Tanganku bergetar memberikan lembaran uang pada pria yang amat tampan itu, kalau saja aku tau bukan dia yang akan muncul di warung ini, pasti aku mencari pinjeman dulu sama tetangga, sekarang tidak ada pilihan lain lagi deh, "Ini uangnya."
Ada rasa takut juga kalau uangnya di tolak karena alasan jelek, sudah pasti aku malu, sudah seperti di tolak cinta rasanya pasti nyeri."Terimakasih Teh, apa gak sekalian aja sama nomor Whatsap nya?" goda Paisal.Untung matanya tidak meneliti uang ku berikan, alhasil aku terbebas dari rasa maluku dan rasa takutku akan di tolak."Paisal! Kamu jangan main-main dengan janda! Apalagi janda itu suaminya telah mati," tegur Bu Salma pada Paisal sekaligus menyindirku.Pantesan kata Emak mulutnya kayak tutup langseng bolong, eh ternyata bukan sekedar tutup langseng tapi sekalian sama tutup panci yang telah jelek."Paisal sana pergi kedalam, kalau sudah, ngapain masih ngobrol! Buang-buang waktu saja," gerutu Bu Salma.Aku pun yang masih terpaku dengan berat hati melangkah, sebab gerutu Bh Salma amat pedas hampir saja dadaku sesat dengan perkataannya.Yang jelas aku sudah dapat beras 2 kg, dan misteri uang jelek itu sudah tidak berada di tanganku lagi, aku tinggal caw untuk pulang."Diandra!" seru Bu Salma mengejutkanku. Langkahku terhenti akibat seruannya yang amat lantang itu.Aku kembali menoleh dengan pelan ke arah kediaman wanita yang menurutku menakutkan lebih dari nenek lampir dan nenek Samsiah."Iya Bu, saya sendiri," jari telunjukku menunjuk ke arahku."Kamu gak salah memberikan uang jelek kaya begini hah?! Jangankan uang jelek, orang jelek sekalian saya tolak!" ungkapnya sambil menggiwing selembar uang lecek yang memang dariku.Aku mengernyitkan dahi sambil menelan saliva dengan susah payah. Ah sialan, misteriku akhirnya terbongkar. Masih untung juga gak ada Paisal disini, kalau ada pria itu, sudah pasti aku 7 hari 7 malam tidak bisa tidur lantaran merasakan malu."Kamu mengaku saja! Bahwa uang ini darimu 'kan?!" sungutnya sambil kedua bola matanya ikut membulat.Tidak ada kata-kata yang bisa ku ungkapkan dan mengelak, selain berbicara jujur apa adanya, "I-iya Bu Salma itu uang dari saya, tapi tadi saja berikan masih bagus, tapi sekarang kenapa malah berubah ya?" tanyaku begitu polos."Jangan sok polos kamu! Mana mungkin uang berubah seketika, sudah pasti dari kamunya juga jelek, mana mungkin anak saya yang nukerin!" hardik Bu Salma sambil bola matanya memutar-mutar.Amit-amit jabang bayi deh, kalau seandainya ia menjadi ibu mertuaku mungkin seluruh dagingku bisa menghilang karena pikiran ini terlalu terguncang dengan ucapan yang dilontarkan ya.Tiba-tiba sebuah mobil menghampiri kediaman kami, mobil mewah yang masih lengkap dengan plastik yang membungkus mobil itu, sudah pasti itu Juragan Dingkul, Juragan Dingkuk pasti baru selesai pamer."Ada apa sih Mimi, kok marah-marah begitu, jangan marah-marah Mulu ah, nanti kerutan lagi, Mimi harus rilex dan pokoknya gak boleh keliatan tua Bangka ya," bujuk Juragan Dingkul ketika melihat istrinya dengan wajah murka."Bagaimana aku tidak marah Pi. Lihat ini, dia membeli beras, masa uangnya jelek banget kaya orangnya, udah jelek, kumal dan melarat pula. Gak ada nasib baik-baiknya sama sekali," celoteh Bu Salmah kembali menghina."Ya sudah, kalau begitu Mimi masuk