Erlangga mulai gelisah. Ia mengusap keringat di wajahnya. Sudah dua kali Ia di buat malu oleh Aini, tapi tetap saja harus mengikuti permainan istrinya. Sungguh memuakkan.“Tapi dok, suami saya harus tetap menjalani program bayi tabung. Ini harapan kami satu-satunya. Dokter tahu kan saya sudah tidak punya rahim. Tolonglah, berapapun biayanya akan kami bayar “ Aini memaksa dr. Elsa.“Aini cukup! Jangan memaksa!” Erlangga membentak Aini. Ia tidak suka dengan cara istrinya memaksa dr. Elsa.“Saya hanya sekedar menyarankan saja bu, maaf ibu jangan tersinggung. Baiklah, kalau memang sudah keputusan kalian, kami akan segera mengurus prosedurnya. Untuk pemeriksaan awal bisa kita mulai sekarang.”“Maaf dokter, kami mau mempertimbangkan dulu. Besok kami akan kembali. Terimakasih atas bantuannya.” Erlangga menjabat tangan dr. Elsa. Setelah itu Ia menarik lengan Aini dan keluar dari ruangan diikuti oleh Bunga.Erlangga tak perduli dengan orang yang berpapasan dan menatap heran ke arahnya. Ia jug
”Beraninya kau menyalahkanku!”“Kenapa tidak? Secara medis Tante sakit. Sedang Pak Er, apa yakin normal? Apa pernah diperiksa secara medis? Dari mana tahu tidak bermasalah? atau Tante Aini berusaha menyembunyikannya karena terlalu sayangnya Tante Aini pada Pak Er! Jangan-jangan Pak Er yang mandul!” Bunga begitu emosi, Ia tidak terima orang yang begitu disayangi dihina oleh suaminya.“Bunga, jaga bicaramu! dosa sayang, Dia itu suamimu! Kamu harus menghormatinya!” Aini mencoba memperingatkan Bunga. Dia saja tak berani mengucapkan kata sekasar itu kepada suaminya.“Bunga tidak perduli! Tidak ada gunanya menghormati suami yang selalu mencari kelemahan istrinya dan mencari pembenaran sendiri! Atau jangan-jangan selama ini, Dia tidak memberi nafkah bathin kepada kalian, karena kalian sakit itu hanya alasannya saja, untuk menutupi kebenaran. karena Dia sudah tidak mampu menunaikan kewajibannya sebagai seorang suami!” Bunga semakin menjadi. Dia tak tahu jika hal itu bisa membuat suaminya lepa
Erlangga menurunkan tubuh Bunga. Dan istrinya segera berlari ke arah pintu untuk membukanya. Namun kalah cepat dengan Erlangga yang segera melepas kenci dan menaruh di sakunya.Dengan sigap Erlangga menggendong tubuh Bunga dan menghempaskannya ke ranjang. Bunga terus melawan, ia menendang perut suaminya hingga terjatuh. Bunga lalu berusaha berlari ke arah pintu menuju balkon. Lagi-lagi Ia kalah cepat, Erlangga dengan gesit mengunci pintu dan mengambil kunci lalu membuangnya. Bunga merapat ke arah dinding dan terus menangis.“Bunga mohon Pak Er, tolong jangan lakukan apapun. tolong maafkan Bunga, tolong kasihani Bunga.” Bunga memohon belas kasihan dari suaminya.Erlangga menyentuh dagu Bunga dan membawa wajahnya menghadapnya. Erlangga menatap wajah yang bersimbah airmata. Sekilas Ia tersadar dan iba, tapi terngiang kembali ucapan Bunga yang begitu menusuk perasaan dan mengoyak bathin. Rasa muak dan kesal kembali menyergap. Tanpa ampun Erlangga menggendong tubuh Bunga dan menghempaskan
“Sst, kalian tidak boleh berkata begitu. Dia tetap papah kalian yang harus dihormati. Papah khilaf dan tidak sengaja melakukannya.” Martha berusaha mengingatkan kedua putrinya.Mereka berempat terus berpelukan erat.**Tubuh Erlangga lemas tak bertenaga. Tubuhnya terkulai dan jatuh ke lantai. Ia sangat menyesali perbuatannya. Entah setan apa yang telah merasuki hingga menyebabkan dirinya sudah menyakiti wanita yang sangat dicintai.Erlangga menangis. Berkali-kali memukul kepalanya sendiri. Ia merasa jijik dengan dirinya yang sudah melakukan perbuatan tidak terpuji. Ia sudah memaksakan kehendaknya kepada istri barunya dan itu pasti sangat menyakitkan.Erlangga menatap Bunga yang terus menangis. Tubuh lemah itu tak terbungkus sehelai benangpun. Pria yang telah mereguk manisnya madu selimut tebal dan menutupi seluruh bagian tubuh Bunga kecuali kepala.Sekilas Erlangga melihat sprei berwarna putih itu ternoda oleh percikan darah kesucian sang istri. Erlangga semakin menyesali perbuatannya
