Pertemuannya dengan Aisyah di tempat kerjanya membuat warna baru dalam kehidupan Haikal.Haikal yang terkenal dingin dengan wanita mulai membuka celah dihatinya. Seiring berjalannya waktu,benih-benih cinta mulai tumbuh diantara keduanya. Namun, ternyata ayahnya telah menjodohkan Haikal dengan seorang gadis. Anak dari sahabat yang telah banyak membantu kehidupannya dulu. Lalu bagaimanana nasib cinta Haikal dan Aisyah? Apakah cinta meraka akan menyatu atau malah terjerat dengan cinta yang baru?
Lihat lebih banyak"Aisyah." Sintya memanggil Aisyah sembari mendekatinya. "Aku kira, kamu tak akan datang. Kamu tahu, kamu sudah sangat-sangat telat."
"Bukankah acara belum dimulai?" Aisyah melihat ke sekeliling pelataran villa yang telah disulap dengan dekorasi lampu-lampu gantung kecil yang terpasang indah. Nampak hoop dari rotan yang terbungkus tanaman merambat dengan lampu tirai yang telah menyala. Standing vase dengan bunga yang terangkai menambahkan aksen romantis."Acara memang belum dimulai. Tapi aku juga tak ingin melihat kamu seperti ini." Sintya melihat Aisyah dari atas ke bawah dan kembali lagi ke atas. "Kamu juga harus dandan dong.""Oh. Tidak…. tidak…. tidak… " Aisyah menggelengkan-gelengkan kepalanya, sambil memundurkan badan. "Kamu tahu kan, aku paling anti dengan make up?""Untuk kali ini aku ingin kamu mau. No debat, ok." Sintya menarik Aisyah masuk kedalam villa dan masuk ke dalam kamar, dengan sedikit perlawanan dari Aisyah. "Ngomong-ngomong kamu udah pernah ketemu sama calon tunangan kamu?" Aisyah memandang lekat ke arah Sintya."Menurut, kamu?" Sintya balik bertanya.Aisyah mengedikkan bahu. "Entahlah, tapi apa mungkin seorang Sintya mau dijodohkan kalau belum ketemu dengan pria yang akan menjadi pendamping hidup nya? Itu sangat mustahil." Aisyah tersenyum sambil menggelengkan kepala."Itu kamu, tahu jawabannya." Sintya tersenyum simpul."Mau tau dong, kaya apa si pria yang dipilihkan om Adam untuk Si Cantik ini." Aisyah sedikit menggoda Sintya."Sayang, kamu sudah siap?" Tiba-tiba Pak Adam masuk ke dalam kamar Sintya. "Aisyah sudah datang juga rupanya.""Iya, Om Adam." Aisyah menjabat tangan dan mencium takzim punggung tangannya. "Om, apa kabar?""Om, baik Sayang." Om Adam memeluk erat tubuh mungil Aisyah, setelah melepaskan tangannya. "Kamu, sendiri bagaimana kabar?""Aku, kabar baik, Om." Aisyah melepas pelukan Om Adam, meski berada dalam dekapan Om nya sebenarnya membuatnya merasa aman, seperti dalam pelukan ayah nya."Syukurlah, kalau begitu." Pak Adam mengusap kepala Aisyah yang terbungkus jilbab coklat susu. "Cepatlah turun, keluarga calon tunanganmu hampir sampai," ucap Pak Adam sambil menatap wajah Sintya."Baik, Pa. Papa turin saja dulu nanti aku nyusul," jawab Sintya bersemangat, wajahnya nampak berbunga-bunga."Cepatlah, Papa tunggu di bawah," ucap Pak Adam cepat. "Maaf Om, tinggal dulu ya, Aisyah."Aisyah tersenyum sambil mengangguk. "Iya, Om."Sintya menoleh ke arah Aisya setelah Papa nya menutup pintu. "Ingat, kamu juga harus dirias. Kamu dengar kan, Papa sudah menyuruhku turun? Jadi kamu juga harus cepat bersiap. Aku akan turun kalau kamu sudah mulai dirias." Sintya memberondong, tak memberi celah untuk Aisyah