saja ke rumah, biar Dian ini Pipi yang uruskan," kata Juragan Dingkul membujuk sang istri yang berbadan gempal."Baiklah, pokoknya Pipi urus dia, jangan sampai dia pulang membawa beras dari kita, apalagi kalau Dian belum memberikan uang," tutur Bu Salma sambil melenggang pelan masuk kedalam rumah.Busyet giliran sama pawangnya dia nurut banget.Dari pada aku kena amuk juga sama pawangnya, lebih baik aku pasrahkan saja beras ini, biar makan nanti aku puasa saja sama Emak, lagi pula besok Emak gazian."Ini Pak Juragan, ku kembalikan beras ini," kataku sambil menyodorkan kantong beras yang saat ini masih ku jingjing.Juragan Dingkul hanya memperhatikanku secara saksama dilihatnya dari ujung rambut sampai ujung dengkul, kakinya tidak dia lihat sama sekali.Tatapannya begitu aneh, dengan sorot mata yang begitu genit."Kamu tidak usah memberikannya pada saya, kamu bawa saja itu pulang. Tapi pulangnya saya antar pakai mobil mewah ini ya," godanya sambil memperlihatkan mobil baru miliknya."Hah! Tidak Pak Juragan, aku mau pulang saja sendiri," tampikku sambil berbalik arah."Ayolah tidak usah malu-malu begitu, lagi pula bahaya kalau seorang janda manis sepertimu berjalan kaki sendirian.""Tidak Pak Juragan rumah saya dekat sekali dari sini, jadi tidak akan bahaya. Maka akan lebih bahaya lagi kalau saya jalan bareng sama Bapak," tampikku.Aku mencoba menolaknya sebab aku tak ingi di amuk oleh Bu Salma -istrinya yang super kejam itu, udah wajahnya serem bibirnya juga pedas. Pokoknya lebih menakutkan dari genderuwo yang ada di film-film yang sering ditonton di televisi.Namun juragan tak hilang akan, ia menarik tanganku dan memaksa mendorong tubuhku untuk masuk ke mobil.Apa-apaan ini seperti penculikan Atau pembegalan janda cantik dan bohay sepertiku.Ada rasa takut juga, ketika juragan memaksaku untuk menaiki mobilnya, hingga aku susah untuk keluar kembali. Bagaimana ini?Akhirnya aku pasrah dan duduk manis ku kursi depan, bersebelahan dengan Juragan Dingkul yang penampilannya sudah om-om berkumis baplang dan berkepala botak. Pokoknya serem sekali.Seiring lajunya mobil dengan kecepatan yang menurutku amat pelan. Pandangan Juragan Dingku terus saja melirik padaku, memang aku merasa tak nyaman dan gelisah. Ada rasa takut dan keringat pun bercucuran membasahi dahi."Pak Juragan, bisa gak kalau itu mata liatnya kesonoh. Bukan Lian ke saya terus, nanti kalau nabrak tronton 'kan berabe juga. Mana mobil juragan rusak dan aku bisa mati mendadak, aku tidak mau pokoknya aku gak mau mati sekarang, masih muda ini. Masih banyak cowok-cowok yang menungguku di luar sana," umpatku di sela rasa takutku."Neng Dian tenang saja, jangan takut begitu karena mati, 'kan di sebelah Neng Dian ada Abang.""Ih ogah situ lebih mirip malaikat pencabut nyawa, aye takut banget.""Masa iya si Neng, Abang mirip malaikat pencabut nyawa, kayaknya lebih mirip Raffi Ahmad deh.""Busyet R
