Munah mengedarkan pandangan. Ia berada di tempat yang tak ia ketahui. Bangunan kuno dengan cat putih yang kusam menjadi pemandangan di sekelilingnya saat matanya yang tertutup kain hitam di lepaskan oleh orang-orang yang membawanya.
"Ini di mana? kenapa aku di bawa kesini?!" tanya Munah cemas. Dan seringaian dari dua lelaki besar yang membawanya yang menjadi jawaban atas pertanyaannya. Munah diam. Ia tak lagi ingin mengatakan apapun karena yakin takan mendapatkan jawaban yang memuaskan.
Dua lelaki yang membawa Munah, menyeret tubuh perempuan itu dan mendorongnya agar duduk di sebuah sofa lusuh berwarna toska pudar. Dengan tangan yang masih terikat, perempuan itu terus berdoa agar tak terjadi hal-hal buruk yang menimpanya. Kemudian seorang lelaki gendut dengan kepala hampir tanpa rambut yang Munah kenali sebagai 'Dady' nya Fira muncul dari balik pintu tengah. Matanya menyorot tajam, seakan menelanjangi dan menebarkan aroma ketakutan pada dirinya.
"Di mana Fira?" tanya lelaki itu keras tanpa basi-basi. Nyali Munah menciut dan perempuan itu langsung menggeleng.
"Ga mungkin kamu tak tahu keberadaan temanmu itu, dia sahabat dekatmu. Ayo bicara! Aku akan langsung lepaskan kamu begitu kamu katakan yang sebenarnya di mana dia?!" ucap lelaki itu menggelegar.
"Aku benar-benar gak tahu. Aku juga sedang mencarinya," jawab Munah dengan suara bergetar dan nada ketakutan. Ia melihat ke sekeliling ruangan, keadaan di sekitarnya terasa mencekam, tampak beberapa penjaga yang berdiri mengawasi selain dua orang besar yang tadi membawanya ke tempat ini. Dan ia merasa takan bisa lari.
"Joni dan Luca, segera lucuti barang berharga yang ada di tubuh perempuan itu!" perintah 'Dady'. Dua orang yang berada di samping Munah bergegas bergerak menuruti dan melepaskan gelang serta cicin yang di pakai Munah, serta meraba tubuhnya, perempuan itu berontak, tak terima, dan berusaha melawan tapi usahanya sia-sia.
"Hanya ada cincin dan gelang ini yang kelihatannya berharga, Bos. Tak ada apa-apa lagi yang dimiliki perempuan itu," lapor Joni, dan Munah hanya bisa nelangsa kehilangan benda berharga miliknya, matanya berkaca-kaca.
"Jangan ambil perhiasanku, tolong ... aku tak tahu apa yang terjadi, aku tak mengerti kenapa kalian membawaku kesini, dan mengambil barang-barangku ... tolong ... katakan apa sebenarnya kesalahanku ... aku tak mengenal kalian, tolong lepaskan aku ...," ucap Munah parau. Air matanya luruh, perempuan itu terisak untuk beberapa saat.
"Kesalahanmu adalah berteman dengan pencuri, Fira kabur setelah membawa surat-surat apartemenku. Selain itu dia juga membawa kabur uangku sebanyak hampir 3 milyar. Kamu harus membayarnya, dan gelang sama cincinmu aku ambil sebagai cicilan pertama!"
Munah terperangah, tak menyangka. Ia menggeleng cepat. "Ga mungkin Fira melakukan semua itu!" sergahnya menolak percaya.
"Oh, baby, jangan terlalu naif. Nyatanya perempuan itu sudah melakukannya. Tapi aku cukup berbaik hati akan melepaskanmu setelah ini, tapi orang-orangku akan mengawasimu, dan aku akan menagih cicilan kedua kepadamu. Tak peduli bagaimana caramu untuk mendapatkan uang, aku pasti akan membuatmu membayar kerugianku karena sahabatmu! karena kalau kau tak melakukannya, tubuhmu sebagai gantinya ... dengan kecantikan dan kemolekanmu, pasti kamu berharga sangat tinggi!" Dady berlalu pergi meninggalkan getar ketakutan pada Munah. Perempuan itu langsung menggigil karena panik, ia dekap tubuhnya dengan kedua tangannya.
