Jentra membawa Amasu ke kamar pribadinya. Bermacam-macam hadiah yang diberikan Maharaja Rakai Garung sebagai upaya halus membujuk Jentra memihak kepadanya, banyak tergeletak di meja dan lantai. Namun Jentra belum menyentuh satu-pun. "Wah banyak sekali hadiah yang diberikan tuanku Maharaja kepadamu. Sepertinya kau sudah menjadi kesayangannya yang baru." Komentar Amasu "Justru itu yang membuatku terbebani saat ini, Amasu. Aku merasa tidak enak karena bagaimana-pun secara hirarki, Pangeran Balaputeradewa adalah atasanku secara langsung. Semua perintah langsung dari beliau adalah hukum yang tidak bisa kuingkari atau kutolak. Namun Maharaja adalah pemegang kekuasaan tertinggi, mana berani aku menentangnya juga." Kata Jentra. "Yah. Aku mengerti posisimu saat ini, Jentra. Memang serba sulit jika para penguasa mulai berselisih paham dan cita-cita. Mau di bawa kemana negara ini? Lalu kita yang rakyat jelata harus mengikuti yang mana?" Amasu menjawab sedih. "Mana tuanku Maharaja mengirimkan
Pasukan Sanditaraparan yang sebenarnya beranggotakan pria saja. Namun atas bujukan Pangeran Aswangga dan Ghek Sang, Rakai Garung membentuk devisi wanita, dan tidak di bawah Mahamentri I Halu melainkan di bawah Sri Kahulunan langsung sebagai pengawal permaisuri dan Mahamenteri I Hino atau putri mahkota. Bagi para Sanditaraparan pria, keberadaan para wanita ini lebih menjadi pengganggu tugas mereka daripada membantu apa yang seharusnya dilakukan. Pendapat ini tidak salah karena perekrutan yang tergesa-gesa. Pelatihan yang tidak intensif dan prilaku manja dari para anggotanya yang sebagian terdiri dari dayang istana dan putri-putri pejabat rendahan yang tidak terlatih. Ketahanan mereka-pun buruk apalagi jika berkaitan dengan tugas-tugas di alam liar. Mereka takut serangga, binatang melata dan hal-hal menjijikan lainnya.Dari banyaknya Sanditaraparan yang direkrut hanya enam orang saja yang sebenarnya memiliki kualifikasi untuk dapat benar-benar dilatih menjadi pasukan khusus mata-mata i
Wiku Sasodara dan Amasu tiba di tempat latihan menjelang tengah hari. Namun yang mengagetkan adalah Wiku Sasodara membawa juga Jentra Kenanga, Kawindra, Gananendra dan Rukma. Keempatnya diminta khusus dari Pangeran Balaputeradewa untuk membagikan kemampuannya di dalam seni beladiri yang dimiliki para Sanditaraparan pria. Harapannya agar kemampuan para wanita anggota pasukan khusus ini tidak berbeda terlalu jauh, mengingat memang devisi khusus ini terdiri dari banyak wanita dengan latar belakang yang berbeda dan juga kemampuan menangkap pelajaran yang tidak sama. Wiku Sasodara ingin memberikan beberapa perbandingan meskipun mereka tetap akan menjadi devisi terpisah yang memiliki aturan masing-masing. Para Sanditaraparan wanita ini seolah memang kehilangan fokusnya, bukan hanya karena sebagian dari mereka memang kurang tertarik pada olah kanuragan dan keperajuritan namun juga karena mereka terpesona oleh pemandangan pada para Sanditaraparan pria yang memiliki tubuh bagus dan wajah tam
Usai berlatih, Candrakanti berusaha untuk menghindar dari Jentra, namun ia tidak kuasa untuk pergi begitu saja. Bukan saja karena ia adalah pemimpin pasukan yang harus memberikan contoh disiplin, namun juga karena Amasu dan para anggota Sanditaraparan pria seolah mendorong Jentra untuk dekat dengannya. "Datanglah malam ini di hutan Ganggeya." Kata Jentra sambil memegang lembut siku Candrakanti dan berbisik di telinganya. "Untuk apa?" Tanya Candrakanti dingin. "Kau adalah pemimpin pasukan. Kemampuanmu masih di bawah rata-rata dari pasukan sandi yang seharusnya. Untuk melindungi dirimu saja kau akan kesulitan. Apalagi melindungi Yang Mulia Sri Kahulunan dan Mahamentri I Hino. Dengar! Ini bukan hanya masalah bahaya yang mengancam junjungan kita. Tetapi ada permainan politik yang tidak kau mengerti, dimana ada kemungkinan para Sanditaraparan akan saling berhadapan melawan anggota mereka sendiri."Bisik Jentra. "Mengapa kau memberitahuku?"Tanya Candrakanti lagi "Karena aku tidak ingin
