Istriku Tua
Bab 1 : Namanya Fani
"Mas, Adek berangkat kerja dulu ya! Di atas meja makan sudah Adek siapkan susu panas dan nasi goreng sosis kesukaan, Mas," ucap Fani sambil mencium punggung tanganku.
"Iya, hati-hati!" jawabku dengan mata setengah terpejam karena masih mengantuk. "Oh, iya. Rokok Mas sudah di belikan belum?"
"Nanti Adek belikan, sekarang Adek mau berangkat mengajar dulu." Fani mengecup lembut pipiku tanpa protes dengan bau jigong khas bangun tidur.
"Jangan lupa, Dek. Nanti pas Mas bangun tidur, rokok harus sudah ada di samping sarapan, ya!" ancamku dan kemudian menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuh.
"Iya, Mas," jawab si Fani, istriku yang umur dan wajahnya tua itu.
Aku kembali ke dunia mimpi dan terbebas dari pandangan tubuh gendut dan wajah tua si Fani, istri yang cinta mati kepadaku itu. Yang rela meninggalkan segalanya hanya demi menikah denganku yaitu mantan suami dan tiga orang anaknya. Tapi, aku bukan 'Pebinor' ya, dia yang mengejarku dan mengajak menikah dengan semua janji manisnya.
Walaupun kalau dilihat dari umur, kami terlihat seperti Ibu dan anak. Dia sudah berumur 43 tahun, sedang aku baru saja 20 tahun. Terpaut 23 tahun jarak usia kami tapi semuanya tak menjadi halangan untuk cinta kami. Ah, mungkin hanya cintanya. Aku hanya sedikit saja cinta, karena tujuan awalku menikah dengannya hanya karena kasian dan kesejahteraan hidupku yang sudah miskin sejak dari lahir ini.
***
Tepat pukul sepuluh lewat dua puluh menit, aku membuka mata dan menggeliat di atas kasur empuk kamarku. Rasa lapar sehingga membuat mataku susah di ajak kompromi. Aku langsung berjalan dengan malas menuju dapur. Senyum tersimpul di bibirku, semua yang kubutuhkan sudah ada di atas meja makan. Sebungkus rokok, sepiring nasgor dan segelas susu yang tak lagi panas. Serta selembar uang berwarna biru terselit di bawah gelas teh.
"Ah, istriku memang super baik. Lumayan buat jajan." Aku mencium uang selembar lima puluh ribu itu dan memasukannya ke dalam saku celana.
Kemudian menikmati sarapan, dan setelah itu mandi. Membersihkan tubuh tinggi putihku ini agar selalu terlihat mempesona dan awet muda. Semoga tidak ketularan istriku yang tua dan jelek itu. Aku menyisir rambut hitam lebat dan menatap wajah tampanku di depan cermin. Setelah itu, aku duduk di depan tv dan maen playstation keluaran terbaru, yang pastinya di belikan oleh Fani, istriku yang baik namun tua.
Setelah bosan bermain ps, aku berbaring di atas sofa sambil berselancar di dunia maya dengan ponsel keluaran terbaru juga, yang harganya mahal sudah pasti. Aku melihat foto-foto wanita cantik di I*******m, dan ada sedikit rasa menyesal menikahi Fani. Karena dia tidak secantik dan semuda wanita di luaran sana, bodynya saja sudah melar sana sini. Maklum diakan sudah beranak tiga.
"Ah .... " aku berdecak kesal mendapati nasib yang beristrikan wanita tua yang lebih pantas menjadi Ibuku.
"Tapi, semua itu tidaklah penting. Yang terpenting, aku bisa hidup enak tanpa harus mengeluarkan keringat. Dan membeli semua barang-barang mahal yang kuinginkan, aku bosan hidup susah di kampung."
********
Jarum jam di dinding menunjukan pukul 13.45. Fani sudah pulang dari mengajar. Dia sekarang adalah guru honorer di salah satu SMP Swasta, setelah di pecat sebagai Pegawai Negeri Sipil di salah satu Instansi karena ketahuan berselingkuh denganku dulu.
