Karma Ipar yang Sengaja Menahan Utang

Karma Ipar yang Sengaja Menahan Utang

Oleh:  Nyemas Sarifah  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
4 Peringkat
27Bab
12.4KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Ketika Arlina hamil lima bulan, Lesti--kakak iparnya--meminjam uang tabungan persalinannya. Lesti berjanji akan mengembalikan pada bulan berikutnya. Namun, hingga saat dibutuhkan, Lesti selalu berkelit ketika ditagih. Arlina yang murka, menyumpah bahwa Lesti akan menanggung akibatnya karena telah zolim. Kisah yang realistis. Apakah yang akan dialami Lesti?

Lihat lebih banyak
Karma Ipar yang Sengaja Menahan Utang Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Thya Wijaya
singkat padat dan jelas
2023-02-02 20:21:38
0
user avatar
Mini Mustarie
ngak ada sambungannya ya,Uda lama ngak update2 .
2022-09-12 11:42:23
0
user avatar
Dewi Purnamasari
belum update ya?
2022-07-05 09:55:32
0
user avatar
Enisensi Klara
Kereen ceritanya
2022-05-16 22:17:13
0
27 Bab
Bagian 1.
"Dek, coba ke sini sebentar," panggil Safwan dari ruang tamu kepada istrinya, Arlina. Perempuan itu sedang berada di belakang rumah, mencuci baju. Di ruang tamu ada Lesti, kakak iparnya yang entah kenapa pagi-pagi sudah datang bertamu. "Ada apa, Bang?" tanyanya ketika sudah sampai di ruang tamu. Sembari menepuk-nepukkan tangan pada baju agar kering, ia duduk di samping Safwan, berhadapan dengan Lesti. "Ini, Dek. Kak Lesti mau pinjam uang, untuk mencukupi biaya pendaftaran Alif masuk sekolah,” sahut Safwan. "Pinjam uang?" Seketika dahi Arlina berkerut. "Iya, Ar. Bulan depan tunjangan sertifikasi Bang Yusuf cair, kakak ganti,” balas Lesti. "Kakak gak salah pinjam uang ke kami?" Arlina menatap kakak iparnya yang sudah cantik dengan polesan make up, lengkap dengan outfit yang dikenakan. Jilbab yang hanya melilit leher, menampakkan kalungnya yang panjang melingkar. Cupingn
Baca selengkapnya
Bagian 2
 Satu bulan berlalu. "Uangnya sudah habis. Kakak pakai untuk bayar cicilan dan arisan. Terus sisanya kakak belikan AC. Soalnya kamar kakak panas," ucap Lesti santai ketika Arlina menagih. "Tapi, Kakak sudah janji mau bayar kalau tunjangan sertifikasi Bang Yusuf cair." Arlina menahan dongkol."Iya. Tapi uangnya sudah habis, gimana?" sahut perempuan itu bagai tak berdosa."Lha, itu 'kan uang aku, Kak. Aku butuh, mau belanja keperluan lahiran.""Bulan depan saja, deh. Tunggu kakak dapat arisan.""Kalau belum bisa full, satu juta saja dulu, Kak. Aku butuh," mohon Arlina. Ah, siapa yang berhutang, siapa yang memohon? Yang punya uang justru seperti pengemis. "Bawel amat, sih! Uangnya sudah habis, ya sudah habis," sentak Lesti kasar. Memupus harapan Arlina saat itu untuk mendapatkan uangnya kembali. Arlina melangkah lesu meninggalkan rumah minimalis yang tertata rapi itu. Perabot yang
Baca selengkapnya
Bagian 3
"Bagaimana, Dek?" Safwan menatap wajah kesal istrinya penuh tanya. "Apanya yang bagaimana?" jawab Arlina ketus. "Kak Lesti bayar hutangnya?" tanyanya lagi. Jawaban ketus istrinya barusan menimbulkan perasaan tidak nyaman dalam hatinya. "Menurut, Abang?" Wanita itu menatap sinis. Rautnya masam. Hingga Safwan menelan ludah pahit karenanya. "Ayo, pulang!" Arlina menghenyakkan tubuh pada jok sepeda motor dengan kesal. Tangannya meremas pelan perut yang mulai terasa sering sakit. Bibirnya mendesis. Air mata mengalir begitu saja, antara menahan sakit di perut dan sakit di hati. Setiba di rumah, ia bergegas turun. Melangkah lebar-lebar, abai dengan kondisi yang sebenarnya sangat kepayahan. "Hati-hati, Dek." Safwan mengejar khawatir. Berusaha merangkul pundak istrinya untuk menuntun. Namun, perempuan itu lekas menepis. "Kita
