“Kumohon Kevin, Aku hanya minta, ijinkan aku tinggal di apartemenku sebelum acara makan malam keluarga kita. Aku, berjanji tidak akan berbuat yang macam-macam,” tangis Felisha sambil memohon kepada Kevin.
Kevin merasa ragu dengan permintaan Felisha. Tapi, dia juga tidak tega melihat wajah sembab wanitanya. Kevin menyadari perbuatannya yang terlalu ekstrem dengan dalil menolong Felisha memang tidak masuk di akal.
“Baiklah, tapi dengan syarat kamu akan selalu ditemani sama orang kepercayaanku. Dia akan membantu di apartemen, aku juga akan menyediakan supir untuk mengantar jemput kamu.” Felisha mengangguk sambil menyeka air matanya.
“Aku, juga minta ijin untuk bertemu Clay sebelum membatalkan pernikahan kami.” Permintaan Felisha kali ini cukup mengusik perasaan Kevin.
Wajah Kevin kembali mengeras sambil mengepalkan ke dua tangannya. “Aku mohon, Kev. Bukankah pada akhirnya aku akan menjadi milikmu?”
“Lalu, di mana Clay beberapa hari ini?” tanya Kevin sambil tersenyum sinis kepada Felisha.
“Clay, ada pertemuan bisnis di Bandung. Tapi, lusa dia akan pulang. Ijinkan aku bertemu dengannya, Kevin.”
“Tidak!” Kevin lalu pergi meninggalkan Felisha begitu saja.
“Pak Kadir, tolong jemput Felisha sekarang di lobi rumah sakit dan antarkan dia pulang ke apartemennya. Tolong bawa dua orang pelayan untuk selalu menemani Felisha di tempat tinggalnya!” perintah Kevin kepada supirnya.
“Baik, Tuan.” Kadir langsung menjemput Felisha dan segera mengantarkannya pulang.
Seumur hidupnya baru kali ini Felisha merasa seluruh dunia yang dibangunnya runtuh seketika.
“Non, nanti obatnya diantar sama Bi Darmi yah. Saya, harus kembali ke kantor,” ijin Pak Kadir saat menghentikan kendaraannya di depan lobi gedung apartemen.
“Terima kasih, Pak,” sahut Felisha lirih.
Ia segera menuju ke apartemennya dan saat membuka pintu unitnya , tiba-tiba saja Clay telah berdiri di depan pintu tersebut sambil memegang satu buket bunga mawar merah. “Surprise!” sambutnya.
“Clay?!” Felisha langsung memeluk tunangannya tersebut dengan posesif.
“Hei, Sayang … ada apa? Kenapa wajahmu itu sembab, hah?” tanya Clay lalu melepaskan pelukannya dan menyelidik wajah Feli.
“Aku tidak apa-apa. Aku hanya saja kepikiran kondisi adikku. Tapi, kini aku bisa tenang saat tadi mendengar kabarnya,” bohong Feli lalu masuk ke dalam dan langsung ke dapur.
“Kamu, mau makan apa? Mau, aku masakkan sesuatu?” tanya Feli, Clay langsung menggeleng.
“Tidak usah repot, aku sudah membawakanmu Pizza dan aku mau pergi fitting baju pengantin. Apa kamu bisa ikut menemaniku?” tanya Clay.
“Kamu pergi sendiri?” tanya Feli sambil tertawa dan membawa dua gelas orange jus ke meja ruang televisi.
“Aku sama Abang Kevin dong. Nanti ada beberapa temanku yang akan menjadi pendamping pernikahan kita,” terang Clay lalu meneguk jus tersebut.
Mendengar nama Kevin, Felisha langsung pusing seketika. “Kalau ramai, yah sudah pergi sendiri saja. Aku juga butuh istirahat, aku juga agak kurang enak badan, Sayang.” Felisha menghindar kembali.
Walau agak kecewa tapi, Clay tidak memaksa. “Okaylah, kalau begitu. Aku akan ke sana sendiri. Oh yah, habis itu aku mau berpesta sama teman-temanku di puncak. Katanya teman-teman, pesta para bujang sebelum aku menikah.” Clay terkekeh, melihatnya Felisha juga ikut tertawa.
“Baiklah, hati-hati di jalan. Aku, juga penasaran dengan ruang bawah tanah Vila yang Mama kasih ke kamu. Setiap ke sana, kamu pasti melarang aku untuk masuk ke sana. Kayak misterius sekali,” kekeh Feli juga mengambil gelas dan meneguk jus tersebut.