"Mas sudah makan?" tanyanya ketika baru saja menginjakan kaki di ruang tv, tempatku berbaring.
"Belum, kamu kan belum menyiapkan makan siang? Mas cuma baru sarapan saja," jawabku sedikit cemberut.
"Mas mau makan apa? Nanti adek masakan."
"Mas mau pizza saja lah, sekarang ya!"
Fani terlihat merengut dan bimbang, "makan masakan Adek sajalah ya, Mas. Kita masih punya stok sayuran dan Ikan di kulkas."
"Gak mau, maunya pizza. Emangnya gak ada duit apa? Kamu belum gajian?" aku menatapnya sambil cemberut.
"Adek belum gajian, Mas. Uang di dompet juga tinggal seratus ribu, itupun buat beli vocer listrik. Pizzanya nanti saja ya, sayang." Fani mendekat kearahku.
"Emangnya uang hasil penjualan rumahmu itu sudah habis?" aku kembali menodongnya.
"Kan Mas yang pegang semua uangnya dan kata Mas kemarin sudah habis. Terakhir Mas gunakan untuk mengirimi Ibu di kampung, ya kan?"
"Ah, dasar kamu istri payah! Tidak becus jadi istri, suami minta pizza saja, gak bisa beliin. Makanya cari murid les privatnya lebih gencar lagi dong, biar pemasukan kita makin banyak. Mas gak mau hidup kekurangan, ya." Aku membentaknya dan kemudian masuk ke dalam kamar.
Bersambung ....
ISTRIKU TUABab 2 : KesalSegera kukunci pintu kamar, agar Fani tidak bisa masuk dan meratapi dulu kesalahannya. Istri tidak berguna itu sungguh menyebalkan, tak ada lagi yang bisa dibanggakan darinya. Kini dia sudah melarat, pekerjaannya sudah tidak menjamin masa depan lagi. Kenyamananku terancam sirna, aku tidak mau ini terjadi. Aku tidak mau hidup susah."Mas, Mas Fahmi, buka pintunya! Adek mau masuk, Mas jangan marah dong!" terdengar suara Fani dari balik pintu kamar.Aku muak mendengar suaranya, segera ku pasang headset ke telinga dan mendengarkan musik. Memejamkan mata dan merentangkan kedua tangan. Nikmat sekali rasanya tidur di kamar ber-Ac ini, maklum di kampungku cuma ada kipas angin. Itupun rebutan sama saudara-saudaraku.Tanpa kusadari, aku sudah terlelap dan bermimpi bercumbu dengan gadis-gadis cantik. Kala kubuka mata dan menggeliat manja, suara Fani sudah tidak terdengar lagi, mungkin dia sudah pergi mengajar les privat.Aku bangkit dan membuka pintu kamar, dan benar sa
Istriku TuaBab 3 : Masa LaluSuara azdan subuh membangunkan tidurku, ternyata sudah tertidur di depan tv. Kulihat ke sebelah kanan, ternyata Fani juga ikutan tidur di luar bersamaku. Entah kapan juga ia berpindah dari kamar ke sini, aku tidak sadar.Aku menatap wajah yang sedikit berkerut itu, matanya dipenuhi lingkaran hitam. Ia tertidur sangat pulas."Dek, bangun, Dek!" Aku menggoyang punggungnya. "Ayo, kita