Aku berusaha memejamkan mataku, tetapi semakin aku memejamkan mataku semakin hilang rasa kantukku. Sesaat aku membayangkan Dina yang mungkin saat ini sedang menikmati dirinya sendiri. Belum sempat khayalanku tentang dirinya berlanjut, tiba-tiba ponselku bergetar. Aku lihat Dina mengirimkan pesan untukku.
"Mas, kalau Ajeng telah tertidur...bisa aku vidio call?"
Itu isi dari pesan yang aku baca. Lalu aku pun membalasnya dan langsung memakai earphoneku setelah membalas pesannya. Dan benar saja Dina langsung Melakukan panggilan vidio call padaku. Aku langsung pergi dari kamarku menuju ruang tamu, karena jarak antara kamarku dan ruang tamu cukup lumayan.
Lalu kami pun melakukan vidio call.
“Mas...aku kangen,” ucap Dina dalam sambungan ponsel vidio call.
Aku melihat jelas saat ini dia mengunakan baju tidur berwarna merah tipis tanpa mengunakan bra dan kata kangen yang ia katakan sudah dapat ku tafsirkan maksudnya.
“Mas...aku ingin melakukan
Hari ini kehamilan ku memasuki usia tujuh bulan. Seperti tradisi yang di biasa dilakukan beberapa masyarakat di kampungku, kalau hari ini aku akan melakukan selamatan atas tujuh bulan kehamilan diriku dan aku sudah meminta paman, bibiku untuk ke rumahku sebagai perwakilan dari kedua orang tuaku yang lama sudah tiada. Segala persiapan telah dilakukan. Acara siraman serta doa akan dipimpin dari wakil orangtua Ajeng. Untuk acara tujuh bulanan ini, kemarin Bram sudah membujuk ibundanya untuk datang pada acara tujuh bulanan kehamilan Ajeng. Menurut Bram ibundanya akan datang, karena hatinya telah luluh ketika ayahnya Bram juga membujuk ibundanya untuk hadir dalam acara tujuh bulanan cucu pertamanya. Tetangga di lingkungan rumah mereka pun telah di undang. Dan untuk konsumsi makanan mereka mengunakan jasa catering. Beberapa saat kemudian, sebuah mobil masuk ke parkir rumah Bram. Dan itu adalah ibunda Bram yang dari awal sedang ditunggu oleh wakil dari orang tua
Sejak kepulangan aku bersama ibunda yang telah menghadiri acara tujuh bulanan Ajeng, membuat Dina menjadi uring-uringan sejak kemarin malam. Aku mengerti sepertinya dia cemburu karena saat ini cinta ibunda telah terbagi untuk Ajeng dan itu penyebab dari dirinya yang uring-uringan dari semalam.Seperti kejadian kemarin malam ketika baru saja aku masuk ke kamar. “Mas Bram, aku ingin cepat hamil...,” ucap Dina merajuk pada diriku ketika baru saja aku memasuki kamar kami. Aku sangat memaklumi kondisinya saat ini. Dina telah mengikuti serangkaian pemeriksaan Dokter yang menyatakan kista didalam rahimnya telah hilang, dan sampai saat ini ia masih meminum obat penyubur yang diberikan oleh Dokter. “Kitakan sudah berusaha sayang jadi kamu harus lebih bersabar,” ucapku sambil memeluk dirinya. “Mas, aku ingin hari ini kita melakukannya berkali-kali agar cairan itu bisa membuahkan hasil,” ucap Dina dengan meraba alat vitalku. Kami pun akhirnya mela
Setelah Bram dan bunda pulang ke rumahnya, Aku kini sedang termenung dalam kesendirianku. Bram yang seharusnya saat ini bersama ku, akhirnya kini bersama Dina. Dikarenakan janji Bram padanya dan aku pun mengalah untuk hal ini, Juga sudah beberapa hari Bram menemani aku pada acara kemarin dan hari ini makan malam yang sungguh membahagiakan untuk diriku. “Belum tidur Jeng?” tanya bibi menghampiri diriku yang saat ini sedang rebahan di tempat tidur. “Belum bi, sini bi kita cerita-cerita,” jawabku sambil mengajak bibi beranjak ke tempat tidurku. Kami pun akhirnya bercerita banyak hal. Terutama wejangan bibi tentang bagaimana cara merawat bayi ketika baru lahir. Dan menurut bibi yang perlu diperhatikan adalah ketika kita merasakan fase baby Blues dimana kita mengalami fase yang tiba-tiba sedih, takut atapun perasaan tidak nyaman dengan diri kita sendiri. Aku mendengar perkataan bibi dengan seksama, karena bagiku bibi adalah penganti ibuku yang tela
Setelah aku melihat vidio yang telah dikirimkan Dina kepada Ajeng, rasanya darahku mendidih dan tidak bisa menahan amarahku padanya. Aku yang kala itu sedang duduk santai menonton televisi di ruang keluarga...berteriak keras memanggil namanya. “Dina...!!!!,” teriakku memanggil namanya.Ibunda yang saat itu ada di ruang keluarga bersamaku sangat terkejut dengan kemarahanku yang tiba-tiba dan sangat keras. Bahkan asisten rumah tangga kami pun sampai berlari kearah suaraku. Aku lihat Dina pun secepatnya berlari kearah ku. “Ada apa mas koq teriak-teriak seperti ini?” tanya Dina bingung melihat aku marah demikian kerasnya. “Ada apa lagi Bram?” tanya bunda melihat kearahku. “Mana ponsel mu!” ucapku pada Dina menahan amarah tanpa mendengarkan ucapan bunda. Dina dengan tenang dan tidak merasa ada masalah langsung menyerahkan ponselnya padaku, dan aku yang masih emosi langsung mencoba melihat di galery atas vidio yang telah dikirim Dina dari