“Turuti kata Mamah! Cepat masuk kamar!” Martha tidak ingin putrinya melihat pertengkaran lebih jauh lagi. Hal itu pasti berefek tidak baik bagi mereka, walaupun mereka telah tumbuh dewasa. Rasa trauma untuk berumah tangga, pasti menyelinap dari balik bathin mereka.Ratih dan Adel mematuhi perintah Martha dan masuk ke kamar Adel.Erlangga memegangi kedua pipinya yang terasa perih.“Aku khilaf Aini. Maafkan aku.” Erlangga bersimpuh di kaki Aini. Air matanya membasahi kaki sang istri yang sangat di cintai..Aini kembali menarik singlet suaminya,”Khilaf kamu bilang? Kamu itu sudah menodai Bunga. Apa yang harus aku katakan pada orangtuanya? mikir enggak sih kamu! Malam pertama yang menjadi idaman para gadis menjadi hancur gara-gara pria kotor sepertimu! Kesucian bagi seorang gadis itu sangat penting artinya. Tanpa kesucian, seorng gadis gak ada artinya. Letak harga diri seorang gadis itu ada pada kehormatannya. Hanya suaminya yang berhak mendapatkannya. Bagaimana Bunga mempertanggungjawa
“Erlangga, aku tidak mau berbohong. Kau sudah melakukan kesalahan fatal. Aku yang lebih bersalah, karena aku yang membawa Bunga kesini. Aku tau kau mencintainya, tapi kau sudah melakukan kesalahan yang sangat besar dan sulit dimaafkan. Apa hanya kepuasan yang kau inginkan? Kamu puas sudah mengalahkan ego kamu dengan menodai Bunga? Kenapa kamu tidak berfikir panjang Erlangga, berapa kali aku bilang, kontrol emosi. Emosi enggak akan menyelesaikan masalah.”Erlangga memegang kedua lengan Martha, “Kamu benar Martha, kesalahanku sangat besar. Tapi Bunga sudah menghinaku, kamu tahu persis’kan kejadiannya? Aku sebenarnya tidak mau menyakitinya, aku khilaf.”“Tapi kau telah melakukan kebodohan itu. dan Bunga tidak mungkin memaafkan kamu!”“Martha, tolong bawa Bunga dan Aini kembali padaku. Aku akan penuhi apapun permintaan kamu. Kamu mau apa, traveling ke eropa atau ke timur tengah. Aku akan penuhi semua yang kamu minta.”“Erlangga, aku tidak butuh semua itu. Aku hanya butuh ... cinta darimu,
Bunga, istri ketiga, gadis yang mampu meraih hatinya hanya dalam waktu satu malam. Ya, satu malam, pesonanya yang luar biasa membuat Erlangga bertekuk lutut pada gadis itu. Harapan begitu besar kepada istri ketiganya itu. Bersamanya berharap bisa mempunyai anak dari buah cinta keduanya. Satu-satunya istri yang mampu memenuhi kebutuhan biologisnya.Tak memungkiri, sebagai pria normal dan sangat ingin hasratnya tersalurkan. Ia juga sudah memenuhi seluruh kewajibannya, dan wajar saja kalau ingin mendapatkan haknya. Erlangga menghela nafas panjang dan menghembuskannya perlahan.Martha melepas pelukan perlahan. “Cukup, tangisan tidak akan menyelesaikan masalah. Sebaiknya, sekarang kita cari solusi untuk langkah selanjutnya.”“Kak Martha benar.” Aini melepas pelukan Bunga. “Kamu tenang saja Bunga, Tante akan selalu ada di samping kamu. Sekarang, Tante mau bikin perhitungan sama Erlangga!” Aini beranjak dari tempat duduknya.“Kak Martha, tolong bantu Bunga memakai pakaiannya kembali dan to
Martha menatap punggung suaminya hingga menghilang dari balik pintu. Ia kasihan kepada suaminya. Penyesalan selalu datang terlambat, Erlangga pasti sangat bersedih. Namun tidak mungkin dua manusia ini berada dalam satu atap saat emosi menguasai hati dan fikiran mereka. Inilah yang terbaik untuk sementara.Martha akan berusaha menyatukan keluarga ini. Ia yakin suatu saat nanti keluarganya pasti bisa kembali bersatu dan bahagia seperti dulu. Badai pasti berlalu.*******Martha duduk di tepi ranjang lalu menyentuh lengan Bunga lembut, “Bunga, sekarang kamu mandi dulu. Setelah itu kita sholat berjama’ah untuk menenangkan hati kita.”Bunga menggeleng, Ia tidak ingin bertemu dengan pria yang sudah mencabik-cabik harga dirinya. “Bunga, sholat di kamar saja. Bunga enggak mau ketemu Dia.”“Erlangga sudah pergi, kamu bisa tenang sekarang. Ayo, tante bantu kamu.” Martha mengambil handuk yang ada di lemari pakaian dan menutup tubuh Bunga. Dengan penuh kasih sayang, Ia menuntun Bunga hingga masuk