7. Bertemu Yasmin
-Kalau dia secantik ini, kenapa kamu menerimaku?- Ailuna Cintia PermadiSepeninggal Raisa, aku masih berusaha memejamkan mataku barang sebentar saja. Tubuh, otak, bahkan hatiku benar-benar letih secara bersamaan. Otakku terus saja bekerja memutar-mutar memori kelam yang sangat ingin aku hilangkan dari hidupku, membuatku kesusahan masuk ke dalam alam mimpi.Tok. Tok. Tok.Samar aku mendengar suara ketukan dari arah pintu, tak biasanya para koas mengetuk pintu saat berniat memasuki ruang koas, terlalu sopan. Karena penasaran, dengan malas aku beranjak dari ranjangku dan membuka pintu perlahan.“Hai Lun..” Sapa laki-laki berkacamata yang tidak lain tidak bukan adalah Keanu.Aku menegang seketika mengingat kejadian tak mengenakan tadi pagi saat aku menolak ajakannya untuk mengobrol berdua. Apa dia belum menyerah juga?“Hm, ada perlu apa dokter datang kemari?”Dia menengok Panerai yang melingkar di tangan kirinya. “Aku tahu kebiasaanmu melewatkan waktu makan, belum terlambat. Ayo makan siang bersamaku, sekalian sebagai permintaan maaf karena sikapku tadi pagi.” Dia tersenyum padaku.Oh, ayolah, disini aku yang bersalah, mengapa kamu yang meminta maaf. Ingin sekali aku mengatakan hal itu padanya, sikapnya yang seperti ini semakin membuatku tenggelam oleh rasa bersalah yang semakin dalam. "Maaf, saya sudah makan Dok.”Kruyuk.Oh God, kenapa kalian melakukannya disaat yang tidak tepat wahai cacing-cacing di perutku?. Aku melihat dia tersenyum sekilas, sementara aku hanya bisa menahan malu yang sudah sampai di ujung rambut Keanu, maksudku ujung rambutku.“Ok, ayo kita ke kantin!"Pada akhirnya aku menyerah, aku berjalan terlebih dahulu mendahului langkah panjang Keanu, bukannya apa-apa, aku hanya malas menjadi pusat perhatian para ibu-ibu penggosip di rumah sakit ini. Bisa-bisa besok tersebar berita bahwa aku keguguran karena suamiku yang kasar, kemudian memutuskan untuk bersama Keanu. Mereka sangat cocok menjadi penulis naskah drama-ecekecek-televisi.Aku memesan satu porsi bakso sapi tanpa mie favoritku. Uapnya menyeruak masuk menggelitik bulu hidungku, dengan cepat, mulutku melahapnya rakus, aku baru tahu jika sakit hati ternyata membutuhkan banyak energi.“Kamu seperti balita penderita busung lapar.” Kekehnya sembari menatap kearahku.Aku mengerutkan kening karena tak mengerti dengan yang dia katakan. Terkadang aku lebih mengerti istilah medis dibandingkan nama pasarannya.“Honger Oedema.” Ucapnya memperjelas.Aku melotot ke arah Keanu tak suka.“Saya ini bukan kekurangan protein, tapi kekurangan kasih sayang.” Ucapku tak peduli dengan reaksi yang akan dibuat oleh Keanu setelah mendengar pernyataanku barusan.“Kalau gitu, aku siap memberimu kasih sayang sebanyak yang kamu butuhkan!”"Uhuk.."Ucapan Keanu membuatku tersedak kuah bakso panas yang sedang aku seruput. Mengesalkan, aku kira dia sudah menyerah terhadapku. Beberapa detik kemudian, dia mengulurkan selembar tisu ke hadapanku.“Jangan terlalu serius Luna, aku hanya bercanda. Lagi pula, kamu pasti sudah mendapatkan kasih sayang berlebih hingga membuat hatimu kebanjiran.” Ucapnya renyah.Aku hanya meringis mendengarnya, benar semua itu benar, namun hanya dalam mimpiku saja. Boro-boro kebanjiran, yang ada hatiku ini kering kerontang tak pernah dihujani kasih dari suamiku sendiri.