pindah ke kamar."Fani membuka sedikit mata dan kemudian menggeliat. "Sudah pagikah, Mas?""Masih subuh, kamu kok ikutan tidur di sini sih?""Susah senang kita harus selalu bersama, Mas. Kalau Mas tiduran di lantai, maka Adek juga harus ikut," ucapnya sok bijaksana."Ya sudah, buruan kamu pindah ke kamar! Nanti malah sakit dan gak bisa kerja, kan bikin susah saja," ucapku sedikit ketus.Wajah ceria Fani langsung berubah muram, perlahan ia bangkit menuju kamar.***Hari ini hari minggu, Fani akan libur berkerja. Seharian dia akan full di di rumah, dia pasti akan meminta jatah se
ISTRIKU TUABab 4 : BujukanKuraih ponsel yang berada di samping bantal. Tenyata ada beberapa pesan dari Fani, kuabaikan saja. Jam menunjukan pukul 06.00, perutku terasa perih karena tadi malam belum sempat terisi apapun.Ketika membuka pintu kamar, Fani yang tertidur didepannya langsung terbangun lalu memeluk kakiku."Mas, maafkan Adek, Mas. Semenjak kita menikah, Adek sudah bertobat dan tidak pernah melakukan hal yang aneh-aneh lagi. Adek sangat mencintai, Mas. Bimbinglah Adek ke jalan yang lurus, Mas. Hidup Adek yang terdahulu memang penuh dosa, tapi semenjak kita menikah, Adek sudah berubah," ucap Fani dengan sambil menangis dan masih memeluk kakiku.Astaga, kalau bukan karena aku masih ingin hidup enak dengan ongkang-ongkang kaki saja, sudah kutendang dia. Tapi aku berusaha menahan diri dan ada sedikit rasa kasian juga, walau bagaimana pun juga dia adalah istriku. Si pencari nafkah untukku."Sudahlah, Dek! Jangan berlutut seperti ini, Mas sudah memaafkanmu. Ayo, bangun!" Aku meme
ISTRIKU TUABab 5 : Tidak BergunaSeperti hari biasanya, sarapan sudah terhidang di atas meja. Tapi mataku menyipit, cuma ada nasi goreng berwarna pucat dengan setengah potong telor saja. Gelas di samping piring juga hanya terisi air putih, bukan susu seperti biasanya. Dan yang membuat hatiku dongkol, cuma ada tiga batang rokok saja. Mana cukup sehari cuma tiga batang. Jatah rokokku kan dua bungkus sehari, Fani mau korupsi ini.'Prakkk' kupukul keras meja makan, hingga air minum tertumpah ke dalam nasi goreng."Dasar istri tidak berguna, bikin sarapan yang enak saja dia tidak becus," umpatku dengan berang.Segera kukeluarkan ponsel dan mencari namanya."Halo, Assalammualaikum, Mas." Sambut Fani dengan suara sok lembut."Dek, sarapan apa ini yang ada diatas meja? Seperti makanan kucing saja!" ucapku dengan suara tinggi."Maaf, Mas. Susunya habis, bahan makanan yang lain juga habis. Uang gaji Adek ... ""Mas mau sarapan bubur ayam, tiga puluh menit lagi harus sudah diantar ke rumah ya!"
