Share

BAB 2 MABUK

Penulis: Malica
last update Terakhir Diperbarui: 2024-03-20 21:07:39

“Apa menyesal?, seharusnya aku yang menyesal, aku yang sedang bekerja dengan penghasilan yang lumayan harus menikahimu dan dikeluarkan dari kerjaan. Aku kira menikah dengan orang kaya hidupku akan enak, tapi ternyata malah sebaliknya.Harapan dan impianku hancur berantakan, semua ini gara gara kamu, kamu yang membuat hidupku jadi seperti ini”,kata suamiku . Aku menggigit bibirku untuk menahan sakit yang ku rasa saat ini.

“ Aku harus kuat”, gumamku dalam hati. Aku tidak mengindahkan omongan suami ku yang semakin ngelantur kemana mana. Dan bergegas ke kamar.

Aku berpikir sejenak untuk mengambil langkah selanjutnya. Kemudian bergegas mencuci muka dan memoles sedikit make up diwajahku agar bisa menutupi wajahku yang sembab kemudian berganti baju dan mengambil tas. Memasukkan semua perhiasan yang masih ku miliki untuk dijual.

“Tapi dengan siapa aku ke toko perhiasan, sedangkan perutku semakin sering kontraksi”. Diluar terdengar suara deru motor yang menjauh.Ku tengok dari jendela kamarku ternyata suamiku pergi mengendarai motornya.

“Syukurlah dia pergi, aku akan mencari ibu”. Kemudian aku mengunci pintu kamar dan menutup pintu depan untuk mencari keberadaan ibu mertuanya.

“Aku coba tanya di warungnya mba Yuni deh barangkali ada yang tahu keberadaan ibu”.

“Assalamualaikum bu Yuni,” sapaku memanggil yang punya warung.

“Eh mba Mira mau kemana, jangan jauh jauh mba, nanti lahiran dijalan repot”, jawab bu Yuni melihat ke arahku.

“Iya bu aku cari ibuku, kemana yah apa mba Yuni tahu?” tanyaku pada pemilik warung itu.

“Oh ibu mertuamu tadi ngutang gula di warung tapi katanya mau pinjam duit di bu Yola, dia mungkin masih disana”.

“Bu Yola rentenir itu bu?” tanyaku tak percaya.

“Iya coba saja kamu kesana, tapi … “mba Yuni menjeda ucapannya.

“Tapi kenapa bu?” tanyaku heran.

“Kamu diantar saja sama anakku, kalau mba Mira jalan sampai sana bisa bisa lahiran dijalan”, jawab mba Yuni khawatir. Aku hanya tertawa mendengar candaan bu Yuni pemilik warung. Napasku yang terengah engah semakin membuat mba Yuni panik.

“Mending mba Mira disini aja biar Anita yang memanggilkan bu Ismi”, kata mba Yuni kemudian memanggil anaknya yang bernama Anita.

“Nita kamu panggil bu Ismi dirumah bu Yola, suruh cepat balik, mba Mira mau lahiran”, perintah mba Yuni pada anaknya. Anita langsung menuntun motornya keluar sambil sesekali menatapku. Aku bersyukur hidup dilingkungan orang orang yang masih peduli dengan tetangga dan punya ibu mertua yang baik walau suamiku sudah sangat mengecewakan.

“Duduk dulu mba Mira, suami mba Mira kemana, kenapa mba Mira jalan sendirian, harusnya dia jagain istrinya yang mau lahiran”, tanya mba Yuni dengan tatapan menyelidik.

“Suamiku sedang kerja mba, aku dirumah sama ibu, saat aku ketiduran dikamar tahu tahu ibu pergi entah kemana”, jawabku berbohong. Aku tidak mungkin menceritakan hal yang sebenarnya karena ini merupakan aib keluarga. Perutku semakin sering kontraksi sehingga keringat dingin mulai membasahi wajahku dan aku meringis manahan sakit.

“Mba Mira baik baik saja kan?” tanya mba Yuni mulai panik melihat keadaanku. Tak lama kemudian Anita datang bersama bu Ismi.