“Aku harap, dia laki-laki yang lebih baik dariku, dan dia memperlakukanmu dengan lebih baik.” Ucapnya. Aku melihat ketulusan dari sorot matanya.Ah, aku memang bodoh, mengapa aku harus menyakiti laki-laki sebaik dia?“Aku akan membelikan minum untukmu.”“Jangan!” selaku sebelum dia beranjak dari tempat duduknya.“Biar saya saja, dokter Keanu sudah meneraktirku makan, sebagai gantinya saya akan mentraktir minuman untuk dokter. Apa yang ingin dokter minum?” tanyaku.Dia terlihat berpikir, aku terkekeh menertawakan diriku sendiri karena baru menyadari jika dokter muda di hadapanku ini benar-benar tampan saat dilihat dari jarak dekat, hanya saja kacamata bulatnya membuat dia terlihat lebih manusiawi.Setelah dua menit berlalu. “Mineral water.” Jawabnya.Dasar pecinta hidup sehat, lihat saja, untuk menemaniku makan dia hanya memesan seporsi salad. Kembalikan dua menit berhargaku Keanu!“Ok, tunggu disini sebentar Dok!”Aku berjalan menuju vending machine terdekat, kebetulan sekali tenggorokanku menginginkan cola. Sudah lama sejak terakhir aku meminum minuman berkarbonasi sekitar, oh aku ingat! Dua hari yang lalu.Saat sudah hampir sampai, aku melihat seorang wanita memakai kursi roda yang terlihat kesulitan memencet tombol vending machine karena terlalu tinggi. Aku berjalan cepat ke arahnya.“Apa yang kamu inginkan nona?” tanyaku ramah.Wah wanita yang ku perkirakan berusia dia puluh tahunan ini sangat cantik, bibirnya terlihat tipis, dengan mata yang membentuk bulan sabit. Tipe anggun dan ramah yang banyak disukai oleh laki-laki.“Orange juice, dok.” Serunya.Ah, banyak yang mengira jika aku adalah seorang dokter, padahal baru calon. Tapi setiap mendengar kata itu aku jadi merasa bangga dengan diriku sendiri, jadi ku biarkan saja.Aku memencet bagian orange juice dengan cukup keras.Clang!Keluarlah satu botol orange juice instan dari lubang vending machine.“Terimakasih banyak dok. Oh ya namaku Yasmin, senang berkenalan dengan dokter.”Aku mematung seketika, Yasmin? Apakah dia? Aku kembali memperhatikannya, dan kemudian meneliti gelang yang melingkar di tangannya. ‘Yasmin Tristan P, 29 thn’.Aku langsung membalik nametag yang ku kenakan.“Luna." Jawabku singkat.Dia terlihat kebingungan melihat perubahan ekspresiku yang begitu drastis. Tapi sungguh, aku terlalu terkejut dengan semua ini.Jantungku terasa teremas, demi Tuhan Yasmin adalah manusia paling aku hindari setelah Keanu, tapi aku tak pernah menyangka jika kita akan dipertemukan dengan cara seperti ini? Jika dia tahu aku siapa, pasti kamu tak akan meminta bantuanku yang kamu anggap sebagai orang ketiga di kehidupan asmaramu.“Hm, bisakah dokter membantuku sekali lagi? Aku ingin kembali ke kamarku dan perawat yang membawaku kesini tadi sedang meminta izin untuk ke kamar mandi. Maukah dokter membantuku kembali ke kamar?” Ucapnya lirih.Dia terlihat seperti anak kucing yang tersesat. Jadi seperti ini tipe yang disukai Adhitama, dia terlihat lemah dan manja, tipe yang butuh perlindungan. Berbeda 180 derajat denganku yang bar-bar ini.Benar saja, aku seolah tak bisa menolak permintaanya. “Baiklah, tunggu disini sebentar nona, aku akan segera kembali.” Aku memencet tombol air mineral dan berjalan cepat ke arah Keanu.