"Kami akan mengawasimu. Sekarang kau boleh pergi!" Joni melepaskan ikatan tangan Munah dan menarik tangan perempuan itu membawanya keluar. Begitu sampai di luar, tubuh perempuan itu di dorong oleh Luca hingga terjerembab ke tanah. Munah meringis menahan perih, air matanya tak juga berhenti mengalir. "Kenapa aku yang harus membayar perbuatan Fira?" gumamnya lemah. Luca terkekeh mendengarnya. " Karena perempuan itu telah menghilang tanpa jejak. Tapi kami masih terus memburunya, sementara kami mencarinya, kamu harus menanggung kerugian Bos Toni," jawab Luca masih terkekeh. Lelaki itu kemudian meninggalkan Munah sendiri.
Masih meringis kesakitan, Munah memeriksa siku nya yang lecet dan sedikit berdarah, apa yang harus dilakukannya sekarang? 3 Milyar yang diambil Fira adalah nominal yang sangat besar. Meskipun mereka telah mengambil cincin pernikahannya dan gelang pemberian Ibu Ela, tapi nilainya belum mencukupi separuh dari uang tersebut. Lalu bagaimana ia bisa mencicilnya?
Maemunah memandang kosong jalanan sekitarnya yang sepi. Dengan kuyu, perempuan itu mencoba bangkit dan berdiri lalu melangkah dengan tertatih. Ia harus pulang dulu dan memikirkan semuanya. Ia raba saku roknya, untung hp nya tak mereka ambil, bergegas perempuan itu memesan ojek untuk bisa pulang ke tempat kos nya.
_____________________Alga tengah memeriksa berkas-berkas di mejanya saat sang Ibu, Ela datang menghampirinya.
"Ibu besok pulang ke Semarang." Setengah merajuk Ela mengerucutkan bibir. Alga mendesah lelah.
"Kenapa sih, Bu," ucapnya masih terus fokus mengerjakan pekerjaan kantor yang di bawanya pulang.
"Kamu selalu mengabaikan Ibu, padahal jauh-jauh Ibu datang dari Semarang ingin menengokmu, tapi anak yang didatangi selalu sibuk. Bagaimana kalau kamu punya istri lagi, bisa mati bosan istrimu dicueki suami kaya kamu." Alga memandang Ibunya, menghentikan kegiatannya, lelaki itu memeluk Ela dengan lembut.
"Aku kan memang sibuk, Bu. Ibu bisa menghubungi kenalan Ibu agar punya teman. Ketemuan seperti tempo hari kek, atau mengunjungi Tante di Pondok Indah, atau jalan-jalan ... atau apalah ... banyak hal yang sebenarnya bisa dilakukan. Jangan menuntutku selalu bisa menemani Ibu karena pekerjaanku sedang padat banget akhir-akhir ini."
"Kenalan Ibu tak bisa dihubungi, entahlah ... hp nya gak aktif. Andai Ibu punya cucu ... sepertinya itu akan lama terwujud ...." Ela meninggalkan Alga. Dan lelaki itu hanya terdiam mendengar ucapan Ibunya. Cucu? Cucu darinya kah? batin Alga, dan lelaki itupun melenguh. Tanpa sadar bolpoin yang ada di tangannya ia ketuk- ketukan ke meja. Dan hatinya seolah tercubit. Lalu otaknya tiba-tiba dipenuhi oleh bayangan Maemunah, istrinya. Mungkinkah ia dan perempuan itu akan kembali bersama dan menjalani pernikahan normal hingga memiliki anak-anak lucu yang akan mewarnai kehidupannya saat ia bisa menemukan perempuan itu? Ataukah Munah akan memilih mengakhiri pernikahan mereka dan melegalkannya agar menjadi sah baik secara hukum dan agama? Entahlah ... membayangkan hal itu kepalanya menjadi pusing, lalu apa gunanya ia menunggu dan mencari Munah selama ini jika itu yang terjadi?