Baca selengkapnya
Bagian 4
Safwan melesatkan sepeda motornya menuju rumah Lesti. Meskipun tidak yakin apakah tujuannya itu benar, tetapi dia perlu bertemu dengan kakaknya itu. "Aku sudah bilang sama Arlina, uangnya sudah tidak ada," sahut Lesti ketika ia menanyakan hutangnya, "Aku memberikan pakaian bayi bekas Alif, dia malah menolak." "Pakaian bayi sudah ada, Kak. Arlina meminjam dari Kak Arni. Dia hanya butuh uangnya sekarang. Kakak janji waktu itu hanya sebulan."  Safwan yang sejatinya sudah emosi karena cemas, mencoba bicara tenang. "Iya. Cuma waktu itu lalu ada keperluan. Jadi uangnya terpakai." "Kakak usahakanlah, karena Arlina benar-benar butuh uangnya. Dia akan melahirkan." "Kakak bilang uangnya sudah terpakai." Suara Lesti meninggi, mulai kesal karena Safwan yang kukuh menagih. "Iya. Kakak usahakan bagaimana agar uang itu ada. Pinjam atau apalah. Lagi
Baca selengkapnya
Bagian 5
Safwan tercekat, menatap nanar rumah yang bagai tak berpenghuni itu. Sejenak ia terpaku, sebelum akhirnya tersadar dan tergesa menuju sepeda motornya kembali. "Ada apa, Wan?" Pipit--tetangga tepat samping rumah menyapa. "Mmm ... tahu mereka pada ke mana, Kak?" Safwan bertanya khawatir. "Lho, kamu belum tahu? Bukannya tadi mengantar istrimu mau melahirkan?" "Kemana, Kak?" Laki-laki itu panik. Apa yang terjadi pada Arlina? Jantungnya berdegup kencang. Takut sesuatu yang buruk terjadi. "Bagaimana, sih? Istri melahirkan, suami tidak tahu." Bukannya menjawab, perempuan tambun itu justru berucap yang membuat panas telinga Safwan. Padahal dia sedang butuh informasi. "Kakak tahu Arlina dibawa kemana?" tanyanya tidak sabar. "Ya ke rumah sakitlah. Masa ke pasar. Tadi kabarnya pingsan beberapa kali. Jadi Mak Yati minta tolong suami saya mengantar ke
Baca selengkapnya
Bagian 6
“Ma ..., sudah siap belum?” Di sudut bumi yang lain, Lesti sedang mematut dirinya di depan cermin, mengaplikasikan kuas dan spons make up pada wajah, fitting beberapa stel baju. Lalu memutuskan mengenakan model terbaru yang sedang trend. “Sebentar lagi, Pa ...!” serunya dari dalam kamar. Sementara Yusuf dan Alif sudah menunggu sejak tadi di ruang tamu. “Lama sekali!” seru laki-laki itu tidak sabar. “Mama ‘kan harus tampil cantik, Pa,” ucap Lesti. Wanita itu sudah berdiri di depan yusuf. “Gimana?” tanyanya sambil bergaya memutar badan, memamerkan outfit yang dia kenakan. Gaun panjang yang pres di badan. Meskipun bawahan dan lengan panjang, tetapi model baju sempurna menunjukkan bentuk indah tubuhnya. Ditambah lagi, jilbab yang dia kenakan hanya pasmina yang melilit di leher. “Cantik, Ma. K
Baca selengkapnya
Bagian 7