“Ini minumannya dok. Sata harus pergi sekarang, terimakasih atas makanannya, permisi.” Aku menyodorkan sebotol air mineral ke hadapannya.“Oh terimakasih Luna.” Ucapnya.Aku mendorong kursi roda Yasmin pelan, selama perjalanan, dia tak henti menceritakan banyak hal. Dia memang sangat berbeda denganku, dia akan mengatakan segala hal yang dia rasakan saat ini tanpa rasa ragu. Sesekali aku memperhatikan sekitar takut-takut suamiku alias kekasih gadis dihadapanku ini datang tanpa diundang.“Sampai, terimakasih banyak Dokter.” Ucapnya ramah.Aku hanya tersenyum, dan bagaimana bisa aku justru tersenyum padanya?Kring. Kring.Tiba-tiba ponsel di pangkuannya bergetar, aku mengintipnya sedikit karena mengira itu berasal dari Adhitama, namun ternyata salah, nama kontaknya bertuliskan ‘Daddy’ namun ada sesuatu yang aneh saat aku semakin memperjelas pandanganku yang sedikit buram.“Hm dok, aku masuk duluan ya, sekali lagi terimakasih banyak atas bantuannya.” Dia mendorong kursinya sendiri masuk ke dalam kamar rawatnya.Aku melihatnya dari celah pintu, laki-laki berambut hitam terlihat memberikan sebuket bunga merah, kemudian mengecup lembut puncak kepala Yasmin dengan penuh kasih sayang. Ah, jantungku terasa jatuh sampai ke kaki.“Sudah tahu nyakitin, tapi tetap aja di liatin.” Suara bariton laki-laki di belakangku berhasil membuatku semakin menegang.Aku menoleh kebelakang, netraku menangkap sosok laki-laki yang tersenyum miring ke arahku.“Kamu...”Bersambung.8. Aku Terusik-Apakah normal untuk merasakan hal semacam ini pada wanita yang baru aku temui?-Adhitama WijayaAku menyesap wine ditanganku dalam diam, entah apa alasannya aku memilih untuk berdiam diri disini, dikamar wanita yang telah aku nikahi beberapa hari yang lalu, pemandangan diluar kamar ini ternyata cukup bagus, rentetan bunga berwarna putih, yang aku sendiri tak tahu namanya itu berhasil menyita perhatian siapapun yang melihat kearahnya.Seperti sosok bernama Ailuna, gadis yang belum genap seminggu aku kenal itu memang menarik perhatianku. Aku tak memungkiri jika gadis itu memiliki aura tersendiri yang membuat orang lain merasa nyaman untuk berada didekatnya. Namun bagiku hanya sebatas itu.Aku tak bisa melupakan bagaimana kuatnya sengatan saat untuk pertama kalinya dia memeluk tubuhku tanpa aba-aba, dia seolah mengalirkan ribuan volt listrik yang membuat tubuhku bergetar hebat.“Gadis muda yang aneh dan juga berani.”Aku tersenyum miring saat kembali mengingatnya. Gadis bo
9. I'm a Liar-Statusku memang miliknya, namun hatiku adalah milikmu.- Adhitama Wijaya"Syukurlah..” Aku menghembuskan nafasku lega, jantungku berangsur normal. Takut kehilangan, itu yang aku rasakan. Bagaimanapun, kita akan merasakan hal tersebut saat sudah terbiasa dengan sesuatu ataupun seseorang. Seperti halnya diriku yang selalu merasa bahwa Yasmin lah yang paling mengerti diriku, Yasmin lah yang aku butuhkan, dan Yasmin lah yang membutuhkanku.Kami bagai tumbuhan dan oksigen yang saling membutuhkan. Sungguh, mendengar dia dalam keadaan tak baik-baik saja membuat seolah semua oksigen disekitarku ditarik paksa hingga membuatku kesulitan bernapas.Aku meregangkan pelukanku, menangkup wajahnya, kemudian meneliti setiap inci wajahnya yang-syukurnya-terlihat baik-baik saja.“Berhentilah membuatku khawatir, Mine, kamu tahu? Kau membuatku hampir mati di jalanan karena melajukan mobilku di atas kecepatan rata-rata.”Rasa kesal menjalar di hatiku saat melihat Yasmin yang masih terdiam ta