“Bu Ismi dari mana, ini mba Mira mau lahiran lho”, kata mba Yuni saat ibu baru turun dari motor.

“Benarkah, kita ke bidan sekarang?” ajak ibu mertuaku yang ikut panik melihat keadaanku.

Aku menarik napas agar lebih tenang dan berusaha menahan rasa sakit yang sudah mulai sering.

“Bu aku semula berniat ingin mengajak ibu ke pasar ke toko perhiasan”.

“Mau apa ke pasar”, tanya ibu mertuaku. Aku kembali menarik napas dan menghembuskan pelan.

“Mau jual perhiasan untuk biaya lahiran”, ucapku terbata bata.

“Jangan mba Mira, mending mba Mira istirahat aja di rumah, atau begini saja mba Mira disini dulu biar bu Ismi dan Anita yang ke pasar untuk jual perhiasan milik mu”, saran Mba Yuni.

“Sudah nak ngga usah dipikirkan ibu tadi pinjam uang untuk pegangan,pakai aja jika kamu membutuhkan jual perhiasannya nanti kalau kamu sudah bisa ke pasar”, kata meruaku menengahi.

Akhirnya kami pulang diantar Anita anak mba Yuni. Sampai dirumah aku langsung masuk kamar dan tiduran miring agar kondisi janin lebih rileks. Itu yang pernah ku dengar dan sekarang ku praktekkan. Dan benar saja rasa sakit itu lambat laun berkurang.

Sampai jam sembilan malam suamiku belum juga pulang, ibu terlihat gelisah menunggu kepulangan anaknya sedangkan aku sudah tidak perduli lagi.

Aku meraih ponselku yang kuletakkan tak jauh dari tempat tidur kemudian aku mencoba menghubungi sahabatku Laura

“Halo Laura apa kabar?” sapaku disambungan telepon.

“Ranti, ini kamu kan, gimana keadaanmu kenapa baru menghubungi aku, kemana saja selama ini?” cerocos Laura dari sambungan telepon.

“Nanti aku ceritakan tapi aku bisa minta tolong kan?” tanyaku dengan napas terengah engah.

“Kamu kenapa Ranti?” tanya Laura panik.

“Cepat ke sini bawa mobil, antar aku ke rumah sakit nanti aku sharelock”, kataku kemudian memutuskan sambungan secara sepihak aku cepat cepat mengirim alamat ku saat ini. Perutku semakin melilit dan sakit. Aku merintih.

“ Sabar ya nak sebentar lagi suamimu pulang”, kata ibu penuh harap. Dan ternyata benar diluar terdengar suara motor mas Radite. Ibu langsung berlari keluar menyambutnya, dan mas Radite jatuh didepan pintu masuk tak sadarkan diri, ternyata suamiku pulang mabuk berat. Ibu menangis histeris mengaksikan keadaan anaknya sehingga membuat tetangga berdatangan.

“Ada apa bu Ismi ada apa?” kata warga yang berdatangan.

“Radite pingsan tolong bantu kami”, kata ibu disela isak tangisnya.

Seorang warga berjongkok dihadapan tubuh Radite yang tergeletak didepan pintu masuk.

“Oh Radite ini pingsan karena mabuk bu”, kata pemuda yang berjongkok dihadapan tubuh Radite.

“Ya Allah nak, kenapa kamu sampai seperti ini?” tangis ibu kembali pecah melihat kondisi anaknya yang mabuk berat.

“Tolong di angkat dan tidurkan di sofa”, pinta bu Ismi pada warga yang menolongnya. Setelah mengangkat tubuh Radite warna pulang ke rumah masing masing, kini tinggal bu Ismi seorang diri didepan pintu. Tiba tiba datang mobil mewah warna hitam. Tak lama pintu mobil terbuka dan muncul seorang wanita cantik dengan seorang laki laki tampan.

“Maaf ibu apa benar ini rumah Miranti?” tanya Laura pada bu Ismi. Bu Ismi menatap heran dan curiga pada orang yang baru datang tersebut.

“Kalian siapa dan apa hubungannya dengan menantuku?”.

“Oh kami temannya, saya Laura dan ini Satrio, tadi Miranti menelpon kami untuk mengantarkan ke rumah sakit, Miranti sakit apa bu?” tanya Laura penasaran.

