Topan bingung untuk menjawab. Jika dia bertanya apa yang Emma lihat, maka Emma akan curiga karena pertanyaannya menjadi benar. Namun, Topan tidak akan bisa tidur jika tidak bertanya apa saja yang Emma lihat.
Topan hanya memandang Emma dalam diam, walau dia merasakan perih di kulit wajah karena cakaran kuku Emma."Ada apa? Kenapa kamu diam?" Emma mengulangi pertanyaannya, matanya menelisik.Topan perlahan melepas kungkungan, memilih mundur dan mata Topan masih menatap Emma, tetapi sekarang sorot tidak percaya."Supaya aku tidak bertanya siapa itu Laura?"Suara Emma terdengar biasa saja, tetapi pertanyaan Emma merobek jantung Topan, membuat lelaki itu sontak berhenti dan menegang."Siapa Laura?" Topan balik bertanya. Sebab ada banyak perempuan bernama Laura, jadi Laura mana yang Emma maksud?"Kamu pernah menyebut nama itu saat sedang mabuk. Sebelum ke Frankfurt tepatnya."Sebelum keluar rumah, Topan memastikan Laura bersama Dagna. Dia menemukan mereka sedang bercengkerama di taman belakang. Angin dingin siang itu dan sedikit sinar matahari, terlihat indah dan mempercantik Laura yang diterpa sinar kuning emas. Sepanjang mendekat pada mereka, Topan tidak beralih pandang dari Laura dengan rambut ditiup angin pelan. Suhu dingin turun sudah mendekati nol derajat. Topan tidak bisa menunggu lagi, sebelum salju turun dan membuat penerbangan banyak ditunda, dia harus segera terbang ke Indonesia. "Aku akan mengantarmu sampai ke mobil," kata Laura memandang penuh cinta. Sejak pulang ke Berlin, kondisi psikis Laura cukup membaik. Pikiran buruk sempat melintas, tetapi tidak mempengaruhinya seperti saat di Frankfurt. "Aku harus pergi. Ada urusan mendadak. Nikmati waktumu bersama Bibi Dagna atau Kakek. Ajak Bibi Dagna kalau kamu ingin berkeliling rumah dan taman. Ingat, Bibi Dagna ditugaskan
"Di mana ayah saya? Kenapa tokonya tutup? Biasanya jam ini sudah buka toko."Emma memandangi toko tempatnya ayahnya menjaja dagangan. Bisnis kecil yang dibangun sebagai penyambung hidup, kini tidak beroperasi dan terlihat tidak terawat. Emma berulang kali menghubungi ponsel ayahnya karena tidak tersambung. Dia juga mengirim pesan dan juga tidak terkirim sejak tiga hari lalu. Setelah Topan pergi, tanpa sepengetahuan Topan, Emma nekat mendatangi toko ayahnya di bilangan Cilincing. Namun, Emma justru mendapatkan pemandangan tidak biasa. Teras toko ayahnya banyak sampah berserakan, berpasir, dan tidak ada keterangan apa pun yang tertempel di pintu toko. "Kamu ke mana saja, Emma? Aku berkali-kali menghubungimu memberi tahu tentang bapakmu, tapi kamu tidak bisa dihubungi."Kening Emma mengerut karena bingung. "Kenapa dengan ayah saya? Ada apa dengannya? Dan tokonya …." "Bapakmu sud
"Air ketubannya sudah pecah. Sekarang saya di rumah sakit bersama Resti dan perawat."Topan terlompat kaget dari posisi tidurnya, bahkan dia terdiam sesaat dan jantungnya berdebar hebat hingga ke lambung. "Halo … halo, Pak. Bapak di sana?" "I-iya … iya … urus semuanya, pastikan mereka selamat." Tangan Topan bergetar ketika memutus panggilan telepon, dadanya juga bergemuruh hebat, terasa menekan sehingga Topan kesulitan bernapas. Haru tangis Topan karena bahagia, menyeruak dan mendorong air matanya turun. Namun, Topan mengusap air mata ketika menyadari ada Laura bersamanya. Topan gegas keluar kamar menuju kamar Alex. Topan bahkan tidak mengetuk pintu seperti biasanya."Kakek, anakku akan lahir," kata Topan sangat senang, ketika menghampiri Alex di kasur. "Jeremy baru saja mengabarikku, Emma akan melahirkan malam ini. Mereka sudah di rumah sakit sekarang."Sama seperti Topan, Alex jug