berkata sepatah katapun. "Cepat mandi, jangan sampai aku kena marah Papa gara-gara kamu.""Iya, iya," jawab Aisyah pasrah. Yang kemudian masuk ke kamar mandi.Tak berselang lama Aisyah keluar dari kamar mandi. "Aku kira kamu tadi benar-benar sudah siap, Sin," ujar Aisyah sambil mendekati Sintya yang rambutnya tengah disanggul sederhana."Enak aja, ini acara penting, masa iya aku cuma pake dress midi." Sintya berucap sambil melihat Aisyah dari ekor matanya.Sintya beranjak dari tempat duduk, dan merapikan sedikit kebayanya. Ia sudah siap dengan baju model kebaya warna lilac dengan sentuhan payet dan renda, yang dipadukan dengan songket warna ungu dengan kilauan perak yang terlihat mewah. Tak begitu glamour tapi sangat elegan."Sekarang giliran kamu, sayang." Sintya merengkuh bahu Aisyah dan mendudukkannya di depan meja rias. "Bajumu sudah aku, siapkan. Jadi, harus kamu pakai. Aku gak mau kamu tampil seenaknya di foto ku nanti," ucap Sintya sambil menahan senyum."Siap, sesuai perintah," jawab Aisyah dengan senyum manisnya, sambil memandang Sintya. "Aku turun dulu." Sintya melangkah menuju ambang pintu. "Aku tunggu kamu di bawah." Sintya kembali menghentikan langkahnya. "Dan satu lagi, cepat.""Iya," ucap Aisyah singkat sambil menatap punggung Sintya yang menghilang di balik pintu. "Oh ya, Sin. Kamu belum jawab pertanyaan ku tentang calon suamimu."Sintya menoleh ke arah Aisyah sambil melempar senyum simpul. "Yang pasti dia tampan.""Dan kamu jatuh cinta pada pandangan pertama?" Aisyah memotong kalimat Sintya."Bukan aku yang jatuh cinta, tapi dia yang akan tergila-gila padaku," jawab Sintya sambil tersenyum nakal, dan pergi meninggalkan Aisyah."Dan dia masih tetap seperti dulu," gumam Aisyah sambil tersenyum simpul.Tanpa waktu lama Aisyah sudah siap. Make up natural dengan gaun biru pastel dan jilbab putih yang menutup kepalanya. Sederhana, namun begitu mempesona.Aisyah keluar dari kamar Sintya. Berjalan menyusuri ruangan menuju taman depan villa.Semua mata menatap ke arahnya, dan membuat Aisyah sedikit tidak nyaman."Aku merasa seperti hantu yang menampakkan wujud," gumam Aisyah. "Lihat bahkan mereka melotot melihatku," ucap Aisyah sambil melihat orang sekitar dengan ekor matanya.Aisyah cepat ke taman tempat acara berlangsung.Ternyata acara sudah berlangsung dari tadi karena MC mengumumkan untuk acara tukar cincin. Aisyah terus memandang wajah Sintya, dengan rasa penasaran yang mendalam seperti apa wajah calon suami Sintya.Aisyah hanya dapat melihat punggung sang pria. Hingga keduanya berbalik dan menatap ke depan. Tepat ke arah Aisyah."Mas Haikal?!" bisik Aisyah. Jantung nya tiba-tiba terasa berhenti berdetak. Aliran darahnya seolah tak mengalir lancar. Gemerlap lampu tak lagi nampak dalam pandangannya. Semua terlihat gelap."Aku tidak salah lihat kan? Atau mungkin ada dua orang yang begitu mirip di dunia ini?" bisik hati Aisyah menenangkan diri. "Apa ini? Apa semua ini nyata? Yang ada di depanku?"Aisyah masih tak percaya dengan apa yang dia lihat. Dalam hati masih berharap jika pandangannya itu salah. Hanya mimpi, yang ketika dia bangun semua akan kembali baik-baik saja.Matanya mulai berkaca-kaca. Ada sakit yang teramat dalam di