“Oh temannya to, menantuku mau lahiran”. Belum selesai ngomong dari dalam terdengar lengkingan suara kesakitan.

“Aaauuw.. sakit”.

Bersambung

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • JANGAN PERGI BUNDA   BAB 45 Masa lalu bu Miranti

    “Iya bi, memangnya ada apa kok bi Idah kaget,” tanya suster Lina heran. “Oh ngga, sudah sana di tidurkan dulu non Desy nya nanti kita ngobrol lagi,” kata bi Idah kemudian meneruskan menyapu halaman. Suster Lina bergegas membawa Desy ke kamarnya setelah memastikan keadaan anak majikannya aman suster Lina keluar lagi menemui bi Idah. “Ada apa bi Idah bikin penasaran saja,” tanya suster Lina sambil menepuk bahu bi Idah yang sedang menyapu. Bi Idah tidak menjawab melainkan meneruskan pekerjaannya setelah selesai baru menarik tangan suster Lina menuju bangku di taman samping rumah. “Sini ada yang ingin aku sampaikan,” Suster Lina menurut saja kemudian duduk di samping bi Idah. ‘Cepetan dong bi nanti keburu Desy bangun,” gerutu suster Lina tak sabar. Bi Idah menarik napas dalam dalam kemudian baru memulai ceritanya. “Kata bu Ismi, Desy itu bukan anak pak Ricard, tapi anak dari Radit anaknya bu Ismi. Entah gimana ceritanya saya kurang tahu tapi bu Ismi ingin sekali bi

  • JANGAN PERGI BUNDA   BAB 44 Pertanyaan mengejutkan dari Desy

    “Pertanyaan Desy sontak membuat Miranti gelagapan. Ricard juga kaget dengan apa yang ditanyakan anaknya itu.Miranti dan Ricard tidak menyangka Desy akan memberikan pertanyaan yang sangat mengejutkan. “Sayang dari mana kau tahu itu semua. Nenek Desy itu omah Yuli,” jawab Miranti berusaha untuk menyembunyikan permasalahan yang sebenarnya. Belum waktunya anak sekecil Desy tahu kemelut rumah tangga orang tuanya. “Tapi Bun, beliau ngaku neneknya Desy bahkan nunjukin fotonya sama bunda dan dede bayi, kata nenek itu Desy waktu masih bayi. Apa bener Bun Desy yang merawat nenek Ismi,” cerocos Desy. Alih alih menjawab pertanyaan anaknya Miranti langsung muntah muntah lagi.Kepalanya pusing dan napasnya tersengal sengal.Melihat keadaan istrinya Ricard panik dan langsung menghubungi dokter. “Non Desy kita keluar dulu yuk, jalan jalan ke taman, kasihan bunda muntah muntah lagi,” suster Lina menggandeng tangan mungil Desy keluar dari ruangan. Melihat keadaan bundanya Desy diam dan

  • JANGAN PERGI BUNDA   BAB 43 Pak syukur bebas

    “Tentang bapakmu?” tebak bu Ismi. “Ya salah satu di antaranya, ada lagi yang ngga kalah penting dari itu bu,” jelas Radit menatap ibunya. “Apa, jangan bikin teka teki Radit, ibu lagi pusing,” Tegas bu Ismi, dirinya kecewa atas sikap Radit yang tidak bisa merayu anaknya untuk bisa lebih dekat dengannya. “Bahrudin tertangkap, dan semua harta miliknya jatuh pada saya, Radit,” ucap Radit bangga sambil membusungkan dada. “Ibu ngga percaya, bukannya kamu selalu bikin kecewa ibu?, sudahlah jangan berhalu,” Ibu beranjak dari tempat duduknya , tapi Radit menarik tangan bu Ismi untuk duduk kembali. “Apalagi ibu memanggilmu ke sini agar bisa bertemu dengan anakmu dan kalian bisa lebih dekat tapi nyatanya apa?, kau hanya diam saja,dan tak berbuat apa apa. Sudah lah Radit ibu masih banyak pekerjaan,”ucap ibu kesal. “Bu dengerin Radit dulu. Aku mau mengajak ibu menemui bapak karena hari ini bapak bebas.” “Benarkah bapak bisa bebas?, alhamdulillah akhirnya kita bis

  • JANGAN PERGI BUNDA   BAB 42 Nenek?

