Share

Balasan Sebuah Kejahatan

Author: Azu Ra
last update Last Updated: 2022-09-23 16:01:40

Tak hanya Aidah, Arkan juga mendengarnya dan langsung bangkit dari pembaringan.

"Kamu tunggu di sini, ya?" titah Arkan lembut, lalu menyelimuti Rizki yang tidur di tengah mereka.

Lelaki jangkung itu langsung mengambil kacamata di atas nakas, kemudian menghidupkan lampu. Ida yang merasa sial hanya bisa memejamkan mata sambil berharap agar si empunya rumah tak memergokinya.

Sedangkan Aidah, di atas ranjang dia terduduk sambil membelai rambut Rizki, anak itu masih terlelap, tapi Aidah tak lagi biss memejamkan mata.

Sebelum keluar kamar, Arkan memicingkan mata, sadar ada yang janggal dengan kolong ranjangnya.

Rupanya, kaki Ida yang tak beralas itu sedikit terlihat hingga membuat Arkan mendekat. Sedangkan Ida tak sadar si pemilik kamar berjalan ke arah persembunyiannya karena dia sibuk memejamkan mata dan berdoa.

"Kamu?" Darah Ida terasa membeku saat mendengar suara yang begitu dekat dengannya. Dengan perlahan dan penuh rasa takut dia membuka mata.

"Ke luar sekarang!" perintahnya.

"Kenapa,
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Densi Dama Yanti
ada saja si Ida ini gak punya malu
goodnovel comment avatar
Ifah
ihh.. tdk nyambung. ini ada episode yg hilang atau gimana???
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Istriku Tak Pernah Membantu Memasak di Hajatan Keluargaku    Penyesalan Terdalam

    "Alman?" Mata Bu Nani nampak berbinar kedatangan anak bungsunya itu.Alman tak menjawab, dengan kuyu dia langsung terduduk di sofa ruang televisi. Diambilnya botol besar air mineral yang berembun, menandakan jika minuman itu sangat dingin."Alman, untung kamu ke sini. Kebetulan Ibu lagi ada perlu sama kamu," ucap Bu Nani. Kedatangan Alman membuatnya lupa pada acara infotainment di televisi yang tengah dia tonton."Ibu lagi butuh uang, Man. Sekitar satu juta, buat bayar hutang Mbakmu ke tetangga, sama buat kebutuhan Ibu juga," lanjutnya tanpa bertanya keadaan si bungsu. Padahal, terlihat jelas sekali jika Alman sedang tidak baik-baik saja."Laksmi, Mbakmu nggak bisa bantu Ibu, Man. Dua hari lalu dia baru dicerai si Sopyan.""Hah? Cerai?" Ini pertama kalinya Alman bersuara karena benar-benar terkejut."Iya, Man. Si Sopyan ternyata selingkuh, punya istri lagi dia, bahkan udah punya anak seumuran Rizki sama selingkuhannya. Tanpa sepengetahuan Laksmi, rumahnya dijual dan uangnya dibawa per

  • Istriku Tak Pernah Membantu Memasak di Hajatan Keluargaku    Pengkhianatan

    "Memangnya harus, ya?" tanya Arkan, ragu hendak memberikan roti buatan Aidah yang akan dijadikan menu baru di outlet mereka."Kalau Mas nggak ngizinin, nggak apa-apa." Aidah menjawab lembut."Ya sudah lah, dari pada mubazir. Mereka 'kan tetangga kita juga." Arkan mengunggingkan senyum.Kedua makhluk itu lantas kembali berjalan setelah membagikan roti buatan Aidah, mereka hendak menuju ke rumah Alman juga Indri. Gara-gara kejadian semalam, Arkan jadi izin tak masuk sekolah. Lelaki itu ingin menghabiskan waktu bersama sang pujaan, walau lisannya tak mengutarakan demikian."Assalamu'alaikum." Arkan mengetuk pintu, sementara Aidah terdiam di sampingnya sembari membawa bingkisan roti.Tak menunggu lama, si empunya rumah terdengar menjawab salam kemudian membuka pintu bercat putih itu dengan segera."P-Pak Arkan? Aidah?" Indri nampak terkesima."Ganggu ya, In?" tanya Arkan terdengar bersahabat. Karena memang mereka pernah satu sekolah dulu, jadi Arkan merasa tak sungkan pada wanita itu."O

  • Istriku Tak Pernah Membantu Memasak di Hajatan Keluargaku    Aidah Bahagia, Alman Menderita

