Share

BAB 4. Hasil USG

“Tuan, hasil ini negative, tapi ada semburat garis ke dua. Apa saya boleh melakukan test sekali lagi? Mungkin pakai tespek ini saja,” jawab Dokter sambil memberikan sebuah testpek yang kelihatannya lebih canggih dari testpek yang sebelumnya.

“Tidak! Aku tidak mau test lagi. Aku juga sudah tidak kebelet buang air kecil kok. Ngapain, aku test lagi,” tolak Feli bersiap meninggalkan kantor Kevin.

“Berani kamu keluar dari ruangan ini, aku langsung kirim video kamu di group chat keluarga! Coba saja, kalau berani!” ancam Kevin terdengar tidak main-main.

Nyali Feli seketika itu juga ciut. Ia lalu kembali duduk dan menatap sebal kepada Dokter yang sedang menyodorkan sebuah testpek baru.

“Kenapa aku harus test lagi kalau memang tadi sudah negatif. Dokter sengaja mau ngerjain saya, yah?!” bentak Feli tidak terima.

“Maaf, Nona. Karena Anda melakukan test kehamilan tidak pada saat pagi hari atau saat urine pertama. Maka hasilnya bisa saja kurang akurat."

"Atau, kalau Nona tidak bisa buang air kecil lagi, bagaimana kalau kita ke tempat praktek saya saja, kita hanya perlu menyeberang saja kan, Tuan Kevin?” usul Dokter tersebut membuat Kevin langsung menghentikan aktifitasnya.

Dia langsung menekan tombol simpan dan segera mematikan komputer lalu berdiri mengambil jas serta kaca mata hitamnya. “Ayo, kita pergi sekarang,” ajak Kevin tidak menerima penolakan dari Felisha yang hendak protes saat itu juga.

“Hump!” Feli langsung mendorong dada Kevin dengan sekuat tenaga.

“Kamu bajingan ya?! Bisa-bisa kamu cium aku, hah?! Aku jijik sama kamu, Kevin!” teriak Felisha sambil mengelap bibirnya beberapa kali dengan kasar.

“Kamu terlalu cerewet, mulai sekarang kalau kamu protes terus dan telingaku tidak tahan maka aku akan menciummu lagi. Paham?! Ayo, ngomel lagi, kamu!” ancam Kevin tidak main-main.

Seketika itu juga Felisha langsung bungkam. Ia hanya mengikuti langkah Kevin dari belakang dan sama-sama menyeberang ke rumah sakit. Felisha lalu masuk ke ruangan Dokter Anggi, Dokter yang selama ini memeriksanya dengan sabar.

“Tolong berbaring, Nona. Saya akan memeriksanya sendiri, sesuai dengan permintaan Tuan Kevin, saya akan merahasiakan data Anda,” kata Dokter Anggi membuat Feli sedikit bernafas lega.

Dilaburkannya gel pada perut rata Feli, lalu dia mulai menempelkan sebuah alat dan menatap layar monitor, Feli tidak mengerti apa-apa saat melihat gambar monitor yang terlalu abstrak baginya.

“Tuan, lihat ini.” Dokter Anggi lalu menunjuk sebuah kantung kecil dengan sebuah bulatan yang berkelap kelip.

“Apa itu, Dok?” tanya Kevin menatap layar tersebut dengan serius.

“Itu adalah jantung janin yang ada di dalam perut Nona Felisha,” jawab Dokter sambil tersenyum lebar.

Bagai tersambar petir, tubuh Felisha langsung menegang, matanya berkaca-kaca. “Nggak! Nggak mungkin! Aku nggak mau hamil! Gugurin! Gugurin anak ini! Aku nggak mau hamil anak pria bejat kayak kamu!” pekik Felisha seketika histeris sambil memukuli perut ratanya.

Kevin langsung memegang kedua pergelangan tangan Felisha, dan langsung memeluk Felisha dengan erat. “Stop Fel, jangan gila! Stop aku bilang!” bentak Kevin sambil mengguncangkan tubuh Felisha.

“Aku nggak mau anak ini! Gugurin, aku mohon, gugurin anak ini!” tangisnya tersedu-sedu.

“Tuan, saya permisi keluar dulu,” ijin Dokter Anggi lalu meninggalkan Kevin dan Felisha berdua.

