Ani terkejut ternyata Alam melihat dan mendengar keributan tadi. Dasar pengecut, dia tega melihat ibunya di siram dan ditampar mantan istrinya."Mbak tak menyangka kau tega melihat asma menyiram bahkan menampar ibumu, Lam. Dia wanita yang melahirkanmu, mungkin kalau mas Dika masih hidup dia sudah mengajar Asma. Tidak sepertimu yang diam menyaksikan semuanya." Ucap Ani dengan nada sinis untuk menutupi rasa gugup di hatinya."Asma menyiram dan menampar ibu tapi kenapa, mbak Ani?"Rika terkejut tapi dia masih bisa bertanya sebabnya. Membuat Ani semakin muak menghadapinya."Apapun alasannya tak pantas yang muda menyakiti yang tua. Sayang anak-anak ibu tak ada yang bisa membelanya."Ani segera meninggalkan kamar ibu mertuanya dan pergi masuk kekamarnya. Begitu menutup pintu, dia langsung jatuh terduduk di depan pintu."Apa yang terjadi, An? Tadi ibu lihat kau dan Alam, membawa mertuamu pulang dalam keadaan pingsan."Ibu Ani berbisik seolah takut ada yang dengar. Ternyata dia melihat merek
"Ini mienya sudah siap, Nak. Mau tambah pakai nasi? Masih ada nasi kalau mau."Alam melihat mie rebus satu mangkok. Jadi dia tak mau tambah nasi, karena itu sudah cukup banyak baginya."Mau kemana, Nak Alam? Katakan saja biar ibu ambilkan."Wanita itu heran karena Alam berjalan ke dapur, ternyata dia mengambil sepotong ayam yang tersimpan di lemari."Rakus, padahal itu untuk sarapan Adit nanti."Ibu Ani menggerutu tapi hanya di dalam hati. Dia segera masuk ke kamar, setelah memastikan Alam tak menganggunya lagi."Pak RT ada apa? Gak biasanya pagi-pagi datang kemari, seperti menyelidiki sesuatu disini."Pagi-pagi saat Alam tengah bersiap dia ketemu pak RT yang mengawasi rumah Ani. Setelah di tegur pria itu hanya bilang, ingin tau keadaan ibunya yang semalam ribut dengan Asma."Saya hanya ingin kalian jangan menggangu Asma lagi. Takutnya masalah ini jadi panjang, apalagi mantan istrimu punya bukti perbuatan ibumu yang merampas kalung anaknya."Alam terdiam dia tak habis pikir, kenapa bi
"Asma buka pintu kau harus tangungjawab. Adikmu mencelakai anakku, Alam!"Teriakan mantan mertua Asma, mengema dari halaman rumah. Wanita itu terus memaki Asma dan adiknya. "Ada apa sih, Bu. Apa tak bisa bicara pelan-pelan. Aku manusia bukan binatang kalau bicara harus berteriak."Ibu Alam melotot karena mendengar ucapan Asma. Dia merasa mantan menantunya menganggap dia binatang."Jadi kau bilang aku binatang, dasar anak setan."wanita itu hendak menghajar Asma. namun batal karena Asma mulai melawan."Cukup! Kalau tak bisa bicara baik-baik pergi dari sini, aku muak melihat tingkah kalian semua."Asma berbalik hendak masuk ke rumah, dia tak perduli meski mantan mertuanya kembali berteriak."Asma berhenti. Alam kritis di rumah sakit, karena ulah adikmu cepat kau temui Alam dan beri uang yang menjadi haknya."Asma berhenti lalu berbalik menatap ibunya Alam. Lalu dia tersenyum karena tau maksud dan tujuan wanita itu."Maaf sebaiknya ibu datang lagi, ketika dia sudah mati, jadi aku bisa p
Asma mendekati ibunya dan menepuk bahunya dengan lembut. Agar ibunya tenang dan tak berpikir macam-macam"Ibu tenang saja, mas Alam dibawa ke rumah sakit. Orang yang membawanya atas suruhan Lidya, jadi semua aman dan dipastikan Alam baik-baik saja."Asma menarik napas lega saat melihat ibunya mulai tenang, setelah dia ceritakan apa yang terjadi sebenarnya."Dasar perempuan serakah jadi dia mau memerasmu. Pikirkan lagi kalau mau memberi uang, bisa jadi dia akan ketagihan."Asma tertawa mana mungkin dia memberi mantan mertuanya uang bisa panjang urusannya."Ibu tenang saja, aku tak akan memberi sepeserpun pada mereka. Kalau soal biaya rumah sakit, sudah kami selesaikan semuanya, Bu."Wanita itu terlihat semakin tenang setelah mendengar ucapan Asma. Berarti anak bungsunya selamat dari masalah."Kalau begitu minta adikmu pulang. Ibu tak mau dia kena masalah di luar karena Alam dan ibunya."Asma segera mengambil gawai hendak menghubungi adiknya, namun tak jadi karena terdengar suara motor
(Nanti malam aku dan Carisa mau datang. Ada sesuatu yang hendak kami bicarakan.)Asma mengerutkan kening membaca pesan dari Adam. Dia heran, ada apa pria itu datang bersama Carisa. Sedangkan Bagus baru berangkat ke kantor cabang yang cukup jauh dari kota ini.(Memangnya ada masalah apa, Mas?)Dia mengirim pesan tapi tak juga dapat balasan dari Adam. Sepertinya pria itu sedang sibuk.(Nanti saja kita bicara sekarang aku sedang ada urusan sebentar.)Etdah perasaan dia yang mengirim pesan duluan tapi kenapa jadi serasa Asma yang menghubungi duluan. Wanita itu menggaruk kepalanya yang tak gatal."Pria aneh kalau sibuk buat apa kirim pesan padaku."Asma berujar dalam hati lalu meletakkan ponselnya keatas meja. Dia kembali memeriksa barang kiriman Carisa."Assalamu'alaikum."Asma baru hendak berdiri ketika terdengar suara salam dari luar. Dia melihat Lidya telah pergi untuk melihat siapa yang bertamu."Mbak, Bu. Ada pak RT mau bertemu, ada yang mau dibicarakan."Asma segera menemui pak RT y
"Bu ... Butik, kalian minta aku membuka butik?"Asma terkejut dia tak menyangka, kedatangan Adam dan Carisa hanya untuk bilang, dia bisa mulai buka butik sendiri."Tentu saja karena aku lihat kau sudah mahir, Mbak Asma. Tenang saja semua isi butikmu akan aku kirim duluan, soal pembayaran bisa kita bicarakan nanti."Asma masih bingung, kalau jadi reseller jauh lebih mudah. Sekarang dia harus menangani semuanya sendiri, tentu akan membuatnya kesulitan."Mudah saja nanti akan ada orang dari tokoku yang akan membantumu sementara. Sampai kau punya pegawai sendiri jadi semua aman. Aku akan berhenti sementara, karena mau fokus dengan kandunganku. Jadi sebelum cuti aku akan mengajarkan semua yang aku tau untuk menjalankan butik mu."Asma kembali menelan ludah, dia masih tak percaya akan punya toko sendiri. Namun mendadak dia ingat kalau tak punya tempat untuk membuka butiknya."Aku sudah menyewakan sebuah ruko di depan sana. Sudah aku bayar setahun, besok kita akan mulai membersihkan dan men
Rika berteriak meski mulutnya berusaha menerima keberhasilan Asma, namun hatinya tetap panas melihatnya."Aku bersumpah akan mengalahkan Asma. Lihat aja aku akan buka usaha yang sama, namun dengan kualitas baju yang bagus."Rika mulai masuk ke kamar dan mengeluarkan semua perhiasan yang berhasil dia dapatkan dari Seno. Untungnya dia sudah menyembunyikan semua barang itu, sehingga tidak ketahuan oleh siapapun termasuk ibunya.Aku akan jual semuanya dan membuka usaha sendiri, untuk menghancurkan usaha Asma, lihat saja aku pasti bisa mengalahkannya.Dengan niat buruk dan modal tak jelas. Apakah usaha Rika akan berhasil lihat saja nanti, namun yang jelas dia lupa ada Allah yang memperhatikan semua perbuatannya."Kau mau kemana, Ka. Ibu ikut ya? Bosan di rumah apalagi sejak tak ada Alam. Entah kapan dia kembali ke kantor pusat lagi?"Rika menatap sang ibu, sebenarnya dia kasihan tapi tak mungkin mengajaknya pergi. Bisa gawat kalau dia tau Rika menjual banyak perhiasan."Ibu bersiap saja ak
Wanita itu membanting pintu, membuat Ani dan ibunya melompat kaget."Dasar setan, begitu aku temukan sertifikat rumah ini. Hal pertama yang aku lakukan adalah mengusir nenek lampir itu."Ani merapatkan giginya dan berkata dalam hati. Dia harus bersabar sebentar lagi, sampai sertifikat rumah suaminya ditemukan."Dimana sebenarnya sertifikat itu disimpan. Sudah hampir tiga tahun mencari tapi tak ketemu juga."Kembali Ani berucap pelan. Membuat sang ibu menariknya masuk ke kamar mereka, dia takut besannya mendengar apa yang anaknya ucapkan."Kau harus berhati-hati, selama sertifikat itu belum kau pegang. Nasibmu masih belum aman, An. Bisa saja wanita itu mengusir kita dan menguasai rumah ini."Ani menarik napas dia jadi tak sabar menghadapi mertuanya. Selama ini dia yang datang kerumah mertuanya, sedang wanita itu tak pernah datang ke rumahnya, jadi dia menghadapi wanita itu hanya disiang hari saat dia berkunjung. Sekarang dua puluh empat jam bersama, membuatnya terus naik darah."Apa ki