Istriku Tua
Prolog
Hari ini kehidupanku sedikit bewarna, sebab sudah berhasil membeli ponsel. Walaupun jadul, yang penting punya. Dengan ini, aku akan mencari kenalan buat teman sms-an. Siapa tahu juga bisa dapat jodoh yang kaya raya. Aku terus tersenyum sambil rebahan di atas kasur lapuk di kamar jelek milikku ini. Sudah berdoa siang dan malam pengen punya kamar yang bagus dan mewah, tapi belum juga terkabul.Aku masih berbaring dengan kaki kulipat di atas lutut sambil mengacak nomor ponsel buat di miscall, siapa tahu kesasar ke nomor Luna Maya? Kan, asyik. Aku nyengir sendiri."Halo," sapa suara seorang wanita dari seberang sana.Aku langsung duduk, "Ya, Halo.""Ini siapa?" tanya wanita itu lagi."Maaf, apa ini nomor ponselnya Andi, temanku? Dia mana, ya?" aku pura-pura salah sambung sambil menahan senyum."Oh, ini bukan nomor Andi. Mungkin kamu salah sambung.""Oh, gitu, ya. Terus ini siapa, dong?""Saya Fani," jawab wanita itu lembut.Yes, aku yakin sekali, dari suara dan namanya ... dia cantik dan masih muda. Hem, semoga juga tajir."Oh, Fani, ya namanya. Aku Fahmi," ujarku. "By the way, Fani ini masih sekolah atau udah kerja? Boleh dong kita kenalan?""Hem, nanti saja kenalannya. Sekarang aku masih sibuk. Oke? Bye." Fani segera memutuskan sambungan telepon.Bye, Fani. 'Cup' kucium ponsel butut itu berkali-kali.Keesokan harinya, setelah bangun tidur, aku langsung meraih ponsel dan mengetik sms untuk Si Fani.[Selamat pagi, cantik. Udah bangun tidur, belum?]Beberapa detik kemudian, balasan darinya pun muncul.[Selamat pagi juga. Udah dong, ini sudah di tempat kerja.][Iya kah? Kamu kerja di mana?][Ada deh. Kamu sendiri lagi apa? Gak kerja?][Masih nyari kerja, tapi belum dapat.][Oh, gitu. Ya sudah, sambung nanti lagi. Aku harus menghadiri rapat.][Oke deh, jangan capek-capek kerjanya. Yang semangat ya, Fani.][Iya.]Hem, gak salah lagi. Si Fani ini pasti kerja di kantoran. Pokoknya akan kupepet terus dia, sampai dapat. Jangan kasih kendor! Hahaa ....Hari terus berlalu, setiap hari selalu kuberikan Fani perhatian-perhatian kecil walau hanya lewat sms. Dia juga semakin terbuka padaku, hubungan kami semakin dekat. Bahkan ia sudah sering mengirimiku pulsa dan kemudian menceritakan tentang statusnya. Aku sedikit terpukul dengan pengakuannya yang sudah bersuami dengan tiga orang anak. Aku masih termenung di depan jendela, masih berusaha menelan kenyataan pahit ini.[Mas, kamu ada nomor rekening, gak? Adek mau kirim uang, buat Mas beli ponsel yang bagus dan buat jajan juga.]Senyumku langsung mengembang membaca sms dari Fani, tadi malam kami sudah resmi jadian dan panggilan 'Adek dan Mas' sudah kami putuskan untuk panggilan sayang.Langsung kuketik balasan sms untuknya.[Mas gak ada nomor rekening, Sayang. Hari ini mau bikin dulu kalau gitu, tapi kamu isikan Mas pulsa dua ratus ribu ya! Buat Mas jual lagi sama orang untuk modal bikin buku tabungan.][Iya, sayang. Bentar lagi Adek kirim pulsanya.]Semenjak hari itu, Fani semakin sering mengirimiku uang. Ponsel mahal sudah bisa kubeli, agar kami bisa video call-an. Hem, wajahnya memang sudah tua. Tapi, kebaikan dan keloyalannya membuatku semakin membutuhknnya. Ini semua demi kesejahteran yang kuimpikan sejak dulu.Fani, aku yakin ... Kau akan mampu menjadi Ibu peri yang akan menuruti dan memenuhi semua inginku. I love you, Sayang.***