Selama tujuh hari Dina berada di rumah almarhum mamanya bersama Dini adiknya. Mereka kini tinggal berdua karena, ayah mereka telah menikah dengan wanita lain. Aku yang saat itu ikut mengantar jenasah hanyut kedalam kesedihan pula, karena aku melihat mereka seakan-akan sudah tidak punya siapapun. Sewaktu aku dan ibunda berada disana untuk mengantar jenasah, aku melihat Dina dalam kondisi yang sangat terpukul dengan kepergian mamanya, ia bolak-balik pingsan karena tidak bisa menerima kenyataan pahit itu. Bagi Dina orang yang selama ini mengasihinya hanyalah mamanya. Tadi pagi ibunda menghubungi Dini adik dari Dina, dan Dini mengatakan kalau hari ini Dina akan pulang ke rumah bunda. Saat ini kami sedang menunggu kedatangannya, dan untuk keputusanku yang akan menceraikan dirinya belum pernah aku pikirkan kembali sejak kejadian tujuh hari lalu. Ajeng pun telah aku beritahukan masalah itu dan bagi Ajeng itu bukan masalah buat dirinya karena semua keputusan diserahk
Malam ini hasratku akhirnya tersampaikan. Dari kemarin kepalaku terasa sakit sekali tetapi setelah hasrat itu telah ku keluarkan, aku merasa sakit kepalaku sudah lebih membaik. Aku sempat berpikir, apakah memang ada hubungannya dengan hasratku yang tidak tersalurkan dengan sakit kepala yang aku rasakan. Aku masih memeluk Dina sejak keluarnya cairan nikmatku yang tertunda, saat ini aku merasa Dina lebih santai dan tidak terlihat seperti hari-hari lalu ketika kami sama-sama meraih kenikmatan bersama. “Mas, aku ingin membersihkan diri,” ucap Dina sambil melepaskan diri dari pelukanku berjalan kekamar mandi tanpa busana. Setelah selesai, ia lalu beranjak ke tempat tidur kami dan memakai baju tidurnya kembali. “Din, aku ingin kamu tidur tanpa mengunakan baju tidurmu” bisikku pada telinganya, ketika beranjak keatas tempat tidur kami. Lalu aku pun kekamar mandi untuk membersihkan diri, setelah itu aku merasa air yang aku gunakan untuk membersihkan di
Seperti biasa, setiap pagi aku menyiram tanaman dan memetik beberapa tanaman yang harus di panen. Sedangkan bibi saat ini berada di dapur dan paman serta ayahnya Bram sedang berolah raga di lapangan yang berada dialun-alun. Atas permintaanku mas Bram tidak ke rumah, dan ini sudah dua hari ia tidak ke rumah. Bagiku wajar saja karena saat ini Dina sedang berduka karena harus kehilangan mamanya, jadi sudah pasti mas Bram harus bisa menghibur dirinya. “Bu Bram, lagi panen lagi ya,” tanya tetanggaku ibu Tuti sembari menghampiri diriku. “Iya Ibu ada beberapa yang harus di panen, nanti ibu ambil saja sayurannya lumayan bisa ibu masak nanti,” ucapku yang sedang memanen daun selada. “Aduh terima kasih banyak ibu Bram,” ucap ibu Tuti. “Bu Bram maaf, masalah sama suaminya yang waktu itu sudah selesai?” tanya ibu Tuti lagi. Memang kala itu ketika melewati masa sulitnya ada beberapa tetangganya seperti ibu Tuti dan ada dua orang ibu-ibu di lingkung
Aku sampai ke rumah Ajeng ketika sore hari dan aku langsung menemui ayah dan bunda, setelah bertemu dengan mereka aku langsung memeluk mereka berdua. Inilah momen terindah dalam hidupku, karena setelah tiga puluh satu tahun aku akan merasakan hidup bersama kedua orang tuaku. “Bram, ayah minta maaf karena baru sekarang semua harapanmu ayah wujudkan,” ucap ayahku dengan memeluk diriku. Aku sangat ingat sewaktu mereka berpisah, ayah setiap hari selalu mengunjungi diriku disekolah. Dan pada saat ulang tahunku yang ke sepuluh ayah pernah berjanji akan ke rumah dan berkumpul kembali. Tetapi setiap ulang tahun telah berlalu tidak pernah sekalipun ayah kembali hingga pada saat aku telah bersekolah di sekolah menengah pertama baru aku memahami arti perpisahan yang terjadi antara ayah dan bundaku. Begitu pun dengan ibunda yang selalu memberikan harapan pada diriku, kalau suatu saat ayahku akan kembali dan itu terus ibunda ucapkan hingga aku menduduk