Share

Bab 8

Aisyah bermalam di villa. Pak Adam tak mengijinkannya untuk pulang karena sudah terlalu malam.

Aisyah masuk ke kamar yang sudah disiapkan untuk ibu dan dirinya. Aisyah duduk di tepian tempat tidur, dan meletakkan buket bunganya di atas nakas.

Rasa penasarannya pada pengirim buket bunga, justru beralih pada Pak Wijaya. Entah kenapa pertanyaan tadi mengganggu dalam benaknya. 

"Apa mungkin benar Pak Wijaya mengenal ayah, atau mereka pernah bertemu sebelumnya? Kenapa Beliau seolah begitu perlu mendengar pengakuanku?" benak Aisyah terus berkecamuk dengan semua pertanyaan tentang hubungan ayahnya dan Pak Wijaya.

"Ada apa, Sayang?" Ibu Laila menutup pintu kamar, mendekati Aisyah dan duduk di sampingnya. "Ada yang sedang kamu pikirkan?"

Aisyah menoleh ke arah ibunya dengan menyunggingkan senyum. "Tidak, Bu. Semua baik-baik saja," jawab Aisyah.

Ibu Laila merengkuh tubuh Aisyah, dan spontan Aisyah menyandarkan kepalanya dalam dekapan Ibu Laila, sambil memeluk erat tubuh ibunya. 

Malam ini memang begitu berat untuknya. Dia hanya mencoba tetap terlihat baik-baik saja. Padahal hatinya telah hancur berkeping-keping.

Ibu Laila mengecup ubun-ubun Aisyah. Mengusapnya halus. "Kamu mungkin bisa berucap semua baik-baik saja. Tapi ibu tahu ada yang sedang kamu coba sembunyikan," ucap Ibu Laila lembut.

Aisyah hanya diam. Mata yang mulai berkaca-kaca, setelah mendengar ucapan ibunya.

"Kamu tak ingin bercerita sesuatu pada ibu?" tanya Ibu Laila hangat. "Kalau kamu tak ingin bercerita maka ibu tak akan memaksamu. Tapi ada yang ingin ibu tanyakan."

Jantung Aisyah tiba-tiba berdetak lebih cepat dari biasanya. Ada perasaan khawatir yang tiba-tiba merasuk dalam hatinya. "Pertanyaan apa, Bu?"

Ibu Laila melepas pelukannya. "Siapa Haikal sebenarnya? Kamu tak ingin jujur tentang siapa dia sebenarnya pada, Ibumu?"

Aisyah benar-benar dibuat terkejut dengan  pertanyaan ibunya. "Ha-haikal?" ucap Aisyah gugup.

"Iya Haikal. Ibu masih ingat betul waktu pertama kamu menyebut namanya, saat kamu pulang malam di hari pertama kamu  bekerja. Kamu menyebut namanya dan saat ibu tanya siapa Haikal. Kamu menjawab kalau dia seorang supir kantor. Iyakan?"

Aisyah menatap sekejap wajah ibunya, dan menunduk cepat. Aisyah hanya menganggukan kepala. Tak menyangka ingatan ibu nya begitu tajam. Kejadian itu padahal sudah hampir satu tahun.

"Tak mungkinkan ada orang yang wajah dan namanya mirip, kecuali itu orang yang sama?" tanya Ibu Laila hati-hati. Beliau tak ingin terkesan menginterogasi. Beliau hanya menatap lekat wajah Aisyah.

Haikal yang sering datang ke rumah. Membuat Ibu Laila, paham dengannya. Hanya karena tampilannya saja, yang membuatnya sedikit pangling malam ini.

 "Huft." Aisyah menghembuskan nafas panjang. "Iya, Bu," jawab Aisyah singkat.

"Iya? Apa maksudnya, iya?"

Aisyah menatap ke arah Ibunya. "Iya, mereka orang yang sama." Mata Aisyah mulai berkaca-kaca.

Ibu Laila sontak merengkuh tubuh Aisyah dan memeluknya erat. Tanpa Aisyah bercerita banyak, Beliau tahu apa yang Aisyah rasakan kini.

Ibu Laila paham tentang kedekatan mereka. Bahkan Haikal juga sudah begitu dekat dengan dirinya. 

"Sabar, Sayang. Pasti ada rencana indah dibalik semua yang terjadi malam ini." Ibu Laila mengecup ubun-ubun Aisyah berulang kali.

Aisyah melepas pelukan Ibunya. "Aku baik-baik saja, Bu," jawab Aisyah sambil menyeka air matanya, dan menyungingkan senyum yang dipaksakan. "Bukankah ada Ibu yang selalu ada untukku."

Ibu Laila menangkup kedua pipi Aisyah. "Iya, Sayang. Selalu." Ibu Laila mencium kening Aisyah.

Aisyah menoleh ke arah nakas dan meraih buket bunga nya. Menunjukkannya pada Ibu nya.

"Apa ini?"

"Ini dari Aydan, mungkin." Aisyah mengedikkan bahu. Mengalihkan pembicaraan. Membahas Haikal hanya akan menambah luka hatinya makin dalam.

"Aydan?"

"Iya, Bu. Tadi Aydan di sini. Tapi entah dia kemana, karena setelah menemuiku dia tak nampak lagi batang hidungnya."

"Aydan tak menemui ibu?"

Aisyah mengendik. "Entah. Aku juga hanya melihatnya beberapa detik."

Ibu Laila tersenyum melihat Aisyah. "Syukurlah, mungkin ada jalan lain yang sedang Tuhan tunjukkan," batin Ibu Laila.

Ibu Laila melihat buket bunga, dan tanpa sengaja melihat sebuah amplop di sela bunga. "Sudah kamu baca isi suratnya?" Ibu Laila bertanya tiba-tiba.

"Surat?" Aisyah mengerutkan kening. "Dari mana Ibu tahu aku dapat surat, suratnya kan sudah aku masukkan ke tas tadi," batin Aisyah bingung.

"Iya, ini surat kan?" Ibu Laila  menunjuk ke arah surat di sela bunga.

Aisyah memperhatikan dengan seksama. Dan benar apa yang ibunya tunjuk. Aisyah bergegas mengambil dan membukanya.

"Cincin?!" bisik Aisyah tak percaya.

"Apa, cincin?!" Ibu Laila menegaskan apa yang didengarnya.

Aisyah mengambil tempat cincin dari dalam amplop, dan membuka nya cepat. Menunjukkannya pada ibu nya.

"Aydan memberimu cincin?"

Aisyah menggelengkan kepala, "Haikal." Aisyah menatap ibunya.

"Haikal? Kamu yakin? Kamu tidak sedang berkhayal bukan?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status