hatinya. "Akan ku sematkan cincin yang kamu pilih di jari manismu, dan disaksikan oleh semua anggota keluarga kita." Semua kalimat manis yang Haikal ucapkan masih terdengar nyata di telinga Aisyah.Aisyah mundur perlahan, dia tak tahu apa yang sedang dia rasa kali ini. Meninggalkan tempat itu mungkin lebih baik untuknya kali ini."Aisyah!"Aisyah menutup pintu kamarnya, meletakkan tas nya di nakas dan membaringkan badan di kasur. Aisyah menghela sedikit nafas panjang, menghilangkan sedikit penat dirinya yang setengah hari ini benar-benar menguras kewarasannya.Tok…tok…tok….Terdengar pintu kamarnya di ketuk, di iringi suara ibunya dari balik pintu. "Boleh ibu masuk?"Aisyah terperanjat dari tidurnya, "Masuklah, Bu." Aisyah menjawab antusias. Pintu kamar segera terbuka. Aisyah mengembangkan senyum di bibirnya menyambut ibunya yang telah nampak di celah pintu yang terbuka.Ibu Laila segera masuk membiarkan pintu kamar tetap terbuka, melangkah mendekati Aisyah dan duduk di sampingnya. Mendekap tubuh putrinya yang begitu beliau sayang. "Ibu harap kamu tak sakit hati dengan perkataan ibu tadi," ucap Ibu Laila sambil mengusap lengan Aisyah. "Ibu hanya tak ingin melihat kamu terpuruk. Hanya itu."Aisyah memandang wajah teduh ibu nya. "Perkataan, Ibu? Perkataan ibu yang mana yang Ibu maksud?" Aisyah benar-benar tak paham deng
"Aku rasa itu tidak terlalu penting untuk aku jawab," ucap Aisyah sambil menyunggingkan senyum di bibir nya, setelah merenung sejenak.Masalah pribadinya tak perlu orang lain tahu. Mungkin itu yang ada dalam pikiran Aisyah sekarang. Meski sebenarnya dia butuh tempat curhat sekarang. Tapi mungkin Aydan bukan orang yang tepat menurutnya."Baiklah," kata Aydan cepat. "Meski sebenarnya aku sangat membutuhkan jawaban yang pasti darimu!" Aydan meletakkan sendok di dalam mangkuknya, menggeser mangkok yang sudah tak bertuan lagi."Dan aku tahu kamu akan memaksaku untuk cerita meski aku tak mau." Aisyah memandang kesal ke arah Aydan, yang mendapat balasan senyuman manis. "Sudah aku duga!" gumam Aisyah pelan.Aydan terkekeh. "Setidaknya, aku tahu apa yang harus aku lakukan dengan hatiku!""Maksudnya?""Ya setidaknya aku tahu apa aku harus membiarkan rasa ini terus tumbuh, atau membiarkannya hingga perlahan mati," jelas Aydan sambil menatap Aisyah dalam.Aisyah segera memalingkan mukanya. "Dan i
Aisyah bergegas meninggalkan Haikal setelah mengatakan hal yang entah bagaimana tiba-tiba keluar dari mulutnya dengan begitu lancar. Mengendarai sepeda motornya dan pergi dari komplek pemakaman. Dalam perjalanan pulang ke rumah Aisyah terus merenungkan semua ucapan bodoh nya tadi. "Haikal tak akan begitu saja percaya dengan semua perkataanku bukan," ucap Aisyah dalam hati, sambil mengendarai sepeda motornya. "Betapa bodohnya aku ini!" Aisyah menggelengkan-gelengkan kepalanya.Aisyah terus memikirkan apa yang akan dilakukannya nanti. Rencana yang harus disusun sebelum Haikal akan membuatnya terpojok karena ucapannya sendiri.Tin…..Seseorang tiba-tiba mengklakson Aisyah dengan keras. Dan menghentikan mobilnya tepat di depan Aisyah, membuatnya mengerem tiba-tiba. Mematikan sepeda motor dan memasang kuda-kuda. Siap berdebat. Mungkin itu yang ada dalam benaknya kini.Aisyah turun dari sepeda motornya dan segera mendekat ke kaca mobil bagian pengemudi. Diketuk dengan keras kaca mobil yan
