Share

Sudah Terlanjur Jatuh

6. Sudah terlanjur jatuh

-Meski jatuh rasanya sakit, tapi sakit itu hilang saat melihatmu.- Ailuna Cintia Permadi

Sendi menunduk lesu setelah kepergian Adhitama menuju ruangan rawat wanita yang dia cintai. Shit, berpikir tentang ini saja membuat jantungku terasa begitu nyeri, aku harap aku tak mengalami atheroskerosis setelah ini.

Aku kembali memandang wajah Sendi yang memaksakan diri untuk mendongakan wajahnya menghadapku, kegusaran terlihat jelas dari sorot matanya yang sedikit bergetar.

“Wanita itu pacarnya kak Tama kan?” tanyaku lirih.

Sendi terlihat terkejut mendengar pertanyaan yang aku lontarkan padanya, dia semakin kebingung.

"Kamu tidak perlu menyembunyikan apapun lagi dariku Sendi, setidaknya jangan berbohong tentang pertanyaanku barusan."

“Ma..maafkan saya nyonya, bukan maksud saya menutupi masalah ini dari nyonya. Ada satu dua hal yang mungkin tidak boleh saya katakan pada nyonya, bukan karena saya tidak ingin, hanya saja nona Yasmin itu…”

“Tidak perlu kamu teruskan Sendi!” Potongku.

Aku tak ingin semakin tersiksa oleh rasa sakit yang menggerogoti hatiku. Entah mengapa daripada sebuah umpatan, justru senyumlah yang terbit disudut bibirku saat ini.

"Aku sudah bisa menarik kesimpulan dari jawabanmu yang bertele-tele tadi!"

Dan pada akhirnya aku mengerti bagaimana berartinya Yasmin untuk Adhitama. Namun, bolehkan aku sedikit egois untuk mempertahankan semua kebahagiaan semu ini. Aku tak menuntut banyak, dapat melihat Adhitama sesering mungkin adalah impian terbesarku, aku tak berpikir bahwa Adhitama akan berpaling padaku dan membalas rasaku untuknya, itu terlalu diluar nalar.

“Aku ingin meminta tolong padamu.” Pintaku.

“Apa yang bisa saya lakukan untuk nyonya, saya akan melakukannya dengan sungguh-sungguh!” tanyanya terlihat sumringah. Dia pasti sudah diliputi rasa bersalah, padahal ini bukan kesalahannya. Ini semua salahku yang masuk kedalam kehidupan Adhitama.

“Aku minta tolong jangan katakan apapun pada kak Tama tentang aku yang bekerja disini, dan tentang aku yang mengetahui hubungan yang dia jalin di belakangku.”

Sendi terlihat ragu, membuatku berpikir untuk mencari kalimat lain yang bisa meyakinkan dirinya.

“Ini adalah urusan pribadiku dengan kak Tama, kami pasti bisa mengatasinya dengan baik. Dan tugasmu hanya mengikuti perintahku.” Ucapku sungguh-sungguh.

“Tapi nyonya..”

“Luna” suara nyaring salah satu senior terdengar memekakan telinga.

“Aku mohon Sendi, aku percaya padamu.”

Aku berjalan cepat menuju sumber suara yang memanggil namaku, kemudian menyamakan langkah disamping para perawat yang mendorong seorang seorang pasien laki-laki menuju ruang operasi.

Operasi pneumothorax yang diakibatkan akibat patahnya tulang rusuk yang merobek jaringan paru-paru telah selesai tiga puluh menit yang lalu. Aku melepas baju hijauku dan mulai membasahi tanganku dengan air dan deinfektan. Gemericik air menghilangkan suasana hening yang sedari tadi mengelilingiku.

“Seperti biasanya Lun, kamu memang paling bisa kami andalkan.” Ucap Sherly sambil menepuk bahuku, dia adalah dokter senior yang menjadi penanggung jawabku selama koas.