10. Sahabat Lama-Katanya aku itu terlalu bodoh untuk urusan asmara. Tapi itu bukanlah salahku, karena aku selalu percaya kata-kata bahwa nobody’s perfect, but I’m perfect for you.- Ailuna Cintia Permadi“Sudah tahu nyakitin, tapi tetap aja di liatin.” Suara bariton laki-laki di belakangku berhasil membuatku semakin menegang.Aku menoleh kebelakang, netraku menangkap sosok laki-laki yang tersenyum miring kearahku.“Kamu...”Aku menyeret tangan kanannya menjauh dari ruang rawat Yasmin. Aku tak peduli dengan gerutuannya di sepanjang jalan.Brak! Aku mendorongnya ke dinding di salah satu lantai tangga darurat yang sepi.“Aw, sakit Ai, ternyata lo nggak berubah, tetep kaya Samsonwati ya!” gerutunya sambil sesekali meringis.Aku menatapnya tajam, sangat tajam, setajam silet. Aku tak peduli jika tiba-tiba kepalanya putus karena tatapan nyalangku, palingan nanti jadi temenan sama hantu jeruk purut. Dia menelan ludahnya dengan susah payah.“Kapan kamu pulang?” tanyaku mengintimidasi.Dia men
11. Makan Malam Pertama-Ini pertama kalinya kita makan bersama, berada di meja makan yang sama, makan makanan yang sama, dan menghidup oksigen yang sama. Rasanya mendebarkan, aku ingin melakukan ini setiap hari denganmu. - Ailuna Cintia PermadiAku mulai mengeluarkan beberapa bahan dari lemari pendingin. Banyak hal yang sudah aku cari tahu tentang Adhitama, dari makanan favoritnya hingga alergi yang di deritanya melalui mommy Rosa. Syukurlah dia tak memiliki hal semacam itu.Beberapa menit kemudian mulai tercium aroma masakan yang aku tumis diatas minyak zaitun. Aku menyiapkan dua porsi siap saji diatas meja makan tepat saat suara langkah kaki yang terdengar mendekat.“Makanan udah siap.” Ucapku sambil tersenyum.Dia hanya menatapku datar, kemudian menarik salah satu kursi kayu yang menciptakan derit lemah sebelum dia duduki.Dia menatap salad quinoa daging yang masih mengepulkan uap panasnya.“Apa kamu ingin membuatku gemuk dengan memakan daging dimalam hari?” tanyanya dengan sorot
12. Giant Baby-Semuanya mengalir seperti keran bocor, bagaimana cara menghentikannya? Ya diperbaiki dengan benar, agar kita dapat mengatur seberapa kencang aliran yang kita butuhkan.- Ailuna Cintia PermadiAku kembali mengganti plaster kompres demam di dahi Adhitama dengan hati-hati.Wajahnya masih pucat, keringat dingin masih mengalir di dahinya. Saat-saat seperti ini dia terlihat seperti bayi besar yang tak berdaya.“Such a giant baby.” Gumamku, sesekali tersenyum.Aku beranjak dari ranjang membuka sedikit hordeng abu-abu dikamar Adhitama dengan hati-hati agar tak membangunkannya, kemudian berjalan pelan menuju pantry, namun langkahku terhenti seketika di ambang pintu dengan tubuh yang mematung.“Astaga, apa yang terjadi?” tanyaku sambil membelalakkan mata.Keadaan dapurku berubah seperti kapal pecah, sungguh ini bukan karena aku terlalu hiperbola, semuanya tergenang air setinggi lima belas sentimeter, mengingat lantai pantryku turun sekitar tiga anak tangga. Beberapa panci dan peng