Safwan menyusut air mata mengantar tubuh Arlina yang didorong masuk ke ruang operasi. Hatinya luruh.  "Abang ridho atasmu, Sayang. Berjanjilah kamu akan kuat. Berjuanglah," lirihnya sambil mencium wajah pucat yang terpejam. Beberapa lama ia terpaku di ruang tunggu bedah central, kemudian memutuskan keluar. "Saya ke sana dulu, Mak," pamitnya pada ibu mertua yang duduk di kursi lorong rumah sakit tidak jauh dari ruang bedah. Perempuan senja itu tampak tak henti mengusap pipi. Bibirnya selalu bergetar, melirihkan berbait doa untuk keselamatan putri bungsu tercinta.  "Ya," sahutnya sambil mengangguk lemah.  Safwan melangkah gontai, netranya menatap plang penunjuk arah. Yang dia cari adalah musholla. Ia butuh bicara kepada Sang Pencipta, meminta agar Arlina baik-baik saja. Tidak dapat ia bayangkan jika wanita itu harus pergi. Hatinya tidak sanggup. Kondisi sang istri da
Baca selengkapnya
Bagian 8
Safwan melangkah gontai, beberapa kali ia mengusap wajah dengan gusar, mengusir kabut yang menyungkup netra. Kakinya terasa berat terangkat ketika memasuki area kamar jenazah. Ia mencelos saat menatap salah satu bed, satu tubuh mungil ditutup selimut putih terbujur kaku di sana. Laki-laki itu mendekat perlahan. Sontak ia tergugu. "Bangun, Nak," lirihnya, "Ayah bahkan belum mendengar kamu menangis. Menangislah yang kencang, ayah tidak akan marah. Jangan diam saja." Laki-laki itu menelungkupkan wajah di samping tubuh beku yang baru saja hadir ke dunia itu. Tubuhnya berguncang. Isaknya pilu meratapi buah hati yang belum sempat melihat indahnya dunia itu. Hatinya remuk. Jiwanya nelangsa. Setelah cukup lama menangis, ia menguatkan diri mengangkat wajah. Tangannya bergetar membuka kain yang menyelimuti buah hatinya itu.  Seraut wajah mungil nan damai menyambut ketika kain itu tera
Baca selengkapnya
Bagian 9
Yusuf terus berkelit ketika Lesti berusaha meraih ponsel pintarnya, "Papa mau ke kamar mandi, kebelet sejak tadi," ucapnya dan begitu saja ia gegas berlalu. "Masa ke kamar mandi bawa hp?" Lesti merengut kesal. Namun, Yusuf tidak memedulikan.  "Tuh lihat, baterainya sudah merah begini," ujarnya setelah keluar dari kamar mandi.  Ia menyodorkan benda pipih persegi panjang itu pada Lesti, "Kalau dipakai pas baterai lemah, nanti cepat rusak," dalihnya.  "Heleh, Papa setiap triwulan juga tukar hp yang baru. Rusak pun tidak apa dan tidak akan seberapa." "Gak triwulan lagi sekarang, Ma. Caturwulan." "Beda satu bulan saja. Sinikan hp-nya. Mama pinjam." Yusuf mengulurkan gawai berbentuk persegi panjangnya itu, pun dengan sedikit kesal. Lesti kalau sudah maunya, tidak akan bisa ditahan. Sambil menyandar di pucuk r
Baca selengkapnya
Bagian 10
"Ingat kata dokter. Mama jangan capek, jangan banyak pikiran," ujar Yusuf. Pagi ini dia mengenakan seragam pemda kebesarannya. Sebenarnya penampilannya sudah rapi. Namun, ia masih mematut diri di depan cermin. Tangannya masih sibuk menarik ulur bagian baju yang tampak kurang rapi, atau menyisir rambut untuk yang kesekian kali.  Baju yang Yusuf kenakan press membungkus tubuh, menampilkan gurat ototnya yang atletis. Lengan baju yang menempel ketat, memperlihatkan bentukan otot tangan yang kekar. Pria itu benar-benar terlihat sangat macho di usianya yang matang.  Sifat Yusuf yang mudah bergaul, supel dan luwes menambah nilai plus sosoknya di mata para rekan kerja, baik pria maupun wanita.  Dia pun pandai berkelakar, hangat saat mengajar. Sehingga sampai saat ini, meskipun sudah menjabat sebagai kepala sekolah, Yusuf tetap menjadi guru idola para siswa.  Hanya satu nilai negatif yang
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status