“Jangan terlalu memujiku kak, nanti kalo aku terbang gimana?” Jawabku jenaka, seolah aku melupakan beban pikiran yang sebenarnya masih menggelantung di sel otakku.

Kami memang sudah dekat dari semenjak pertemuan pertama kami di kampus, aku sebagai mahasiswa S1, dia sebagai dosen muda di kampusku. Meski umur kami terpaut cukup jauh, namun kami memiliki banyak kesamaan yang membuat kami merasa cocok satu sama lain.

Dia terkekeh mendengarnya. “Kamu ini bisa aja, by the way, congratulation for your wedding, aku jadi lebih percaya berita yang beredar setelah melihat sesuatu yang melingkar di jari manismu.” Ucapnya sembari melihat cincin emas yang baru saja kembali ku kenakan.

“Terimakasih banyak kak untuk ucapannya.” Jawabku sambil tersenyum.

“Tapi, hm itu..hm bukan karena hamil kan?” tanyanya ragu-ragu.

“Hahaha..”

Aku tak bisa menahan tawa saat melihat wajah Sherly yang seperti sedang menahan pup. Dia terlihat sangat lucu.

“Kenapa ketawa si? Aku serius Luna!” dia mencubit pipiku gemas.

“Aw..aw.. sakit kak..” erangku berusaha melepaskan diri ancaman Sherly.

“Boro-boro hamil, punya pacar aja nggak pernah. Gosip disini emang penuh dengan micin kak, biar makannya lebih sedap.” Ucapku sembil mengacungkan ibu jari.

Sherly kembali terkekeh. “Aku percaya sama kamu kok, satu-satunya mahasiswa yang nggak ngerti proses pembuahan manusia sampe masuk jurusan kedokteran kan cuma kamu. Rekor emang.” Ungkap Sherly meledekku.

Memang benar si, meski aku mengambil jurusan MIPA saat SMA, aku tak pernah tahu bagaimana proses pembuahan benar-benar terjadi, dalam pikiranku jika laki-laki dan perempuan dewasa tidur dalam satu kamar, boom, maka terjadilah pembuahan.

“Satu pesan dariku, menikah itu saling Luna, saling mencintai, saling menyayangi, saling berbagi, saling mengerti, dan saling-saling lainnya, tapi aku yakin, kamu pasti bisa melakukannya karena kamu adalah Ailuna." Sherly menatapku dengan tulus.

Saling ya? Sayangnya aku disini terjatuh sendirian, bahkan dia tak bersedia menerimaku saat aku sudah benar-benar menjatuhkan diriku seutuhnya untuknya. Ah, aku menjadi teringat sosok Adhitama yang saat ini berada satu atap denganku, aku jadi penasaran sedang apa dia sekarang? Apakah sedang melakukan pembuahan? Shitt, apa sih yang aku pikirkan?

Aku berjalan gontai menuju ruang koas, berkat menjadi asisten operasi dadakan. Akhirnya aku mendapatkan waktu istirahat lebih, aku sangat bersyukur untuk itu, karena bekerja di IGD memang sangat melelahkan.

Tiba-tiba aku merasakan seseorang mencengkram tanganku begitu erat dan menarikku menuju ruang koas dengan tergesa. Pelakunya adalah Raisa, wajahnya terlihat merah menahan amarah.

“Ada apa si Ra?” aku menghempaskan cengkraman tangannya yang begitu kuat.

“Jelasin siapa wanita bernama Yasmin sekarang juga!” ucapnya dingin.

Aku tak tahu darimana dia mendapatkan info tentang Yasmin, tapi mengapa harus sekarang? Aku tak ingin terlihat menyedihkan dihadapannya. Tapi aku tak punya pilihan lain selain menjawabnya jujur, atau dia akan menjejalku dengan berbagai pertanyaan yang semakin tak masuk akal.

“Pacarnya Adhitama Wijaya." Jawabku lirih tanpa membalas tatapan nyalang Raisa.

