Share

Bab 10 Melakukan Apa yang Harus Dilakukan Pasangan

Dirga meninggalkan rumah setelah pamitan pada orang tuanya.

Dalam waktu satu jam, dia sudah berada di luar kamar Zira.

Aisa berdiri di luar pintu. Raut wajah Aisa sangat tidak karuan, alhasil Dirga pun khawatir dan buru-buru bertanya, "Apa yang terjadi pada Zizi?"

Mendengar Dirga menyapa Zira dengan begitu intim, Aisa sangat kesal dalam hatinya.

Namun, dia tidak berani tidak menghormati Dirga karena teringat perintah Zira sebelumnya kepadanya. Aisa pun segera melangkah maju untuk menemui Dirga dan berkata, "Hari ini, aku dan Nona sedang meninggalkan rumah sakit, Nona menerima sebuah telepon. Kemudian, suasana hati Nona pun menjadi buruk."

"Dihibur bagaimanapun nggak bisa. Karena kamu sudah datang, kamu hibur Nona sana. Di hatinya saat ini hanya ada kamu, kamu jangan sampai mengecewakan dia, jangan kecewakan aku."

"Aku mohon padamu!"

Aisa hampir menangis, meskipun dia adalah bawahan Zira, Zira selalu memperlakukannya seperti adiknya sendiri.

"Oke, serahkan padaku, kamu istirahat saja sana."

Setelah menyuruh Aisa pergi, Dirga mengetuk pintu kamar Zira. Membentuk kembali sistem meridian tubuh Zira itu rumit, banyak ramuan yang belum ditemukan Dirga.

Sedangkan seluruh proses pengobatannya pun akan sangat lama, dia awalnya berniat untuk tinggal di rumah bersama ibu dan ayahnya, kemudian baru mengobati Zira.

Namun, setelah melihat kondisi Zira, dia memutuskan untuk segera mulai menyembuhkannya.

Zira terlihat sangat pucat.

"Dirga, kamu sudah datang. Kemarilah duduk di sini."

Melihat Dirga masuk, Zira langsung merasa seperti orang yang berbeda, kesedihan di wajahnya tiba-tiba menghilang. Dengan nada lembut tapi dengan nada heran, dia menepuk sisi tempat tidur dan memberi isyarat agar Dirga duduk.

Dirga tidak berani ragu-ragu. Dia langsung duduk di samping Zira, meraih tangannya dengan sigap dan meletakkannya di pangkuannya, lalu memeriksa denyut nadinya.

Segera setelah itu, Dirga berkata dengan penuh kasih sayang dan juga kesal, "Zizi, bukankah aku sudah berpesan kepadamu untuk tetap tenang, jangan pernah marah atau kesal?"

"Kenapa kamu nggak nurut? Napasmu masih belum stabil, sampai sudah berpengaruh ke sistem meridian tubuhmu!"

"Berbaringlah, aku akan menusukkan jarum, aku harus membuat ulang sistem meridian tubuh untukmu besok!"

Dirga berkata sambil perlahan menekan tubuh ramping Zira untuk membaringkannya, tetapi Zira malah langsung berbaring di pelukannya.

"Kamu memanggilku Zizi? Aku suka sekali, panggil lagi!"

"Panggil kepalamu, cepat berbaring!"

Nada bicara Dirga sangat tegas, tapi dia tidak menyangka Zira akan berdiri dari pelukannya. Zira menarik piamanya lalu berbaring di atas tubuh Dirga.

"Dirga, aku akan kembali ke Departemen Perang. Aku buru-buru. Tapi kamu tenang saja, aku akan segera kembali. Sekarang kita berdua punya hampir satu jam untuk melakukan apa yang seharusnya dilakukan sejak lama!"

Zira bangkit, lalu langsung menekan Dirga ke tempat tidur. Tubuhnya yang indah tersaji di depan mata Dirga, hingga membuatnya pusing sejenak.

"Zizi, kamu mau kembali ke Departemen Perang? Kondisi tubuhmu masih seperti ini dan kamu mau kembali, apa kamu nggak takut mati."

"Kamu adalah pasienku sekarang, aku nggak akan membiarkanmu lepas dari pandanganku "

"Berbaringlah. Aku akan menusukkan jarum untuk menstabilkan napasmu. Besok, aku akan menyiapkan semua ramuan yang diperlukan secepat mungkin. Cedera dalammu nggak bisa ditunda lagi!"

Dirga tentu saja ingin menghabiskan malam bersama, tetapi dia tidak bisa. Dia segera mengambil baju tidur dan menutupi tubuh Zira, bersiap untuk menusukkan jarum.

Namun, Zira berkata kepadanya dengan wajah manis, "Dirga, terima kasih. Aku yang paling paham dengan kondisiku sendiri. Aku akan mengobatinya ketika pulang nanti. Aku percaya, jarum yang kamu tusukkan sekarang nggak akan membuatku mati di Departemen Perang!"