Candrakanti mengendap-endap diantara pepohonan hutan. Ia datang di hutan Ganggeya tepat seperti yang diperintahkan Jentra secara diam-diam. Ia sendiri sebenarnya enggan untuk datang, namun rasa penasarannya membuat hatinya menolak untuk tinggal berdiam diri di rumah. "Dimana dia?"Tanyanya dalam hati "Katanya menunggu di bawah pohon Trembesi besar. Tetapi mengapa ia tidak ada? Apa dia hanya ingin mempermainkanku?"Tanya Candrakanti lagi di dalam hati. Tiba-tiba ia merasa pinggangnya di peluk seseorang. Candrakanti seketika meronta. Orang yang memeluknya-pun melepaskan pegangannya sehingga Candrakanti terjatuh. Orang itu mengulurkan tangannya untuk menolongnya. "Kakang Jentra! Kau mengejutkanku saja." Kata Candrakanti kesal. "Kau harus tetap waspada, Kanti. Meskipun aku telah menyepakati suatu tempat, sebagai seorang anggota perajurit sandi kau tidak boleh gegabah langsung menuju tempat itu. Kau harus memeriksa keadaan dan kau harus yakin kau tidak sedang diikuti seseorang."Kata Jen
Raras Hayu tertunduk sedih di hadapan Mpu Kumbhayoni dan seluruh prajurit muda perdikan Walaing. Ia merasa misi yang dibebankan kepadanya telah gagal. "Sungguh memalukan. Kami menyusupkanmu ke istana bukan untuk bersenang-senang. Masa hanya sekedar memastikan bahwa lonthar Anarghya ada pada Panglima Jentra atau tidak saja, kau tidak mampu memastikannya." Kata Mpu Kumbhayoni murka. "Maaf, Gusti! Saya telah bersungguh-sungguh mengikuti gerak-gerik baik Nyimas Candrakanti maupun Panglima Jentra. Namun mereka jauh lebih cerdik dan sakti daripada hamba. Kemampuan pengendalian api hamba-pun masih sangat terbatas sehingga dengan mudah panglima Jentra menjebak saya dan Dharitri."Jawab Raras Hayu. "Dengan kata lain kau ketahuan sedang menguntit mereka. Pintar sekali. "Kata Gaurika dengan wajah masam "Lagipula untuk apa kau mengajak teman ketika menguntit Panglima Jentra? Apa kau tidak sadar bahwa bisa saja Dharitri ini yang justru membocorkan rencana-rencana kita. Dasar Bodoh."Lanjut Ga
"Sudahlah Gusti. Tidak perlu begitu resah berpikir mengenai mustika itu. Apalagi jika Sang Maharaja menginginkannya. Coba Gusti pikirkan. Hampir semua Raja menyuruh orang-orang terbaiknya memburu mustika itu, dan akhirnya mustika tidak di dapatkan namun orang-orang terbaik itu menghilang di Gunung Udarati. Andaikata ada yang kembali, kondisi fisik dan jiwanya sangat kacau." Bujuk Wiku Sasodara "Aku tahu, Guru. Tetapi aku sangat ingin menjadi Chakrawartin, aku tidak ingin terus menerus hidup di bawah kebesaran kakak iparku dan di bawah perlindungan kakak perempuanku. Setiap kali hanya berharap bahwa kelak takhta Medang akan sampai padaku. Tapi kapan dan bagaimana adalah pertanyaanku setiap hari. Apakah aku harus menunggu hingga rambut ini memutih?"Jawab Pangeran Balaputradewa mengesah. Wiku Sasodara tersenyum sambil memainkan kebutan berwarna putih yang terbuat dari serat sutra. Bagaimanapun Pangeran Balaputradewa masih sangatlah muda. Usianya masih di awal dua puluhan maka sangat waj
"Kemana saja sih Kakang Jentra? Sampai larut begini belum pulang juga." Kata Sriti gelisah. "Kalau Yu Sriti sudah mengantuk, tidur saja dulu. Nanti biar saya yang membuka pintu buat Kang Jentra." Jawab Rukma. Sriti cemberut dan membuang muka, lalu menjatuhkan tubuh sintalnya ke balai-balai di ruangan tengah rumah Jentra yang besar dan luas. "Aaah, kamu anak kecil tahu apa sih! Suka ikut campur saja kau ini." Jawab Sriti ketus "Yu, Kang Jentra itu tidak mesti pulangnya. Kadang tengah malam, kadang juga tidak pulang. Kalau saya sudah biasa menunggunya di sini. Jadi Yayu tidur saja dulu. Toh Kang Jentra juga selalu membawa kunci rumah. Andaikata tidak-pun, ia bisa masuk lewat mana saja." Rukma memberikan informasi sambil sedikit meledek Sriti. "Jadi percuma aku memasak begitu enak. Yang ditunggu tidak pulang juga." Kata Sriti "Sebenarnya itu juga tidak perlu, Yu. Kakang Jentra jarang makan di rumah. Andaikata makan-pun, ia juga akan makan yang ringan-ringan seperti kacang rebus at