13. Father Of Your Baby-Ternyata benar, kalau tidak ada yang namanya persahabatan antara laki-laki dan perempuan.- Ailuna Cintia Permadi. “Jadi lo udah tahu?” tanya Barram sembari tersenyum tipis, dia menyeruput kembali mocca latte miliknya.“Nggak usah over confident Ai, gue udah sadar kok posisi gue, jadi nggak usah ngerasa nggak enak gitu, dienakin aja say..” Ucapnya lagi.Aku tersenyum sekilas, lucu, untuk pertama kalinya dalam kisah persahabatan kami, kami membicarakan tentang perasaan masing-masing. Tentang bagaimana aku melihatnya, dan bagaimana dia melihatku.Pertanyaanya adalah, mengapa harus sekarang? Seolah Tuhan sengaja mempermainkan perasaan cintaku pada Adhitama dengan perasaan sayangku pada Barram. Sosok yang sudah memberikan warna yang berbeda dalam hidupku. “Sorry, I hurt you so much. Gue nggak bisa menganggap ini angin lalu kaya dokter Keanu, lo beda, ada nama lo di salah satu sudut hati gue yang nggak bisa diisi oleh siapapun.” Ucapku lirih.“Posisi sahabat maksu
14. Not A Dream-Kamu adalah paket makan siang paling komplit di hidupku, ganteng, kharismatik, kaya, tapi sayang kurang senyum aja.- Ailuna Cintia Permadi“Don’t forget it, I’m not your baby, I’m father of your baby.” Bisiknya lagi sebelum mengecup lembut permukaan bibirku.Ugh, ucapannya membuatku melayang jauh melewati atmosfer bumi. Ini sungguh gila, Adhitama semakin membuatku menggila.Dia menggendongku ala bridal style, membawaku ke kamarnya. Di saat-saat seperti ini, ingin sekali rasanya aku menurunkan berat badanku, aku takut jika sebenarnya dia memaksakan diri untuk menggendong tubuhku yang tak bisa dikatakan kurus. Tapi tunggu, tunggu, kenapa kami melewati ranjangnya, kemana dia akan membawaku pergi?Brak.Adhitama mendorong pintu kamar mandi dengan kakinya, membuat suara dentingan cukup keras.“Aku belum mandi istriku, sepertinya tak masalah jika kita mandi bersama.” Ucapnya.Aku tersenyum miring, shitt kenapa dia terlihat sangat menggoda?“Ta..tapi aku sudah mandi kak.” Ja
15. Rumor-Banyak orang merasa lebih mengenal diriku dibanding diriku sendiri.- Ailuna Cintia Permadi“Kenapa aku ditarik kesini? Makananku kan belum habis. Bukankah kamu selalu mengatakan untuk tidak buang-buang makanan?” gerutu Adhitama padaku.Ya aku sudah tak tahan untuk menariknya menjauh dari keramaian setelah dengan tidak malunya mengecup bibirku di depan umum. Dan aku memang terlalu bodoh karena menganggap semuanya halusinasi semata, oh ayolah, siapa yang akan menyangka peristiwa ini akan terjadi di hidupku?Dan lihat, dia itu seorang Adhitama Wijaya, laki-laki dingin yang bahkan sulit untuk disentuh. Siapa yang peduli dengan sisa makanan yang tinggal satu suap dibandingkan dengan rasa malu yang sudah menguap seperti senyawa volatil?“Darimana kak Tama tahu aku bekerja disini?” tanyaku dengan raut wajah serius.Dia menyipitkan matanya. “Apakah itu penting? Bukankah wajar jika aku ingin tahu pekerjaan seperti apa yang istriku lakukan hingga membuatnya selalu pulang larut malam?