Zira berkata dengan tegas dan Dirga berhenti bersikeras. Dirga segera mulai menusukkan jarum padanya untuk menstabilkan napas di tubuhnya.

Dalam waktu kurang dari setengah jam, proses menusukkan jarum selesai.

Zira duduk dari tempat tidur, memegang wajah Dirga dan dengan lembut berkata, "Tunggu aku pulang."

Setelah itu, dia bangun dari tempat tidur. Seluruh dirinya sepenuhnya pulih dan kembali menjadi Dewi Perang Bintang Tujuh!

"Apa kamu yakin mau pergi?"

Dirga tiba-tiba sedikit enggan karena hanya memiliki waktu bersama yang singkat. Saat ini, Dirga sadar bahwa posisi Zira di hatinya tidak bisa tergantikan.

"Jangan khawatir, aku akan segera pulang. Ini perintah dari Komandan Departemen Perang. Aku harus mematuhinya!"

Melihat pandangan Dirga yang khawatir dan enggan, Zira menjelaskan, "Jangan khawatir, Komandan bukan mengirimku ke medan perang lagi!"

"Oke, tapi kamu harus nurut, jangan marah, jangan emosi!"

"Aku akan menunggumu pulang, nggak peduli berapa lama pun itu!"

Setelah itu, Dirga membuka pintu dan memanggil Aisa untuk memberitahukan sesuatu. Segera saja, Zira dan Aisa pergi. Begitu naik mobil, Aisa dengan tidak sabar bertanya, "Jenderal, kenapa Komandan Darsa buru-buru sekali memanggil Jenderal? Apa ada perang di Negara Sutara?"

"Kamu terlalu banyak berpikir. Dalam pertempuran itu, kita sudah mengalahkan Negara Sutara. Mereka nggak akan pulih dalam 35 tahun!"

"Kali ini, Komandan Darsa memanggilku kembali utamanya agar aku dirawat oleh Dokter Ajaib Sean. Tapi, aku sudah punya Dirga sekarang. Aku percaya Dirga bisa menyembuhkan cedera dalamku. Kali ini aku kembali karena aku meminta Komandan Darsa untuk menyerahkan rencana petarung super kepadaku untuk dilaksanakan!"

"Rencana petarung super? Jenderal, kondisi tubuh Jenderal ...."

"Apa Jenderal begitu memercayai Pak Dirga?"

Aisa kaget dan antusias, tapi lebih mengkhawatirkan tubuh Zira.

"Jangan khawatir, aku sangat yakin pada Dirga, aku bermaksud merekomendasikannya kepada Komandan Darsa! Dia adalah seorang dokter, seorang dokter ajaib yang sangat terampil. Rencana petarung super membutuhkan seorang genius seperti dia!"

"Aku yakin, nggak butuh waktu lama, namanya akan terkenal di Departemen Perang!"

"Fokus mengemudi sana. Dirga sudah mengobatiku dengan akupunktur. Aku nggak akan mati!"

Keputusan Zira diputuskan hanya setelah menerima telepon dari Komandan Darsa. Dia harus melakukan yang terbaik untuk membantu Dirga dan menjadikannya orang hebat sesegera mungkin!

Karena waktu yang diberikan ibu Zira pada Zira tidak banyak. Kalau ibunya sampai tahu hubungannya dengan Dirga. Nyawa Dirga dipertaruhkan!

Zira tidak akan pernah membiarkan itu terjadi!

Aisa tidak lagi mengingatkan Zira, karena dia sangat paham posisi Dirga saat ini di hati Zira.

Satu-satunya harapannya sekarang adalah Dirga tidak mengecewakan Zira!

...

Di dalam rumah.

Dirga tidak tega dan khawatir saat melihat mobil Zira menghilang ke dalam kemacetan.

Dia sangat ingin menelepon muridnya yang menjadi komandan di Departemen Perang untuk menanyakan situasi, sekaligus menyelidiki posisi Zira di Departemen Perang.

Namun, dipikir-pikir agak kurang etis!

"Biarlah, Zizi sudah kuterapi akupunktur, selama dia nggak berada di medan perang, nggak bertarung dengan orang-orang. Dia nggak akan berada dalam bahaya selama tiga bulan!"

"Dia seorang prajurit, aku harus menghormatinya!"

Dirga berkata demikian lalu pergi dan menghubungi seseorang.

Ketika telepon berdering, telepon langsung diangkat. Suara yang sangat hormat terdengar di telinga Dirga.

"Bos Dirga, akhirnya Bos meneleponku. Aku sudah menunggu telepon darimu, Bos. Katakan padaku, apa yang bisa aku lakukan untuk Bos?"

"Dalam sehari, aku mau bahan obat yang aku mau sudah ada. Aku akan mempertimbangkan untuk mengajarimu akupunktur saat aku sudah selesai dengan ini!"

Penelepon itu adalah seorang tahanan di Penjara Neraka, dia juga orang besar yang mengaku sebagai dokter ajaib, hanya dia yang bisa mendapatkan bahan obat yang dibutuhkan Dirga dalam waktu tercepat.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status