    “Assalamualaikum,” salam yang diucapkan oleh bi Idah saat memasuki gerbang rumah bu Hilda. “Waalaikumsalam, eh Saidah, sama siapa?” tanya bu Ismi yang berjalan tergopoh gopoh membukakan pintu. Desy yang sedang asyik makan es cream cuek saja mendengar sapaan dari bu Ismi.Bu Ismi melihat keberadaan cucu yang di rindukannya di depan mata, beliau tidak menyangka akan di pertemukan kembali. “Desy!.. cucu nenek, apa kabar sayang?” tanya Bu Ismi berjongkok dihadapan cucunya itu. Namun Desy bukannya menyambut sapaan neneknya malah bersembunyi di belakang tubuh bi Idah. “Bi dia siapa,kenapa panggil Desy cucu?, Desy ngga kenal Desy takut bi,” rengek Desy sambil menarik tangan bi Idah minta pulang. “Sebentar kita kan baru sampai lagian Bunda juga ngga ada di rumah, nanti Desy sendirian”.Melihat tamunya ngambek bu Ismi yang tidak lain adalah nenek Desy mengajaknya duduk di sofa. “Dah ajak Desy duduk dulu,” kemudian Bu Ismi masuk ke dalam dan mengambilkan puding coklat dari

  • JANGAN PERGI BUNDA   BAB 41 Miranti ngidam

    Waktu terus berjalan hari pun terus berganti kini sudah dua bulan sejak kepulangan Ricard dan Miranti dari bulan madu. Semua kembali ke aktivitas semula. Ricard pergi ke Mini market dan Miranti pergi ke butik setelah sekian lama di handle oleh orang kepercayaannya. Mami Yuliana juga sudah kembali ke rumahnya setelah lama menemani cucunya juga mendaftarkan cucunya sekolah.Saat ini Desy sudah sekolah di taman kanak kanan. Setiap pagi pergi ke sekolah di antar oleh pengasuhnya.Hari sudah menunjukkan pukul tujuh tapi Miranti belum juga bangun, dia masih meringkuk di bawah selimut. Ricard yang baru pulang olah raga pagi kaget karena ngga biasanya istrinya masih bermalas malasan. “Sayang, kok belum bangun, katanya mau ke butik sana mandi dulu nanti kita sarapan bareng, kasihan Desy sudah nungguin di meja makan,” kata Ricard sambil mengoyang goyangkan tubuh istrinya. “Aku lagi kurang enak badan, kelapa ku pusing dan perutku mual,” jawab Miranti kemudian menarik selimut menutupi s

  • JANGAN PERGI BUNDA   BAB 40 Titipan Bahrudin pada Pardi

    Pardi menatap Radit tak berkedip, dengan pandangan menyelidik membuat Radit merasa risih. “Benar pak, saya menikah dengan Suharti anak satu satunya pak Bahrudin, karena dia sedang hamil jadi Suharti tidak ikit ke sini,” jawab Radit meyakinkan Pardi. “Begini pak, pak Bahrudin memberikan kunci cadangan pada saya karena setiap hari saya yang di tugaskan untuk merawat dan membersihkan villa ini. Apalagi pak Bahrudin jarang sekali ke sini. “Saat ini bapak ada masih ada di villa kan, bisa antar saya ke dalam villa menemui bapak?,”tanya Radit. Pardi geleng geleng kepala sabil kebingungan. “Lho bukannya bapak dari kemarin berada di villa itu?” tanya Radit dengan dahi mengernyit. “Bapak sudah pergi dengan dua orang anggota polisi yang menangkapnya kemarin,sebelum bapak pergi bapak menitipkan amplop coklat berukuran besar dan tebal.” “Isinya apa pak, dan mana amplop itu?,” berondong Radit penasaran. “Kalau isinya saya tidak tahu, tapi sebentar saya ambilkam amplopn

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status