“Are you crazy Lun? Otak lo kemana aja si? Bukannya lo pinter, otak tuh jangan lo pake buat belajar doang Lun, pake buat mikir apa yang udah lo lakuin! Gue nggak nyangka kalo temen gue sendiri malah jadi orang ketiga di hubungan orang lain.”

Shit, Raisa salah sangka padaku.

“Bukan gitu Ra!”

“Lalu apa?” tanya Raisa nyalang.

“Gue nggak tahu kalo dia udah punya pacar?” jawabku jujur.

Raisa terlihat mengerutkan keningnya. “What? Seriously?” tanyanya masih tak percaya.

Aku menghela napasku yang sedari tadi menahan sesak yang tak kunjung hilang. “Yes, aku baru tahu itu tadi pagi dari gosip pelayan rumah.”

Wajah Raisa seolah masih membutuhkan banyak penjelasan.

“Ok baiklah, gue akan mengatakan semuanya sama lo, tapi please, jangan jugde gue karena kebodohan gue, gue cuma ingin lo ngerti apa yang sebenarnya terjadi. And trust me, please!” Jawabku serius.

Aku mengatakan segalanya pada Raisa, dari mulai aku yang melamar Adhitama hingga mengetahui fakta menyakitkan tentang keberadaan Yasmin yang sudah lebih dulu berada di samping Adhitama tanpaku ketahui.

Raisa menepuk jidatnya kuat-kuat. “Gila, sumpah hidup lo drama banget Lun, kok lo bisa-bisanya nggak tahu kalo dia punya pacar padahal lo ngaku udah suka sama dia sejak lama?”

“Gue juga nggak ngerti, kayanya gue emang seakan tutup mata dan telinga sama berita miring tentang dia, atau emang hubungan mereka yang sengaja di tutup-tutupi.”

“Sumpah, lo bucin parah si, gue nggak nyangka beneran. Eh bentar deh, Tapi kenapa dia nggak nikahin pacarnya aja, kenapa malah lo dan tiga orang calon istri yang pernah kabur itu? Gue yakin, untuk seukuran model, dia pasti cocok untuk jadi pendamping Adhitama.”

Aku menggeleng pelan. “Untuk itu, gue masih nyari jawabannya.”

Pasti ada alasan mengapa Adhitama sampai melakukan ini, dia bukanlah seseorang yang melakukan sesuatu tanpa alasan yang jelas.

“Hm, lo beneran suka sama dia ya?” tanya Raisa ragu.

Aku hanya bisa tersenyum, suka? Aku rasa ini bukan hanya perasaan suka, ini mungkin perasaan yang disebut cinta. Ya aku benar-benar mencintainya hingga rasa ingin memilikinya begitu egois tercetak di otak besarku.

“Gue nggak mau terlalu ikut campur ke dalam rumah tangga lo, tapi kayanya mereka baru saja meributkan sesuatu yang berhubungan dengan pernikahan lo, soalnya dia nyebut nama lo cukup keras pas banget gue lagi ikut dokter Hans keliling di kamar VVIP dan pintu ruangannya rada kebuka.”

Menyebut namaku? Apakah itu artinya Yasmin tahu tentangku? Permainan apa sebenarnya yang sedang mereka mainkan dibelakangku?

“Gue nggak bisa lakuin apa-apa buat lo Lun, tapi gue harap, lo bahagia sama pilihan lo. Tapi kalo lo udah nyerah untuk bertahan sama hubungan lo, gue siap untuk ada disamping lo kapanpun lo butuh.”

Raisa membawaku kedalam pelukannya. Saat ini aku mungkin sudah terjatuh sepenuhnya, yang perlu aku lakukan hanyalah bangkit lagi, kemudian ketika terjatuh kembali, aku akan bangkit lagi begitu seterusnya sampai suatu saat nanti Adhitama bersedia menerima segalanya yang sudah ku jatuhkan untuknya. Semoga.

Bersambung.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status