ayu walaupun hanya memakai riasan yang natural dan memakai gaun yang sederhana, dan Leo sama sekali tak keberatan dengan penampilan Munah saat ini, sesuatu yang membuat perempuan itu bisa bernapas dengan lega.Mereka berdua telah duduk bersisian di sebuah meja yang telah direservasi sebelumnya, makanan yang mereka pesan pun sudah datang, tetapi rekan bisnis Leo belum juga muncul. Munah mendadak menjadi gelisah, seakan ia yang memiliki janji meeting hari ini, sedangkan Leo malah tak terlihat cemas, lelaki itu malah terkesan santai dan cuek
Langkah Munah terhenti membuat Alga heran. Lelaki itu menatap Munah bingung. "Kamu kenapa?" katanya. Munah reflek mencengkeram lengan Alga."Ada apa?" tanya lelaki itu kembali."Kita pergi dari sini saja!" Langkah Munah perlahan mulai mundur. Matanya menatap teras kostnya dengan waspada. Dua orang anak buah Toni yang sembari tadi duduk santai mulai berdiri melihat aksi perempuan yang berjarak hanya beberapa meter di depan mereka. Alga yang mulai memahami situasi karena curiga dengan keberadaan dua lelaki besar di depan teras kostan Munah bergerak cepat menarik lengan istrinya tersebut dan lari menuju mobilnya. Anak buah Toni langsung mengejarnya. Terseok-seok Munah mengimbangi langkah-langkah lebar kaki panjang Alga, dan pada akhirnya mereka bisa mencapai mobil lalu dengan gerak cepat Alga dapat menghidupkannya untuk segera melajukannya agar terhindar dari kejaran anak buah Toni. Terdengar teriakan dan makian dua orang bertubuh besar itu ketika incarannya berhaasil kab
Jam kerja hampir berakhir. Munah terus memikirkan berbagai macam cara untuk menolak secara halus ajakan Leo. Ia tak bisa membayangkan akan bertemu dengan keluarga lelaki itu meski hanya untuk membantunya bersandiwara. Lagi pula ia sudah punya rencana pergi ke tempat kos nya untuk mengambil barang-barangnya. Arrgh ... kepala perempuan itu mendadak begitu pening, ia pun memijit mijitnya berharap semua yang berjejal di otaknya menghilang, tetapi hal itu tak jua berhasil hingga akhirnya ia segera melanjutkan pekerjaannya agar segera selesai meski dengan otak yang begitu penuh.Munah sedang membereskan dapur, mencoba fokus dengan yang ia kerjakan ketika terdengar suara langkah kaki mendekatinya. Kegiatan perempuan itu menjadi terhenti. Ia bisa menduga siapa yang mendatanginya."Ehemm ... pekerjaannya sudah selesai?" Suara yang Munah kenali sebagai milik Leo terdengar begitu lembut. Dugaannya tak meleset, tetapi Munah tak segera berbalik, ia masih membelakangi Bosnya itu. Ma
"Munah ... berhenti ... jangan lari ....!" Teriakan itu menggema menebarkan ketakutan di dada Munah. Perempuan itu terus berlari meski keringat bercucuran membasahi tubuhnya."Munah berhenti!" Suara itu terdengar semakin dekat. Diantara deru napasnya yang memburu, Munah berulangkali menoleh ke belakang tuk memastikan sosok yang mengejarnya sudah jauh. Tetapi sosok tinggi itu semakin dekat, meski tenaganya sudah ia kerahkan sekuat mungkin, nyatanya bukan senakin jauh tetapi sosok itu semakin dekat hingga hanya beberapa langkah saja bisa menyamainya."Jangan dekat-dekat!" seru Munah putus asa."Aku takan menyakitimu.""Orang lain yang akan melakukannya kalau aku tidak pergi.""Berhenti!""Tidak!"Munah terus mempercepat larinya saat sosok itu kian dekat mengejarnya. Wajahnya pucat pasi hingga ia tak lagi memperdulikan keadaan dan ia terjebak di tepi sebuah jurang. Wajahnya menatap batu terjal di bawah ujung jalannya. Otaknya menjadi bun
Alga sedang menyantap masakan yang sudah Munah selesaikan ketika perempuan itu terus menatapnya dalam diam. Mereka duduk berhadapan di meja makan kecil di dekat dapur."Enak ...," komentar Alga. Munah menatap tak percaya karena makanan yang ia sajikan kini adalah sesuatu yang tak selesai ia masak tadi siang. Munah hanya mengolahnya lagi agar tidak menjadi sia-sia."Aku gak bohong. Coba kamu juga mencicipi hasil masakanmu alih-alih hanya terus memperhatikanku seperti itu," ucap Alga lagi dengan tersenyum.Munah masih memicingkan matanya seakan curiga Alga hanya berbohong. Tetapi akhirnya perempuan itu mulai menuruti Alga dengan mengambil sendok dan mulai memasukkan sedikit sup ke dalam mulutnya."Bagaimana? enak kan?"Munah menelan supnya hati-hati dan lelaki di depannya memang tidak berbohong. Supnya enak. Untuk lebih memastikan dirinya sendiri, perempuan itu mengambil jenis makanan lain dan ternyata rasanya sama, teta