"Juragan semakin hari semakin tampan dan juga kaya saja, memang dia juragan yang palih sempurna di kampung kita, tidak hanya baik dan juga gagah tapi juga ramah suka bagi-bagi uang," celoteh tetanggaku Pak Umar.Hampir saja kumis baplang juragan Dingkul beralih ke pada Ceu Saodah.Aku bingung harus melakukan apa, tubuhku masih terkurung di dalam mobil Juragan Dingkul, sedangkan Juragan Dingkul sudah keluar untuk menemui keramayan tetanggaku sama sekalian mau bagi-bagi uang, lantaran banyak sekali yang memujinya."Dasar orang aneh, di puji-puji saja langsung di bagi uang, giliran ngutak ke warung gak di perbolehkan. Manusia apa yang seperti itu," gumamku lirih masih berdiam diri di dalam mobil.Ketika semua tetangga sedang berkumpul karena akan di bagi uang oleh Juragan Dingkul, akhirnya aku punya peluang untuk bisa keluar dari perangkap mobil ini.Ku buka pintu mobil ini secara perlahan di barengi dengan sehati-hati mungkin, semoga saja mereka tidak ada yang melihatku bahkah tidak ada
"Misi!" seru seorang pria paruh baya bertubuh kekar dan berwajah seram serius, pokoknya kaya Kang Komar di preman pensiun deh."Iya Pak, ada apa? Atau mau beli cilok?"sahutku ramah terhadapnya."Mau beli cilok gimana! Ini tempat saya, kamu gak lihat saya pedagang juga, saya bawa gerobak juga ini!" ketusnya.Aku menelan saliva dengan susah payah, kala mendengar sentakannya, ku pikir bapak yang barusan akan membeli cilok."Ini lapak saya, biasanya saya dagang disini! Sana kamu pergi dan cari lapak lain saja," tegasnya sambil mengusirku.Aku mengusap dada yang terasa sesak ini. Lagi-lagi aku dapat semburan dari orang, kalau di rasa-rasa hari pertama berdagang kok apes banget sih, pagi kena semprot ibu-ibu, sekarang malah di semprot sama Bapak-bapak. Nanti sore apa lagi.Begini amat jadi pedagang kecil udah jam 10 siang tapi cilok ini belum laku satupun.Ada rasa mengeluh dengan semua ini, tapi mau gimana lagi aku harus menjadi wanita kuat, sama seperti Emak, walaupun Emak udah tua tapi wa
"Semuanya gara-gara Lo, gue yang jadi korban," lirih pria itu.Ku ulurkan tanganku untuk membantunya berdiri, "Nanti gue obati, sekarang Lo ikut gue dulu."Dia hanya menuruti keinginanku. Tak ada kata-kata lagi yang terucap diantara kami, akhirnya aku memapah pria yang tak ku kenal sama sekali untuk kembali ke gerobak cilok ku."Lo tunggu disini, nanti gue ambilkan obat merah sama kapas sama sekalian lebam lo gue lapin ya biar gak biru dan membengkak," kataku sambil mengambil barang untung disiapkan.Tak berselang lama, aku mengelap beberapa luka lebam di dahi dan juga bagian tubuh lain, gak parah juga sih, tapi kayaknya sakit.Tak terasa mata kami saling berpandangan, hampir saja jantungku terbang akan copot dari tempatnya."Nih lap sendiri, Lo pake acara Mandang gue segala lagi. Gue jadi teplek nih," ku lemparkan lap basah itu pada wajahnya."Gila Lo, cewe galaknya minta ampun. Kaya ibu tiri gaya Lo.""Suka-suka gue,lain Lo pake acara mandangin, emang sih gue ini cantik tapi Lo liha
"Haris apa yang kamu lakukan dengan wanita itu?!" Suara hentakan itu tiba-tiba menyembur dari dalam mobil seseorang.Emang sih kalau di pikir-pikir di tempat umum pake acara peluk-pelukan, emang dasar kamu kelewatan rindu jadinya di tepi jalan aja serasa di hotel bintang lima."Siapa itu?" lirihku bertanya pada Haris."Itu tanteku dia akan marah kalau melihat aku dengan wanita. Kamu pergi ya, nanti dia suka marah. Cepat pergi ya disini." Haris berbisik di telingaku.Aku bahkan melongo terheran saat mendengar paparan Haris. Kok bisa sih seorang Tante marah ketika keponakannya yang sudah dewasa berada di pelukan wanita. Apa karena kami sedang berada di tepi jalan?"Baiklah." Aku mendorong rodaku dengan cepat sambil segera berlari menjauhi kediaman Haris.Ketika sudah sampai di rumah dadaku naik turun dengan nafas yang masih ngos-ngosan.Mata Emak melotot ketika melihatku."Kenapa kamu ngos-ngosak gitu kaya orang yang sekarat aja Dian? Kamu di kejar badak atau di kejar setan sih? Narik n