“Setelah menikah, aku akan mengajakmu ke ruangan rahasiaku. Kalau sekarang jangan dulu, itu kejutan untuk kamu. Kalau begitu aku pergi dulu yah, bye,” pamit Clay tidak lupa dia mencuri sebuah kecupan di bibir ranum Felisha.
Dua minggu pun berlalu, kini mereka akhirnya kembali dipertemukan dalam acara makan malam bersama. Keluarga Sanjaya dan keluarga Sujatmiko berkumpul dalam satu meja yang sama, sedang mencicipi sample menu makanan yang akan disajikan saat pesta nanti oleh pihak event organizer dan juga pengelola hotel bintang lima ini.
“Kamu, kenapa Nak? Keringat dingin terus sejak tadi,” bisik Betari menatap khawatir pada anak sulungnya.
“Tidak apa-apa, Ma.” Felisha lalu pergi ke toilet, dia membuka restleting pakaiannya dan mengambil nafas dalam-dalam.
“Pakaian ini sesak sekali, bagian dadanya juga rasanya sudah kekecilan,” batin Felisha melihat tubuhnya sudah mulai berubah.
Setelah agak tenang, Felisha kembali membenarkan pakaiannya dan segera keluar dari toilet tapi langkahnya dicegat oleh seseorang yang menjadi perusak hidupnya. “Lepaskan, Kev!” Feli menyibakkan tangannya saat Kevin menarik lengan Feli.
“Apa harus aku yang mengumumkan batalnya pernikahanmu dengan menyalahkan video malam pertunanganmu?”
“Kau memang brengsek, Kevin! Suasana masih ramai, apa kau tidak bisa menunggu sampai hanya tersisa kedua orang tuaku dan mamamu saja, hah?! Apa semua sepupumu juga harus tau masalah ini?” desis Felisha sambil berbisik.
Kevin lalu mengedarkan pandangannya, terlihat para sepupu sudah mulai berpamitan pulang. Tak lama kemudian Clay muncul dan menyalami orang tua Felisha. Dia juga mengambil makan sambil mengobrol ringan dengan Betari.
“Suasana sudah sepi, Feli.” Kevin kembali menuntut Felisha sambil bersedekap.
“Clay masih makan! Kau tidak lihat?!” Feli memang sengaja mengulur, dia belum siap untuk membatalkan pernikahannya.
Melihat wajah ceria semua yang datang, dirinya tidak tega harus menghancurkan harapan semua orang yang telah banyak membantu dirinya dan Clay hingga acara ini akan berlangsung satu bulan lagi.
“Okay, cukup dengan omong kosong ini!” Kevin sudah jengah dan langsung melangkah lebar menuju ke meja makan.
Melihatnya Felisha panik dan segera mengejar Kevin dari belakang.
Saat Kevin duduk di kursi semua orang tidak ada yang menghiraukannya sampai. “Pernikahan kalian harus batal!” tegas Kevin dengan wajah mengeras dan bernada dingin.
Mendengarnya Felisha langsung berhenti melangkah, dia tidak menyangka Kevin akan berbuat senekat ini. Ternyata ancaman Kevin bukanlah isapan jempol belaka. Semua kepala langsung menoleh kepada Kevin dan semua terdiam seketika, kecuali suara Clay terbatuk akibat tersedak.
Buru-buru Clay minum air putih dari gelasnya. “Apa maksud kamu, Bang? Jangan ungkit masa laluku, sejak mencintai Feli aku tidak pernah berbuat hal-hal itu lagi!” Sepertinya Clay lupa kalau bukan hanya Kevin yang memiliki sepasang telinga.
Felisha juga mengerutkan alisnya. Tapi, apa pun itu yang dibahas oleh Clay adalah masa lalunya. Ia kembali pada kenyataan masa kini yang harus dihadapinya.
“Apa maksud kamu, Kevin? Jangan buat, Mama malu,” ucap Sang Bunda menatap tidak enak kepada Betari dan suaminya.
“Tanyakan kepada Felisha, kenapa pernikahan mereka harus batal. Felisha tidak boleh menikah dengan Clay!” tegas Kevin.
Felisha gemetaran, dia juga bingung harus berbicara apa. Sampai Clay berdiri menghampirinya. “Feli, ada apa sebenarnya? Cepat katakan kepadaku, apa kamu memang mau membatalkan pernikahan kita?” tanya Clay panik.
Suasana lengang, hingga Felisha dengan cucuran air mata berkata. “Ma-maafkan aku, pernikahan ini memang harus dibatalkan.”