ISTRIKU TUABab 6 : KerjaJam di dinding menunjukan pukul 11.20, aku sudah bersiap untuk berangkat kerja untuk hari perdana ini. Fani juga sudah pulang dari sekolah, dia sengaja pulang awal agar mengantarku kerja."Mau berangkat belum, Mas?" tanya Fani."Ayo!" Aku memasukan ponsel dan rokok ke tas kecil selepangku."Lhoh, kok baju seragamnya belum dipakai?" Fani menatapku."Nanti Mas ganti pakaian di toilet Mall saja, malu kalau dari rumah sudah pakai dinas satpamnya." Aku menunjuk kantong plastik hitam yang kusimpan di atas meja ruang tamu. "Oh ya, Dek. Jangan lupa pakai maskernya!"Fani hanya terlihat menarik napas, kemudian kami berangkat. Memakan waktu 15 menit untuk sampai di Mall tempatku berkerja."Sampai sini saja, Dek. Gak usah ikutan masuk ke dalam." Aku menyipitkan mata melihat Fani yang sudah bersiap meninggalkan motor di parkiran."Oh, ya sudah. Adek pulang dulu kalau gitu, Mas yang semangat ya kerja dihari pertamanya," ujar Fani sembari mencium punggung tanganku.Aku men
Istriku TuaBab 7 : DemamSiangnya, benar sekali dugaanku. Aku terkena demam, sekujur tubuhku panas serasa bagai bara api. Tapi Fani malah belum pulang, menyebalkan sekali. Disaat suami sedang sakit begini, dia malah tidak ada.Beberapa saat kemudian, Fani pun tiba di rumah. Aku pura-pura tertidur, aku ingin Fani itu peka dengan apa yang kurasakan. Tapi dia malah acuh, berganti pakaian kerja dengan pakaian lainnya. Mungkin dia akan pergi mengajar les. Astaga, dia tidak mau menghampiriku. Ya sudah, aku pura-pura menggigil saja."Uuuuuuu, uuuuu, aduh ... sakit," rintihku dengan mata terpejam."Mas, kenapa?" tanya Fani sambil duduk di sampingku.Aku membuka sedikit mata, " Mas gak apa-apa, Adek mau ke mana?"Fani merasa dahiku dan wajahnya langsung tampak khawatir, "Mas demam, ya? Badannya panas banget, kita ke dokter sekarang ya!"Astaga, Dokter! Aku takut dokter, aku benci minum obat yang pahit itu, juga jarum suntiknya."Gak mau," rengekku sambil menaruh tangan Fani di kepalaku. "Piji
ISTRIKU TUABab 8 : Berhenti KerjaSejak kejadian itu, Fani menjadi lebih perhatian lagi padaku. Berarti tamparanku waktu itu sangat berkhasiat sekali. Jadi, wanita itu tidak bisa selalu dilembuti terus, sesekali memang perlu diberi kekerasan untuk mendokrin kepatuhannya pada kita. Itu menurutku, Fahmi Hairil Bin Usman. Putra dari petani miskin, yang sebelum berkenalan dengan Fani sangatlah menderita karena untuk beli indomie saja, harus ngutang di warung.Fani memang segalanya buatku, dia bisa menjadi sosok Ibu yang sangat memanjakanku, juga sosok istri yang sangat patuh dan penyayang, serta seorang Ibu Peri yang selalu bisa mewujudkan semua keinginanku. Aku sangat sayang sekali padanya, dan tidak mau sampai kehilangan dia. Hidupku akan berantakan tanpanya, aku tak bisa membayangkan semua itu. Jadi, aku harus bisa membuatnya tak berpaling dariku. Dengan wanita lain, aku gak yakin bisa hidup senyaman ini. Bayangkan saja, hanya dengan mas kawin sepuluh ribu rupiah, aku bisa mendapatkan
ISTRIKU TUABab 9 : GiselaJam di dinding menunjukan pukul 18.30, setelah sholat magrib, Fani sudah bersiap untuk berangkat mengajar les."Mas, Adek berangkat, ya!" Fani mencium punggung tanganku."Iya, sayang. Hati-hati di jalan! Pulangnya belikan Mas martabak manis ya, rasa keju susu." Aku menatapnya lembut."Iya, Mas." Fani mengangguk dan kemudian berjalan menuju pintu.Taklama berselang, deru suara motornya kian menjauh. Aku tersenyum senang dan membuka ponsel. Mengetik sebuah pesan untuk Gisela.[Dek, pulang kerjanya jam berapa?]Tiga detik kemudian, sudah muncul balasan darinya.[Ini sudah di jalan mau pulang, Bang.]Aku tersenyum lagi, bayangan bibir sexi dan tubuh moleknya membius otakku.[Jam berapa kita video callnya, sayang? Abang udah gak sabar 😊][Satu jam lagi, sayang.]Yes, Gisela memanggilku sayang. Rasanya terbang ke awan, aih ...Tepat pukul 19.30, aku langsung melakukan panggilan video. Hatiku dag-dig-dug menunggu Gisela menjawab panggilanku.Taklama kemudian, pang