Haikal terus melangkah, melewati beberapa nisan di kanan kiri nya. Aisyah mengikuti seperti orang bodoh yang tak tahu apa yang sedang dia lakukan sekarang. Padahal pergi meninggalkan Haikal sangat bisa dilakukannya sekarang. Tanpa harus memikrkan sepeda motornya. Lagian sudah tentu Haikal akan mengembalikan sepeda motornya, namun entah kenapa dirinya tak ingin meninggalkan Haikal begitu saja. Haikal bak magnet yang tengah menarik tubuhnya."Sebenarnya kemana Haikal akan membawa ku?" gumam Aisyah dalam hati. Tiba-tiba Aisyah teringat ucapan Sari. "Pak Haikal itu sulit untuk dekat dengan wanita lain karena dia pernah di tinggal pergi sama mantannya. Awalnya mereka ribut dan siapa sangaka tak berselang lama si cewek meninggal karena tertabrak mobil. Dan itu terjadi di depan mata kepala Pak Haikal. Dan dari kejadian itu dia selalu merasa bersalah dan sulit untuk membuka hati." Ucapan Sari teman kerja nya terdengar jelas di telingannya."Apa mungkin dia mau membawa ku ke pusara mantannya du
Haikal melangkah menuju pintu keluar cafe. Tangannya menggenggam erat pergelangan Aisyah. Tak ingin melepasnya, ya mungkin itu yang kini tengah Haikal rasa.Sedang Aisyah hanya pasrah, mengekor di belakang Haikal. Detak jantungnya terasa berdegup kencang. Perasaannya tak mampu berbohong. Meski mulutnya terus berucap tak mencintai Haikal. Mencintai bukan berarti harus memiliki, itu yang kini Aisyah pupuk dalam hati. Mengubur dalam apa yang pernah tercipta, itu yang kini menjadi fokus Aisyah.Sesekali Haikal melihat Aisyah dari ekor matanya. Pandangan yang sebenarnya enggan untuknya berpaling. Namun mempertahankan perasaan dan impiannya, tidak akan mudah. Semua akan membutuhkan proses dan menguras sedikit pikirannya."Masuklah." Haikal membukakan pintu mobil, sambil menatap wajah manis Aisyah.Aisyah mengangguk, dan segera mengikuti apa yang Haikal perintahkan. Pintu mobil segera Haikal tutup sesaat setelah Aisyah duduk di kursi depan penumpang. Haikal meninggalkan sekejap mobilnya. M
Haikal melangkahkan kakinya dengan santai. Mulai meninggalkan Aisyah yang masih termenung di belakangnya.Haikal menghitung dalam hati, dengan degup jantung yang semakin tak beraturan. Berharap Aisyah akan kembali seperti sebelum pertunangannya yang tiba-tiba terjadi. Skenario kehidupan yang sangat tak pernah Haikal inginkan terjadi.Aisyah masih berdebat dengan dirinya sendiri. Logika dan hati yang sedikit tidak sinkron. "Dia masih diam," bisik Haikal dalam hati. Dirinya terus berusaha bersikap tenang."Tunggu, Mas."Haikal berhenti seketika, senyuman mengembang di bibirnya. Ada kebahagiaan yang tak bisa terucap.Haikal memutar badannya, dengan wajah yang dibuat tetap tenang. Menutupi semua kebahagiaan yang tengah meluap-luap. "Kamu, memanggilku?" tanya Haikal dengan nada datar.Aisyah mendekati Haikal, perlahan. "Ya, kamu menang kali ini, Mas," ucap Aisyah dengan binar mata menantang.Haikal tersenyum senang. "Tak sulitkan?" Haikal memegang kedua bahu Aisyah. "Biarkan semua berjal
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen