Di kantor.
"Jadi semalam kau bertemu Rossa."William menutup sebuah buku yang sedang ia baca, kemudian meraih secangkir teh yang telah dibuatkan oleh sekretarisnya beberapa saat yang lalu. Sementara Gamma sedang duduk di hadapannya hanya menganggukkan kepalanya sebagai respon, ia juga sedang memegang sebuah cangkir berisi teh hangat yang sama. Lelaki itu sedang berkunjung ke ruangan William membahas beberapa laporan yang telah ia pelajari pagi tadi."Lalu masalahnya dimana?" tanya William kembali."Banyak!" jawab Gamma setelah mendecakkan bibirnya.Lelaki berkemeja abu-abu itu segera menautkan kedua alisnya saat tak mengerti apa yang dimaksud banyak masalah oleh sang kakak. Semalam lelaki itu pergi ke pesta, tetapi mereka pulang begitu cepat dengan alasan Serra mual dan muntah karena banyak wine ketika ditanya oleh Romana.Tetapi hari ini Gamma mengutarakan kalimat yang berbeda. Pria berusia kepala tiga itu memang bercerita tentaMenjadi istri dari seorang pebisnis terkenal adalah impian bagi banyak wanita. Sebab, mereka tidak perlu repot-repot membanting tulang dan menghabiskan tenaga untuk bekerja. Tidak perlu memikirkan bagaimana makan di hari esok, hanya diam di rumah, shopping, dan menghabiskan jatah bulanan yang telah diberikan oleh suami. Menjadi istri Gamma, misalnya.Siapa perempuan yang tidak ingin hidup berkecukupan dan bergelimangan harta seperti itu? Semua orang pasti menjawab mau. Begitu juga dengan Serra. Akan tetapi perempuan yang sedang berbadan dua itu tidak setuju jika diminta di rumah saja dan berfoya-foya menghabiskan uang. Itu bukan budayanya. Ia tidak suka.Kebiasaan bekerja yang telah ia lakukan bertahun-tahun membuat tubuhnya tak bisa untuk diam begitu saja.Walaupun Gamma sudah memberikan materi yang sepuluh kali lipat dari gajinya saat bekerja dahulu, Serra tak berminat menghambur-hamburkan uang itu. Rasanya sayang, jika digunakan tak sesuai dengan kebutuhan.Pada tengah hari yang t
Pekikan itu spontan lolos dari bibir Romana karena Lagi-lagi perempuan paruh baya itu memergoki putra dan menantunya sedang memadu cinta di dalam rumah ini. Tidak masalah sebenarnya jika mereka ingin berbuat apa. Hanya saja mengapa harus di ruangan yang terbuka seperti ruang tengah ini? Untung saja sekarang Romana dan William yang memergoki mereka. Bagaimana bila tiba-tiba ada tamu atau orang asing yang masuk ke dalam rumah ini? Tentu akan berbeda cerita jika sepwrti itu masalahnya.Sementara sepasang suami istri yang sedang terbalut gairah panas itu seketika melepaskan pagutan. Serra melipat bibirnya, dan menundukkan kepala sedangkan Gamma memejamkan matanya melebur gelora yang sempat membara.Sekonyong-konyong api yang membara itu padam begitu saja. Hilang entah kemana membuat kedua insan itu tak selera. Bahkan Serra reflek turun dari pangkuan Gamma, suaminya."Maaf, sayang, ibu mengganggu aktivitas kalian!" ujar Romana seraya menampilkan barisan giginya yang putih. Perempuan berum
"Maaf, Serra, aku tidak tahu kalau kau menyukainya. Biar aku saja yang menggantinya," ujar William lembut, namun hanya gelengan kepala yang menjawab rayuan itu.Walau William susah mengaku bahwa dirinya yang telah menghabiskan Almond tuiles dalam toples itu, dan mengatakan ingin menggantinya, Serra tetap saja merajuk kepada Gamma. Perempuan itu merengek meminta dibelikan lagi cookies tipis yang renyah itu sekarang juga.Ya, sekarang juga, bukan nanti apalagi besuk!Tidak mengapa, uang Gamma bahkan bisa membeli makanan itu sebanyak apapun. Yang menjadi masalah adalah ia sudah mengontek beberapa toko kue tetap saja mereka tidak menyediakan stok membuat Gamma prustasi.Lalu, Romana juga sudah merayu Serra agar makanan itu ia saja yang membuatnya tetapi Serra tidak mau membuat Gamma embali memijit kepala. Niat hati pulang siang ingin beristirahat, tetapi istrinya justru membuatnya semakin lelah.Kini lelaki itu berjongkok di hadapan Serra yang sedang duduk di pinggir Sofa, menggenggam ta
"Apaka katamu?"Kedua pupil Gamma melebar sempurna begitu menangkap nama Bian di rungunya. Lelaki itu segera menautkan kedua alis tebalnya dan selanjutnya menatap tajam ke arah Serra. Pria itu menanti penjelasan, mengapa istrinya tiba-tiba menginginkan Bian membuat sebuah Almond tuiles untuknya.Apakah tidak ada orang lain selain pria bertato naga itu? Oh, ayolah! Gamma bahkan bisa membayar chef terkenal sekalipun sekarang juga, jika itu perlu! Karena mengundang Bian sama saja mencari perkara.Dan saat ini, Gamma tak ingin berjumpa dengannya. Sejak awal kehadirannya, Gamma tidak suka dengan Bian. Sikapnya yang berlebihan dan melewati batas membuat Gamma antipati dengan lelaki yang memiliki hobi memasak itu. Bahkan beberapa kali sempat membuat Gamma dan Serra bertengkar cukup hebat hanya karena salah paham. "Jangan berpura-pura tuli, Gamma. Aku sudah menyebutnya dengan jelas. Aku ingin Bian yang memasak almond tuiles itu untukku. Bian. B-I-A-N!" jawab perempuan itu dengan memberikan p
"Ada apa, Will?" tanya Gamma seraya mengerutkan kedua sudut matanya. Dalam hati lelaki itu menerka-nerka apa yang terjadi sehingga raut wajah sang adik terlihat begitu tegang. Setahunya saat ia kembali dari kantor tadi tidak ada masalah pada perusahaannya.Begitu juga dengan Serra dan Romana, kedua wanita itu menekuk dahi seraya menatap William dengan penuh tanda tanya besar. Apa yang terjadi? Mengapa William tiba-tiba Gamma untuk segera pergi?"Pokoknya kau harus ikut aku, sekarang!" ujar William seraya menyambar sebuah kunci mobil yang sempat ia letakkan di meja. Lelaki itu kemudian hendak melangkah tetapi ditahan oleh Romana. Perempuan berumur itu berdiri sersya mencekal lengan William yang masih terbalut dengan kemeja kerjanya."Tunggu dulu, Nak. Ini ada apa? Coba kau jelaskan dulu. Jangan panik seperti ini, ibu bingung, Son!" "Bu. I'm so sorry. But, it's Urgent! We don't have time to explain," kata lelaki itu seraya melepas lengan Romana. Kemudian menolehkan pandangannya kepada G
Gamma dan William melangkahkan kaki lebar-lebar menyusuri sebuah lorong penghubung antar bangsal. William sibuk menelpon Madam Lily karena sejak tadi perempuan itu tak mengangkatnya. Sementara Gamma yang lupa membawa ponsel hanya berjalan seraya mengedarkan pandangan ke sekeliling, kedua netranya memindai nama-nama bangsal yang tertera pada sign boardnya. Kedua lelaki itu sebenarnya sudah mengunjungi bangsal tempat Rena dirawat, sayangnya ketika mereka menuju ke sana tidak orang satupun, brankar yang digunakan perempuan itu pun menghilang. Dan itu berhasil membuat mereka panik. Bertanya-tanya dalam hati tanpa bisa menemukan jawabannya sendiri. Lalu memutuskan mencari di semua lorong pada lantai atas barang kali mereka ada di sana."Sudah di jawab?" tanya Gamma kepada William ketika mereka berhenti di depan sebuah farmasi.William hanya menggeleng, lalu menatap Gamma dengan cemas. "Belum ada jawaban. Kemana juga si tua itu, argh!""Apa mungkin mereka tindakan?" tebak Gamma yang seben
Bibir Gamma mendadak kaku.Laki-laki itu tidak tahu harus menjawab bagaimana. Janji adalah hal berat yang harus ia pertanggung jawabkan, tidak boleh diingkari, harus ditepati. Meski sebenarnya janji yang diminta Rena bukanlah hal yang muluk-muluk, tetapi tidak semudah itu untuk dilakukan. Berada di samping Serra selamanya adalah hal yang belum bisa Gamma pastikan. Bagaimana bisa ia berjanji? Sedangkan hatinya sendiri masih tidak mengerti, apakah cinta, ataukah hanya perasaan sesaat saja? Sementara dalam kepalanya sendiri logikanya berjalan tanpa arah. Tidak sejalan dengan perasannya sendiri."Kakak belum bisa, ya?" tanya Rena setelah beberapa saat menunggu namun Gamma tak memberikan jawaban apa-apa. Sementara Gamma kini menghela napas pelan. "Rena .... Aku minta maaf, tapi aku belum bisa berjanji apapun," jawab Gamma dengan jujur. Ia tidak mau memberikan harapan palsu, apalagi berkata bohong hanya karena membahagiakan Rena saat ini.Tangan perempuan itu tu
Serra merasa gelisah malam ini. Ia sudah mencoba untuk memejamkan mata akan tetapi ada perasaan cemas yang mengusiknya. Hatinya saat ini merasa tidak tenang. Sudah pukul sebelas malam sejak Gamma dan William meninggalkan rumah. Namun, kedua pria dewasa itu belum juga kembali. Entah kemana mereka, juga ada yang terjadi dengan mereka, Serra hanya bisa menerka-nerka.Sejak tadi tubuh mungilnya itu hanya terbaring di atas ranjang. Sudah berbagai posisi ia coba untuk mencari posisi nyaman, sayangnya gelisah itu masih saja menganggunya.Dimana Gamma saat ini?Beberapa detik kemudian terdengar suara gagang pintu ditekan. Serra menoleh ke arah sumber suara ternyata Gamma sudah kembali. "Gamma?" sapanya kemudian ia bangkit dari tidurnya. Serra duduk bersila di atas kasur. Dahi perempuan itu mengernyit ketika mendapati hal berbeda pada suaminya. Gamma terlihat lemas dan pucat. Lalu ada sebuah pad kecil berwarna putih yang menempel di lengan kiri pria itu."Kenapa kau belum tidur?" tanya Ga