Istriku TuaBab 35 (Tamat)"Kenapa baru bilang sekarang, Dek?""Aku juga baru tahu, Mas, kalau sudah stadium empat sebab aku tidak pernah mau memeriksakannya pada Dokter.""Kenapa, Dek?" dadaku menjadi sesak, orang yang kucinta, yang sudah lama kucari tapi tak lama lagi ia akan meninggalkanku untuk selamanya."Mungkin ini hukuman dari Allah atas kesalahan dimasa lalu, aku ikhlas menerimanya.""Tapi, Dek .... ""Sudahlah, Mas. Kamu tak perlu bersedih! Mungkin ini azab wanita tukang selingkuh sepertiku, yang suka berzinah hanya demi kepuasan birahi. Aku senang, sebab disaat sakit melanda, aku sudah bertobat. Jadi, kupasrahkan semuanya pada Ilahi," kata Fani sambil menyeka buliran bening yang keluar dari pojokan matanya."Sudah kuputuskan, aku akan rujuk denganmu. Aku akan merawatmu, sayang." Kueratkan pelukan padanya, kami sama-sama menangis."Siapa nama wanita dan anak kecil yang bersamamu tadi, Mas?""Namanya Sandra dan anak kecil itu Stepy.""Setelah aku meninggal nanti, kamu harus m
ISTRIKU TUABab 34 : BertemuPagi ini, Stepy menelponku untuk menemani mamanya menghadiri pentas seni di sekolahnya. Ia akan tampil menari di sana, aku di minta hadir. Tak kuasa menolak ajakan calon putriku itu, maka kuiyakan saja.Beberapa saat kemudian, aku sudah duduk berdampingan dengan Sandra. Ia menolehku sekilas, lalu sibuk dengan ponsel. Apa aku yang harus menanyakan tentang kebenaran ucapan Stepy yang melamarku untuk jadi papa sekaligus suami dari sang mama. Tapi kok, Sandra cuek begini? Tidak ada gelagak kalau ia menyukaiku. Disaat sedang mengamati wajahnya, Sandra menoleh padaku. Wah, apakah ia akan melamarku jadi suaminya."Mas .... ""Iya," jawabku sambil menyunggingkan senyum."Itu, Stepy sudah naik ke atas panggung," ujarnya agak grogi.Aku segera menoleh ke arah panggung sambil mengusap wajah, ah ... padahal aku sudah kePDan.Disaat Stepy menari di atas panggung, tiba-tiba tangan Sandra menggenggam jemariku. Aku tersentak kaget dan mengerutkan dahi."Mas, penampilan S
ISTRIKU TUABab 32 : Nasib BaikTiga hari sudah aku menjadi pengasuh si Fani kecil. Ia selalu kubawa ke mana pun, bahkan ketika memasukkan lamaran kerja. Semoga dia bisa membawa hoki bagi kehidupanku. Naluri kebapakanku begitu menyeruak ke permukaan. Aku mulai menyayanginya dan menganggapnya anak.Kini langkah kami terhenti di depan sebuah Pabrik Kertas."Permisi, Pak. Saya mau melamar pekerjaan, di koran katanya Pabrik kertas ini sedang butuh beberapa karyawan bagian pengolahan," ujarku sambil menunjukkan koran yang kubawa."Iya, betul. Masuk saja, langsung antar lamaran anda ke HRDnya." Satpam itu terlihat ramah. "Tapi, gak boleh bawa anak, maaf.""Oh, ya sudah. Saya titip anak saya sama Bapak, boleh?"Satpam itu mengangguk dan menarik tangan Fani kecilku tapi ia malah menolah dan bersembunyi di belakangku.Satpam itu menatap Fani sampai keningnya terlihat berkerut, "Sepertinya saya pernah melihat anak ini? Apa dia benar anakmu?""Iya, dia anak saya. Ya sudah, saya permisi saja dan