Semua orang tercengang, menatap Feli. Mereka bukan hanya kehabisan kata-kata, tetapi mereka juga bingung dengan situasi yang mendadak membuat segalanya hancur seketika.“Ma-maaf, Clay. Aku, tidak bisa melanjutkan pernikahan kita bulan depan,” pecah sudah tangis Felisha sampai ia luruh berlutut di lantai menutup wajahnya.Betari langsung mengambil inisyatif untuk menghampiri anaknya. Dia juga tidak kalah panik, sambil mengguncang tubuh Felisha, ia ingin tau alasannya.Siapa tau, masih ada kesempatan untuk memperbaiki atau siapa tau, dia bisa berlutut dan memohon kepada Nyonya Garini Sanjaya untuk mempertimbangkan kelanjutan acara penting dalam keluarganya ini, jika memang anaknya yang bersalah.“Felisha, apa kamu sudah gila, hah?! Lihat itu Clay, dia sangat mencintaimu, semua keluarga Sanjaya sangat menyayangimu, kenapa kamu justru seperti ini, Nak?! Katakan, ada masalah apa sebenarnya, hem?! Kita selesaikan baik-baik yah, Nak. Mama mohon, jangan begini, cepat katakan, Felisha! KATAKAN
“Clay, selama ini tidak seperti yang kamu kira, Felisha. Suatu saat, kamu akan tau dengan sendirinya. Sekarang, aku tidak akan mau berbicara panjang lebar lagi. Aku minta pernikahan kami di percepat. Tidak perlu menunggu bulan depan. Aku ingin minggu depan kita sudah menikah.” Tidak ada yang tidak syok mendengar pengakuan Kevin. “Demi apa kamu melakukan hal seperti ini,” lirih Felisha sudah tidak bertenaga lagi untuk melawan Kevin. “Demi anak kita. Untuk kelancaran dan ketenangan selama acara pemberkatan dan juga pesta. Aku minta Mama mengirim Clay ke Eropa.” Garini masih tidak habis pikir dengan sikap dan kelakuan Kevin. Dia hanya tertunduk lesu, mau marah tapi dia sudah kepalang malu atas pengakuannya Kevin. Merasa tidak ada tanggapan apa pun, Kevin kembali memanggil Garini. “Ma?!” “Entahlah Kevin, Mama harus menenangkan diri. Informasi ini masih terlalu berat untuk Mama cerna. Kita akan bicara saat kembali di rumah. Hadi, Betari, bawa anakmu pulang. Jaga dia baik-baik dan ingat
“Lalu, apa yang harus Mama lakukan kepada Clay? Mama tidak tega memikirkannya,” lirih Garini seperti sedang memakan buah simalakama. “Tolong Kevin, dengan mengirimkan Clay ke luar negeri Mama. Pernikahanku dengan Felisha juga tidak perlu dirayakan, aku hanya butuh pernikahan yang sah di mata agama dan negara. Itu sudah lebih dari cukup. Suruh Clay untuk mengambil S2 di luar negeri, setelahnya aku akan memberikan akses untuk Clay memegang Perusahaan cabang yang ada di eropa atau di amerika, terserah Clay mau yang mana,” pinta Kevin. Ia tau kalau hal ini pasti berat untuk keluarganya. Tetapi untuk saat ini, keputusan mengirim Clay keluar negeri adalah pilihan yang terbaik. Garini tidak dapat berbicara banyak, ia segera menganbil ponselnya. “Ando, tolong pesankan tiket ke London untuk besok malam atas nama anakku Clay Bimantoro Sanjaya dan atas namamu. Tugasmu adalah memastikan Clay melanjutkan pendidikannya di London selama dua tahun ini,” tit
Garini menutup wajahnya dan menggeleng kepalanya tidak percaya. Ia menangis histeris, ia tidak percaya kalau Clay pernah membunuh seorang wanita. “Itu adalah awal Clay bertemu dengan Felisha. Mereka baru pacaran sekitar dua bulan. Kevin memanggilnya dan menanyakannya perihal kejadian kelam dan aib ini. Clay mengakuinya dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Tapi sayang, sebelum pertunangan terjadi, Kevin kembali menemukan ini.” Sebuah rekaman pada sebuah flashdisk Kevin berikan kepada Garini. “Ap aini?” tanya Garini, ia takut mengambil flashdisk dari tangan anaknya itu. “Ini, adalah bukti perselingkuhan Clay, Ma. Dia bahkan mengadakan pesta pora ala Sodom dan gomora. Kevin juga tidak sanggup untuk menjelaskannya secara gamblang, semua ini adalah alasan kuat Kevin merebut Felisha dengan menjebaknya,” akuh Kevin kepada Garini. Flashdisk yang sempat ia pegang, Garini kembalikan kepada Kevin. “Mama, akan menjauhkan Clay dari kehid