Teringat Leo, Bos tempat Munah bekerja, lelaki itu mengambil ponselnya, dan menggulirnya perlahan mencari kontak lelaki itu. Alga tampak menimbang-nimbang sebentar sebelum akhirnya menghubunginya.
[Hallo ... ] suara di seberang langsung menyahut pada dering pertama saat Alga menekan tombol panggil.
[Hallo ... ini Alga ... maaf kalau malam-malam mengganggu]
[Owh, pacar Hani ya? tenang saja, bro. Lagi nyantai ko. Ada apa? Hani bilang kamu tertarik dengan bisnis kuliner ya?]
[Yah, bisa dibilang begitu, bisakah kita ketemu besok? agar leluasa untuk membicarakannya?] tanya Alga.
[Tentu, melihat respon dan antusiasme masyarakat yang sangat besar, aku memang berencana membuka beberapa cabang, dan aku butuh banyak investor, kita meeting di Resto ku ya, jam 10 pagi besok?] ucap Leo di seberang.
[Oke. Sampai ketemu pagi besok ya.] jawab Alga sembari tersenyum. Ia menekan tombol merah tuk mengakhiri panggilannya. Ia pun membayangkan akan bertemu dengan Munah besok, kenapa rasanya sangat bahagia ya?
Munah termangu di sebuah ruang perawatan. Di depannya terbaring lelaki yang masih tak sadarkan diri. Lelaki itu adalah Alga yang secara kebetulan mengalami kecelakaan. Tanpa saudara, tanpa kerabat, tanpa teman, tanpa istri, lelaki itu terbaring sendirian membuat Munah tak tahu apa yang harus ia lakukan terhadapnya.Haruskah ia menghubungi keluarga laki-laki itu? Tapi bagaimana ia bisa menghubunginya? Munah benar-benar merasa begitu bingung.Munah memandangi raut Alga yang terlihat lebam di beberapa bagian. Wajahnya terlihat menyedihkan dan tanpa sadar, perasaan bersalah mulai menjalari hati Munah. Kalau saja ia tak pergi dengan Leo ... teringat akan Bosnya itu Munah bermaksud untuk menghubunginya dan beralasan ia tak enak badan hingga memutuskan untuk pulang diam-diam ... tetapi baru mengambil ponselnya di dalam tas, benda pipih itu bergetar menandakan sebuah pesan masuk ke aplikasi mesenggernya.[Di mana?] Munah membaca kalimat singkat yang ternyata dari Leo tersebut. Mendesah untuk
Hari ini Munah pergi dengan Leo. Perempuan itu menemani Bosnya mengadakan pertemuan bisnis sekaligus makan malam. Ia sudah minta ijin Alga tak bisa memasak untuk lelaki itu, meski terkesan marah pada akhirnya Alga membolehkannya pergi. Sebenarnya Munah merasa tak enak pada lelaki itu, tetapi ia juga sudah terikat perjanjian dengan Leo untuk menjadi kekasih palsunya karena ia sudah menerima uang pemberian dari Bosnya itu.Munah sudah berdandan dengan ayu walaupun hanya memakai riasan yang natural dan memakai gaun yang sederhana, dan Leo sama sekali tak keberatan dengan penampilan Munah saat ini, sesuatu yang membuat perempuan itu bisa bernapas dengan lega.Mereka berdua telah duduk bersisian di sebuah meja yang telah direservasi sebelumnya, makanan yang mereka pesan pun sudah datang, tetapi rekan bisnis Leo belum juga muncul. Munah mendadak menjadi gelisah, seakan ia yang memiliki janji meeting hari ini, sedangkan Leo malah tak terlihat cemas, lelaki itu malah terkesan santai dan cuek