"Makannya Dian kamu harus segera punya calon suami yang baik dan benar dari sekarang, terus punya anak, kalau kamu sudah punya anak baru Emak tenang," ungkapnya Mak Jamilah."Entah lah Mak, aku belum kepikiran itu, yang jelas saat ini di pikiran Dian, Dian hanya ingin membahagiakan Emak dulu. Urusan pria itu belakangan, kalau sudah sukses kalah Dian kagak kawin juga gak papa, Dian tinggal sewa pembantu untuk mengurus Dian dan Emak," ujar Dian."Gak boleh gitu Nak, pamali. Menikah itu ibadah."***Hari ini jualanku lumayan laku beberapa biji, padahal masih pagi sekali, ada rasa haru dan juga bahagia, kini aku bisa merasakan hasil usaha dari keringatku sendiri. Dulu saat ada suamiku, minta apapun selalu maksa kalau ada kemauan. Tapi kini aku sadar kalau cari uang itu tidak gampang.Maafkan aku Emak dan Mas Rendi, dosaku terlalu banyak pada kalian, aku adalah beban terberat untuk kalian. Walaupun aku belum sempat berbakti pada suamiku."Woy besti kenapa Lo melow banget sih hari ini, pera
"Diandra! Apa yang kamu lakukan?! Kamu sudah kelewatan batas ya, kenapa kamu berbuat kasar pada Jali!" gerutu Alina ketika aku berbuat kasar pada pacarnya itu.Menurutku ada hal lebih pantas lagi untuk pria yang tak cukup satu wanita, Jadi tak lain seorang playboy dan pria bajingan. Alangkah aku membenci pria yang seperti itu."Asal kamu tau Lin, kalau jadi punya wanita lain, dan bukan pacaran dengan kamu saja," ungkapku menegaskan perihal siapa Jali yang sebenarnya.Namun Alina masih kelihatan bimbang dan tak percaya dengan ucapanmu barusan.Jadi menelan salivanya dengan susah payah kala aku membongkar semua rahasia terbesarnya pada Alina. Dada pria itu terlihat naik turun dengan nafas yang emosi."Memangnya kamu tau dari mana?!" tanya Alina serius."Waktu itu dia bersama wanita yang bernama Rindu. Dan wanita itu memanggil Jali dengan sebutan sayang. Berarti sudah pasti kalau wanita itu adalah pacarnya Jali. Kalau kamu tidak percaya kamu bisa tanyakan pada pacarmu yang menurutmu pang
Wanita bertubuh gempal dan sudah hampir dimakan usia. Kedua bola matanya begitu membulat memandang ke arah aku dan Jali disertai sorot yang begitu tajam.Kalau di perhatikan dari penampilannya sih seperti orang ningrat, bajunya juga dibandrol seharga 6 juta, tas pun berharga 12 juta. Aku mengetahui semua itu lantaran bandrol yang masih menggantung pada baju dan tasnya tidak dibuang. Mungkin alasannya yakni ialah supaya orang tau dan sembari pamer juga."Apa yang kalian lakukan disini? tidak malu apa kalian berbuat mesum di tempat rame gini! di pinggir jalan, gak kebeli apa hoteng Bintang lima," cerca wanita bertubuh gempal itu.Mendengar cercaan itu membuat dahiku seketika mengerucut, "Kok mesum sih," sahutku terheran sambil menggaruk kepala yang amat gatal sekali."Kalau tidak mesum apa lagi? Awalnya iya coum-coumnya akhirnya apa?! Sudah yakin lagi jawabannya pasti celup-celupan 'kan. Dasar anak muda jaman sekarang tidak bermodal sekali, mau enaknya tapi tidak anaknya."Wanita bertub