    "Aidah, aku mohon. Aku ingin kembali denganmu." Dengan wajah memelas Alman meminta, Aidah terdiam sejenak. Hatinya begitu iba melihat Alman hidup dengan derita.Sejatinya Alman tak bersalah, karena memang semua kehancuran itu berawal dari hasutan keluarganya."Kalau boleh jujur, aku juga masih cinta sama kamu, Mas." Aidah berkata lirih, kini giliran Alman yang terpaku."Aku tak pernah mau menikah dua kali dalam seumur hidup. Aku juga kasihan pada Rizki, kalau kita bercerai berai seperti ini.""Jadi, kamu mau rujuk denganku, Aidah?" tanya Alman cepat seraya meraih kedua tangan Aidah, dan wanita itu tak menolak."Iya, Mas. Asal kamu janji, takkan menyakitiku lagi.""Janji, Aidah. Janji! Tapi, bagaimana dengan suamimu, Arkan?""Aku tak mencintainya, Mas. Dia tak memperlakukanku dengan laik selama ini. Dia tak pernah memberikanku nafkah batin, aku lebih tersiksa karena harus berpura-pura bahagia padahal sebenarnya tidak.""Ya Tuhan, Aidahku. Tapi tidak apa, yang penting, sekarang semuanya

  • Istriku Tak Pernah Membantu Memasak di Hajatan Keluargaku    Ada yang Tumbuh, Ada yang Hilang

    “Indri, kamu lihat jam tangan Mas yang satu lagi, nggak?” tanya Alman saat hendak memakai benda tersebut. Lelaki itu memang memiliki dua buah jam tangan, yang satu biasa dipakai sehari-hari karena tergolong murah, dan satunya lagi jarang dia pakai karena harganya memang mahal.“Jam tangan yang di laci?” Indri balik bertanya seraya memainkan ponsel.“Iya.”“Lho, ‘kan aku jual, Mas.” Alman langsung menoleh dengan mata membulat mendengar jawaban Indri.“Kamu jual?” ulangnya sambil mendekat. Indri mengangguk dengan ringan.“Kenapa kamu jual, Indri? Ya ampun ....”“Lho, lho. Kemarin ‘kan aku sudah izin, mau jual jam tanganmu itu buat belanja baju sama Ibu. Biar Ibu seneng dan nggak terlalu sedih mikirin kakak sulungmu itu.”“Kapan, Indri? Kapan kamu meminta izin? Kapan juga aku mengizinkannya?” “Ya sebelum aku belanja sama Ibu, lah. Makanya, Mas. Jangan banyak ngelamun, jadi orang ngomong itu kamu nggak dengerin, otak kamu nggak fokus.”Alman tak menjawab, dia hanya bisa menghela napas ya

  • Istriku Tak Pernah Membantu Memasak di Hajatan Keluargaku    Kenapa Berubah?

    Perkataan Bu Nani dan Indri terus menghantui pikiran Aidah. Bagaimana kalau Arkan terus tak menyentuhnya? Bagaimana kalau dia tak memiliki keturunan lagi karena Arkan belum bisa menerimanya sebagai istri? Aidah merasa depresi sendiri, hingga menjadikannya selalu murung akhir-akhir ini.“Aidah, aku mau mandi,” kata Arkan setelah bakda Isya. Berkutat dengan pekerjaan seharian membuat tubuhnya terasa lengket dan tak nyaman.“Ya.” Aidah menyahut singkat, dia sibuk bersama ponselnya sambil duduk di atas ranjang. Sendirian. Karena Rizki tengah bersama Bu Heni di kamar sebelah.“Handuknya?” tanya Arkan merasa heran. Biasanya, Aidah selalu menyiapkan keperluan suaminya itu sebelum sang lelaki mandi. Dari mulai handuk sampai baju. Tapi sekarang, Aidah diam saja dan bertingkah sedingin batu.Aidah tak menyahut, dia meninggalkan ponsel sementara untuk mengambil handuk baru di lemari. Kemudian tanpa kata dia menyodorkan begitu saja pada Arkan.Bukannya langsung masuk kamar mandi, Arkan malah tert

  • Istriku Tak Pernah Membantu Memasak di Hajatan Keluargaku    Balasan Sebuah Kejahatan

    Tak hanya Aidah, Arkan juga mendengarnya dan langsung bangkit dari pembaringan."Kamu tunggu di sini, ya?" titah Arkan lembut, lalu menyelimuti Rizki yang tidur di tengah mereka.Lelaki jangkung itu langsung mengambil kacamata di atas nakas, kemudian menghidupkan lampu. Ida yang merasa sial hanya bisa memejamkan mata sambil berharap agar si empunya rumah tak memergokinya.Sedangkan Aidah, di atas ranjang dia terduduk sambil membelai rambut Rizki, anak itu masih terlelap, tapi Aidah tak lagi biss memejamkan mata.Sebelum keluar kamar, Arkan memicingkan mata, sadar ada yang janggal dengan kolong ranjangnya.Rupanya, kaki Ida yang tak beralas itu sedikit terlihat hingga membuat Arkan mendekat. Sedangkan Ida tak sadar si pemilik kamar berjalan ke arah persembunyiannya karena dia sibuk memejamkan mata dan berdoa."Kamu?" Darah Ida terasa membeku saat mendengar suara yang begitu dekat dengannya. Dengan perlahan dan penuh rasa takut dia membuka mata."Ke luar sekarang!" perintahnya."Kenapa,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status