“Katakan apa rencanamu?!” desis Kevin. “Rencana?! Rencana apa maksudmu? Oh! Aku mau menghubungi Clay kalau kau tidak ada di sini!” Felisha tidak kalah sinis menjawab Kevin. Emosi Kevin langsung terbakar saat itu, suara pecahan piring pecah membuat Felisha terjingkat. Ia melihat Kevin membanting piring tersebut hingga pecahannya berhambur di seluruh lantai dapur kering. Tubuh Felisha gemetar karena ketakutan, apalagi saat tatapan tajam nan gelap menusuk batin Felisha. Bibir Kevin juga hanya berbentuk segaris lurus dan sesekali mengertakkan giginya menahan deru nafas yang masih terdengar di telinga Felisha. “Jangan pernah pancing emosiku seperti ini lagi. Aku bukanlah manusia seperti ini, jangan membuat aku kasar dan arogan kepadamu.” Suara Kevin bergetar begitu juga dengan tangan yang baru saja mengelus wajah Felisha. Felisha langsung memalingkan wajahnya, ia tidak sudi disentuh oleh pria yang sudah menghancurkan masa depa
Kalau pagi itu menjadi bagian dari pagi yang buruk bagi Felisha, maka pagi itu juga menjadi sebuah mimpi buruk yang menjadi nyata bagi Clay. Tepat jam lima pagi mobil Ando Sigit beserta empat mobil pengawalan sudah menunggu Clay Santoso. Tidak ada informasi apapun yang diterima oleh Clay, hingga saat melihat kedatangan mereka Clay merasa curiga kalau dirinya pasti akan diungsikan dari negara ini. “Selamat pagi, Tuan,” sapa Ando sambil menunduk hormat kepada Tuan Muda Santoso yang tampak sangat kacau pagi itu. “Ada apa kalian ke sini? Pergilah, aku tidak butuh di jaga. Aku hanya butuh sendiri untuk saat ini,” usir Clay sambil menyugar rambutnya yang tampak tidak karuan pagi itu. “Tuan, ikutlah dengan kami. Anda ditunggu oleh Nyonya Besar di Jakarta,” ajak Ando menatap prihatin Clay yang sejak kecil sering bermain dengannya. “Katakan kepada Mama, aku tidak mau ke Jakarta. Biar aku istirahat di Bandung saja. Aku tidak mau kemana-mana.
“Mama, tidak mengusirmu. Tapi, Mama mau mengantarmu ke London untuk menempuh Pendidikan. Lupakan Felisha dan hiduplah baru di sana. Kamu boleh pulang ke Indonesia kalau sudah lulus pasca sarjana di sana dan sudah melupakan Felisha. Sekarang naiklah, Mama tidak mau mendengar bantahan apapun. Clay, pergilah dengan Mama dan Ando.” Garini sadar jika keputusannya ini pasti akan menyakiti hati anak bungsunya. Tapi, mau bagaimana lagi. Dia tidak bisa berbuat banyak, kalau Clay tetap berada di Indonesia bisa dipastikan akan terjadi perang saudara. Semakin memikirkannya semakin Garini merasa benci kepada Felisha. Walau sebenarnya Felisha tidak bersalah dalam kasus ini. “Jadi benar dugaanku, kalian memang ingin menjauhkan aku dari Felisha. Minimal berikanlah aku waktu dan kesempatan untuk bertemu Felisha yang terakhir kali. Aku perlu penjelasan dan alasan mengapa dia membatalkan pernikahan ini secara sepihak. Aku harus minta penjelasan, Ma,” lirih Clay. Garini
“Syaratnya, ketika kamu ikut denganku, pergi dan temuilah Clay. Katakan kalau kamu membatalkan pernikahan ini karena kamu memang mengkhianati Clay, tanpa harus menyebut siapa ayah dari bayi didalam kandunganmu itu! Kalau kamu melawanku dan berani menunjukkan rasa cintamu kepada Clay. Aku bersumpah akan menghancurkan seluruh keluargamu, Felisha!” ancam Garini. Luruh sudah air mata Felisha mendengar syarat dan ancaman yang bertubi-tubi menghancurkan harga diri serta harapannya. Bibirnya hanya bisa bergetar tanpa sanggup mengucapkan sepatah kata apapun. Dibiarkannya kristal bening berjatuhan tiada henti membasahi lutut Garini. “Seka air matamu itu, aku tunggu kau di bawah! Cepatlah, kami tidak memiliki banyak waktu!” bentak Garini lalu melengos melihat Kevin yang menatap Felisha penuh kekhawatiran. Kevin lalu berdiri menghampiri Felisha yang masih mematung sambil berlutut di tempat Garini duduk tadi. "Feli bersiaplah, aku akan mengant