Istriku TuaBab 31 : MerantauSesampainya di penginapan, segera kubersihkan tubuh. Tampang dekil ini harus kembali berubah rupawan. Kupandang pantulan diri di depan cermin, wajahku sudah kembali mulus. Bekas pukulan waktu di penjara juga sudah menghilang.***Pagi ini aku terduduk bingung dengan apa yang pertama akan kulakukan. Mencari keberadaan Fani atau mencari perkerjaan dulu? Ah, tingkat kecerdasanku memang minim, hanya tingkat kegantengan saja yang tinggi. Begini saja aku bingung, kan ... hanya bermodalkan wajah ganteng tanpa memiliki kecerdasan itu serasa menjadi perhiasan imitasi. Hanya indah tampilan, tapi tak ada gunanya. Sebab gak laku kalau di jual kembali. Aku memukul kepala dan kemudian bangkit menuju pintu.Kudekap beberapa map yang sudah berisi surat lamaran kerja, walau hanya bermodal ijazah SMA. Aku berbohong pada Fani kalau ijazah sudah di makan rayap, sebenarnya ada di simpan sama Ibu. Waktu itu aku sudah merasa enak bersamanya, sebab semua terpenuhi tanpa harus ke
Istriku TuaBab 30 : BebasHari ini aku sudah bebas dari penjara, tekatku sudah bulat. Setelah ini akan mencari Fani. Dua bulan sudah kami berpisah, waktuku untuk bisa rujuk dengannya hanya tinggal sebulan lebih.Pakaian sudah kumasukkan ke dalam koper, tapi kemudian. Aku terpikir sisa uang, ternyata bukan tiga juta lagi, hanya dua juta lebih saja. Sebab sudah kupakai buat berobat juga tempo hari. Sebaiknya sebelum menemui Fani, aku konsul ke doktet lagi. 'Si otong' harus sembuh, dia adalah mahkota keperkasaanku. Kusimpan kembali koper dan bersiap untuk ke rumah sakit. Demi Fani, sekarang aku sudah tidak takut lagi ke Dokter. Demi dia, aku harus sembuh dan bisa memberinya anak agar hubungan kami tak terpisahkan lagi."Bagaimana, Dokter? Kira-kita kapan saya bisa sembuh?" tanyaku pada Dokter ketika ia sudah selesai memeriksa senjata pamungkas."Hem, gak bisa langsung sembuh, Pak. Penyembuhannya bertahap, saya resepkan obat lagi saya, ya!" jawab sang Dokter sambil menuliskan sebuah rese
Istriku TuaBab 29 : KDRTMalam berikutnya, lagi-lagi Dinny menuntut hak sebagai istri. Berbagai alasan sudah kulontarkan, tapi ia masih ngotot mengajak berhubungan."Gak nyangka aku, Bang. Ganteng-ganteng kok, malah impoten!" ucapan itu keluar juga dari bibir tipis Dinny. Ia menatapku tajam, tatapan merendahkan.Tanganku langsung terangkat mendengar ucapannya, pukulan mendarat di wajah mulusnya. Hatiku murka."Aaaagghh," jeritnya histeris sambil memegangi wajah."Jaga ucapan, Dinny! Aku ini suamimu, aku pria normal. Hanya saja sekarang aku sedang sakit, kuharap kamu bisa bersabar." Tanganku terkepal dengan masih menahan amarah yang membuat tubuh ini gemetar."Sakit apa, Bang? Sakit Himpoten, kan? Aku menyesal menikah dengan pria sepertimu, aku jijik! Cih!" Dinny meludahi wajahku lalu keluar dari kamar.Setan! Awas saja kamu! Kukejar Dinny hingga ke depan pintu tapi ia sudah keburu keluar. Ah, aku gak mungkin menghajarnya di rumah ini, ini rumah orang tuanya.Seminggu sudah pernikahan