POV TAMAAku kesal pada Luna, bisa-bisanya dia bikin onar di acaranya Arum, untungnya Hadi pria yang bijak. Kalau tidak bisa saja dia memaki dan mempermalukan kami didepan semua orang."Aku tak habis pikir denganmu Na, apa yang terjadi? Apa yang kamu katakan pada Hadi?" tanyaku tak habis pikir. Luna tampak masa bodoh dan tetap bungkam dengan wajah ringan tanpa beban."Luna!" bentakku di dalam mobil. Ziah karyawan resto yang aku ajak untuk menjaga Kenzi pun juga tampak terkejut."Apa sih mas? Berisik? Aku gak ngomong apa-apa kok. Hadinya aja yang kebawa emosi. Gak ada yang salah kok dengan ucapanku," gerutunya. Reflek aku berdesih."Mas udah ya, kita gak usah bahas ini lagi. Kamu gak usah jadikan beban juga masalah barusan," tegasnya."Ya tapi kan?" ucapanku terpotong karena
Pov Resti****Pagi berkunjung, karna menangis semalaman aku jadi terlelap hingga sang fajar datang. Sedikit aku gerakkan leherku melihat ke arah jendela, langit telah cerah walau terlihat berkabut karna biasan salju masih berterbangan di udara.Trakt..Bunyi pintu kamar terbuka. Reflek aku duduk melihat Irfan datang membawakan aku segelas Coffe hangat dan sarapan siap saji. Sedikit ia sunginggkan senyum tipis dan mendekat padaku. Aku tak habis pikir dan melihat raut wajahnya lekat-lekat."Fan?" lirihku dengan tatapan mata yang berkaca-kaca. Irfan menghenyak di samping tempat tidurku dan berkata."Ini sarapannya, kalau butuh apa-apa bisa minta tolong Inah, salah satu pembantu di sini yang orang Indo juga. Aku harus berangkat kuliah dulu." ujarnya, aku mendegup serek ke
POV ALDIIni sudah hampir dua tahun saat Resti pergi . Dan sejak saat itu aku tidak punya semangat apapun lagi untuk hidup. Aku selalu ingat tamparannya yang keras dengan air matanya yang mengucur deras.Melihat itu aku sempatkan berjanji dihati bahwa aku tidak akan menikmati jalang-jalang manapun lagi. Air matanya seakan membuat aku sadar bahwa aku sangat beruntung mendapatkan cintanya.Dia sakit saat tau aku mendatangi wanita lain untuk membagi sentuhanku, air mata Resti sangat tulus yang tak pernah aku temukan pada wanita manapun walau wanita-wanita malam yang aku temui. Ataupun Tania sekalipun yang statusnya istriku. Sama sekali dia tak pernah mencemburui aku, dia memilih berkhianat dan main serong dengan pria lain. Resti dia gadis murni yang aku dapatkan. Tulus setia dan begitu mencintaiku. Namun dia pergi dengan salah paham ini.Hampir gila rasanya, selama ini aku be
POV RESTIKesokan harinya, aku berencana mendatangi restoran cabangnya mas Tama sekarang. Aku sibuk mempersiapkan riasan di depanTrakt...!Pintu kamar terbuka, sedikit aku lirik Irfan yang berdiri di pintu dari pantulan cermin"Pagi Fan," sapaku. Pria itu tersenyum sembari mendekat."Kamu mau kemana tanyanya. Aku sedikit mengaplikasikan blass on ke pipi dan memasang lipstik mate yang natural. Walau begitu bisa aku lihat aku masih tampak elegan dan berkelas dengan gaya rambut panjang terurai dan sedikit bergelombang di ujung . Alis yang sudah rapi karna penyulaman dan dengan sentuhan bibir yang telah aku bentuk dengan operasi kecil, mungkin itu yang membuat sekarang aku tampak sedikit berbeda dengan Resti yang dulu. Tak tanggung-tanggung, Alice menghabiskan 30% dari honorku untuk perawatan kakak ipar Irfan itu, ditangan