Langkah Munah terhenti membuat Alga heran. Lelaki itu menatap Munah bingung. "Kamu kenapa?" katanya. Munah reflek mencengkeram lengan Alga."Ada apa?" tanya lelaki itu kembali."Kita pergi dari sini saja!" Langkah Munah perlahan mulai mundur. Matanya menatap teras kostnya dengan waspada. Dua orang anak buah Toni yang sembari tadi duduk santai mulai berdiri melihat aksi perempuan yang berjarak hanya beberapa meter di depan mereka. Alga yang mulai memahami situasi karena curiga dengan keberadaan dua lelaki besar di depan teras kostan Munah bergerak cepat menarik lengan istrinya tersebut dan lari menuju mobilnya. Anak buah Toni langsung mengejarnya. Terseok-seok Munah mengimbangi langkah-langkah lebar kaki panjang Alga, dan pada akhirnya mereka bisa mencapai mobil lalu dengan gerak cepat Alga dapat menghidupkannya untuk segera melajukannya agar terhindar dari kejaran anak buah Toni. Terdengar teriakan dan makian dua orang bertubuh besar itu ketika incarannya berhaasil kab
Jam kerja hampir berakhir. Munah terus memikirkan berbagai macam cara untuk menolak secara halus ajakan Leo. Ia tak bisa membayangkan akan bertemu dengan keluarga lelaki itu meski hanya untuk membantunya bersandiwara. Lagi pula ia sudah punya rencana pergi ke tempat kos nya untuk mengambil barang-barangnya. Arrgh ... kepala perempuan itu mendadak begitu pening, ia pun memijit mijitnya berharap semua yang berjejal di otaknya menghilang, tetapi hal itu tak jua berhasil hingga akhirnya ia segera melanjutkan pekerjaannya agar segera selesai meski dengan otak yang begitu penuh.Munah sedang membereskan dapur, mencoba fokus dengan yang ia kerjakan ketika terdengar suara langkah kaki mendekatinya. Kegiatan perempuan itu menjadi terhenti. Ia bisa menduga siapa yang mendatanginya."Ehemm ... pekerjaannya sudah selesai?" Suara yang Munah kenali sebagai milik Leo terdengar begitu lembut. Dugaannya tak meleset, tetapi Munah tak segera berbalik, ia masih membelakangi Bosnya itu. Ma
"Munah ... berhenti ... jangan lari ....!" Teriakan itu menggema menebarkan ketakutan di dada Munah. Perempuan itu terus berlari meski keringat bercucuran membasahi tubuhnya."Munah berhenti!" Suara itu terdengar semakin dekat. Diantara deru napasnya yang memburu, Munah berulangkali menoleh ke belakang tuk memastikan sosok yang mengejarnya sudah jauh. Tetapi sosok tinggi itu semakin dekat, meski tenaganya sudah ia kerahkan sekuat mungkin, nyatanya bukan senakin jauh tetapi sosok itu semakin dekat hingga hanya beberapa langkah saja bisa menyamainya."Jangan dekat-dekat!" seru Munah putus asa."Aku takan menyakitimu.""Orang lain yang akan melakukannya kalau aku tidak pergi.""Berhenti!""Tidak!"Munah terus mempercepat larinya saat sosok itu kian dekat mengejarnya. Wajahnya pucat pasi hingga ia tak lagi memperdulikan keadaan dan ia terjebak di tepi sebuah jurang. Wajahnya menatap batu terjal di bawah ujung jalannya. Otaknya menjadi bun
Alga sedang menyantap masakan yang sudah Munah selesaikan ketika perempuan itu terus menatapnya dalam diam. Mereka duduk berhadapan di meja makan kecil di dekat dapur."Enak ...," komentar Alga. Munah menatap tak percaya karena makanan yang ia sajikan kini adalah sesuatu yang tak selesai ia masak tadi siang. Munah hanya mengolahnya lagi agar tidak menjadi sia-sia."Aku gak bohong. Coba kamu juga mencicipi hasil masakanmu alih-alih hanya terus memperhatikanku seperti itu," ucap Alga lagi dengan tersenyum.Munah masih memicingkan matanya seakan curiga Alga hanya berbohong. Tetapi akhirnya perempuan itu mulai menuruti Alga dengan mengambil sendok dan mulai memasukkan sedikit sup ke dalam mulutnya."Bagaimana? enak kan?"Munah menelan supnya hati-hati dan lelaki di depannya memang tidak berbohong. Supnya enak. Untuk lebih memastikan dirinya sendiri, perempuan itu mengambil jenis makanan lain dan ternyata rasanya sama, teta