“Kamu lupa sama perjanjian kita? Apa kamu hari ini juga aku hancurkan keluarga kamu, hah?!” Kevin sangat marah saat mendengar Felisha hendak menggugurkan anaknya.

Feli termangu, dia masih terus menangis dalam diam, bibirnya bergetar hendak memaki namun rasanya semua sia-sia.

“Batalkan pernikahanmu dengan Clay. Minggu depan saat makan keluarga bersama, batalkan dan katakan kamu tidak mau menikah dengan Clay, paham?” tekan Kevin tidak mau dibantah.

“Alasan apa yang harus aku sampaikan? Lalu bagaimana jika mereka menolak, bagaimana kalau Clay marah dan kecewa, bagaimana kalau keluargamu justru menagih uang yang pinjam perusahaan papaku. Apa kamu, tidak memikirkan semua itu?” tangis Feli tersedu.

Tidak pernah sekali pun Feli membayangkan jika hidupnya akan terjerat dalam benang kusut seperti ini. “Aku yang akan mengatakan alasannya. Aku jamin, tidak akan ada yang berani menagih utang papamu selama aku ada. Sekarang, kamu harus membuat surat perjanjian yang baru denganku,” ucap Kevin.

“Perjanjian apa lagi? Tidak puas kamu menghancurkan hidupku? Menghancurkan pernikahan adik kandungmu sendiri. Apa lagi yang kamu inginkan dari aku, Kevin?!” Felisha tidak habis pikir, Kevin selalu saja menyudutkan dirinya dengan perjanjian-perjanjian baru.

“Aku, minta kamu buat surat pernyataan, bahwa kamu akan merawat janin itu dengan baik. Minum vitamin tepat pada waktunya dan rutin kontrol setiap bulan bersama denganku."

"Setelah menikah, kamu juga harus tinggal di penthouse denganku. Merawat anak kita, aku tidak mau kamu pakai baby sitter, aku mau kamu dan aku merawat anak kita bersama. Paham, Feli?” Kevin berharap tidak ada penolakan lagi dari Felisha.

Mendengarnya, Felisha terbahak hingga menangis, ia tertawa sambil memukuli ranjang tempatnya duduk saat ini. “Apa yang lucu, Fel?” tanya Kevin tidak suka dengan reaksi Felisha.

“Bukan main, kamu memperkosa aku, lalu kamu meminta aku menikah dan merawat anak kamu. Kini kamu juga meminta aku merawat anak haram ini sendiri, Hahaha!"

"Kamu bermimpi, Kevin! Kamu kira dengan memaksa aku merawat anak ini, lantas aku akan menyayangi anak haram yang akan aku lahirkan? Kamu bermimpi!” tawa Felisha bercampur tangisan pilu.

Kevin langsung mencengkeram rahang Feli dengan kuat. Matanya memerah, terdengar suara Kevin menggertakkan giginya. “Jangan sekali-kali kamu mengatakan anak dalam kandunganmu itu dengan sebutan anak haram!"

"Sekali lagi aku dengar kamu katakan hal tidak pantas seperti itu pada nyawa bayi yang tidak berdosa. Aku tidak akan segan-segan akan menghabisi keluargamu, Felisha!” desis Kevin seraya mendorong wajah Feli dengan kasar.

“Aku akan menunggu di luar dan memanggil Dokter Anggi. Ikuti semua sarannya, mulai malam ini kamu sudah harus tinggal di penthouseku."

"Jangan menolak, karena aku tidak percaya denganmu jika kamu tinggal sendirian.” Kevin lalu pergi meninggalkan Feli yang masih tersengal sambil menundukkan wajahnya.

Setelah mendapatkan resep dari Dokter Anggi, Feli dengan tatapan kosong langsung keluar dari ruang praktek khusus milik temannya Kevin itu. “Ini resepnya.” Felisha lalu memberikan selembar kertas tersebut kepada Kevin.

“Hem, ayo aku antarkan kamu ke apartemen untuk mengambil bajumu.” Kevin Bersiap untuk pergi.

“Jika aku berjanji akan menjaga janin ini dan tidak melakukan macam-macam, apakah kamu akan memenuhi permintaan terakhirku sebelum aku membatalkan pernikahanku dengan Clay?” tanya Felisha dengan suara bergetar.

“Tergantung dari permintaanmu. Apa, yang kamu inginkan?” tanya Kevin menatap tegas Felisha yang sesekali masih tersengal.

“Kumohon Kevin, Aku hanya minta … “

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status