POV RESTISetelah melepas mas Aldi pergi, aku kembali masuk dengan girang hati membawa satu buket bunga mawar merah. Aku tersenyum melihat bunga yang indah itu."Kamu kelihatan happy sekali?" tanya Irfan, sontak aku secepat kilat mengubah raut wajahku."Hmmm, tak apa sih Fan. Biasa aja," singkatku menghenyak diatas sofa di samping Irfan. Sahabatku itu sedikit mencibir dan mengatakan sesuatu di telingaku."Kamu terlihat sangat happy," bisiknya. Sedikit aku lirik dan menyunggingkan senyum hangat padanya."Ya aku sangat happy sekali...!" pekikku reflek memeluknya. Irfan bungkam saat aku menepuk-nepuk punggungnya. Kembali aku melihat wajah sahabatku itu dengan wajah yang berseri."Dan apa kamu tau Fan, dia merindukan aku. Dia bilang. Dia mengingat seseorang saat melihatku,
POV ARUMAku kecewa pada mas Hadi, bisa-bisanya dia tak mempercayaiku. Dia bilang dia mencintaiku sepenuh hati. Tapi kenapa dia mencurigaiku seperti ini. Semenjak hari itu aku tidak mau bicara lagi padanya. Aku benci."Mama...!" panggil Caca, gadisku itu sekarang sedikit lebih tinggi dan mulai tumbuh besar sehingga dia bisa tertatih menggendong adeknya padaku."Sayang, kok kamu gendong Andra kesini, ntar dia jatuh," ujarku. Aku menyusul Caca untuk mengambil Andra dari gendongannya. Tampak dari luar kamar baby sitternya Andra bergegas mengikuti."Maaf Nyah, Aku lalai hingga Caca membawa adiknya kesini.""Kamu fokus dong Bik, kalo Andra terjatuh gimana?" ujarku. Aku menoleh pada Caca."Sayang, Caca jangan sering-sering gitu ya nak? Ntar dedek Andranya jatuh gimana?" tanyaku. Caca ha
POV IRFANBesok aku akan kembali ke London, entah kenapa berat saja rasanya hatiku meninggalkan Resti di Indonesia. Aku tidak biasa jika tidak melakukan aktifitas bersamanya, terlebih dia sekarang begitu dekat dengan ayanhya Arabela. Entah kenapa aku takut dia kembali bersama Aldi. Jujur aku masih mencintainya, namun saat aku mengenalkan Felicia waktu itu pada Resti, dia beranggapan bahwa aku telah melupakan segala perasaanku padanya. Dia menganggapku sahabat sejauh ini. Dari kamarku aku melihat Resti tampak mencari sesuatu di balik-balik sofa hingga karpet. Aku mengerutkan dahi dan mendekat."Kamu lagi cara apa sih Res?" tanyaku. Tanpa menoleh padaku dia tetap sibuk mencari."Itu Lo fan, kalung berlian aku , yang di beliin miss Alice waktu dia liburan ke jerman itu. Kok bisa gak ada ya di leherku," ujarnya. Aku sedikit melirik lehernya yang sudah tidak terpasang li
POV TAMAKembali aku kemasi semua foto itu dan membawanya pada Luna, aku tidak tau siapa yang mengirim semua foto ini. Yang jelas orang ini hanya bermaksud baik ingin memberi tahuku. Aku tidak tau lagi harus bagaimana, dadaku terasa panas dan aku gemetar. Langkahku gontai kembali ke rumah menemui Luna. Masih bisa kulihat dia tidur karna kelelahan. Api amarah dalam tubuhku kian menggebu. Tak bisa aku tata lagi hati yang berkecamuk ini. Reflek aku membalikkan tubuh Luna dan mencekik lehernya. Sontak saja Luna terbangun dan berteriak. Reflek aku menampar wajahnya. Aku sudah seperti orang kerasukan yang aku inginkan sekarang dia lenyap. Luna berontak dan bisa menghantam badanku sedikit kuat. Aku sedikit mundur dan wanita itu bisa berdiri."Mas...," lirihnya dengan mata berkaca-kaca mengusap lehernya, aku tertunduk dengan nanar. Namun dadaku terasa memanas kembali saat mengingat semua foto yang kuterima tadi. Aku berdiri d