"Semua aman, Pak." Jeremy mengakhiri panggilan telepon setelah mendapat kabar kondisi dan situasi kamar inap Emma. Mereka masuk ke gedung rumah sakit swasta mahal tempat Emma melahirkan. Naik ke lantai lima kamar 107, Topan dan lainnya bergerak cepat menggunakan lift. Jeremy mengetuk pintu ketika mereka tiba di kamar VVIP. Resti membuka pintu kemudian menunduk pada Topan. "Nyonya sedang tidur, Pak." "Di mana bayinya?" Topan bertanya tanpa basa-basi, sangat tidak sabar melihat malaikat kecil yang baru lahir. Dia mendorong kursi roda ke dalam kamar. "Ada di baby box, di sebelah sana, Pak." Feni–perawat sewaan Topan menunjuk tempat tidur mungil berbentuk kotak. Topan tidak bisa menyangkal, matanya tidak bisa menahan mencari bayi mungil itu. Dia juga melihat Emma di kasur sedang tidur saat kakinya melangkah masuk. Topan berhenti di depan kasur Emma, lantas menuju ke tempat tidur bayi di dekat dinding. Tempat tidur bayi itu dihiasi kelambu putih sebagai penutup.Ketika Topan mengang
"Jangan dipikirkan. Lebih baik Nyonya nikmati masa-masa bahagia dan peran Nyonya sebagai Ibu. Nyonya harus bahagia agar si bayi juga bahagia."Emma tidak menggubris nasihat Jeremy. Setelah yang Emma alami beberapa hari di rumah sakit, Emma akhirnya membenarkan pikirannya kala Topan memaksanya menandatangani surat perjanjian pernikahan, bahwa pernikahan mereka bukan sekadar pernikahan biasa. Emma harus menyimpan banyak hal, menekan perasaan dan rasa ingin tahu yang begitu besar. "Pak Topan sudah menyiapkan semuanya, karena dia tahu yang terbaik untuk Nyonya."Jeremy menutup pintu apartemen setelah Resti dan Feni masuk membawa perlengkapan dan Emma di kursi roda memangku bayinya.Sesuai jadwal yang sudah ditentukan, Emma dan bayinya akhirnya pulang ke apartemen. Semua berjalan lancar tanpa ada kendala. Setelah melayani Emma dan bayinya, Resti kembali bekerja dan Feni mengurus Emma dan bayinya.
"Siapa Anda? Apa maksud Anda berkata suami saya melakukan kesalahan?" Laura bertanya ketus dan mukanya sangat merah karena marah. Topan dan Alex tersentak melihat perempuan itu berdiri di pintu bersama Jeremy. Mereka gelagapan, saling melirik dan sulit menelan ludah. Alex dan Topan juga mencebik dan Topan ingin sekali menendang Jeremy, sebab keputusan Jeremy membawanya ke mansion malah akan memperumit keadaan.Perempuan itu menghampiri Laura dengan senyum ramah. Dia mengulurkan tangan sambil berkata, "Saya Dokter Tresna, spesialis kandungan dan kebidanan yang menangani persalinan Nyonya Emma. Dia pasien saya."Kening Laura mengerut tidak mengerti menatap dokter tersebut. "Siapa Nyonya Emma? Apa hubungannya dengan suami saya?"Dokter Tresna masih tersenyum saat melihat Topan dan Alex sangat tegang menatapnya ketika dia melirik mereka berdua. "Itulah tujuan saya kemari, untuk menjelaskan ap
"Kamu pembohong! Pembohong!" Laura berteriak histeris setelah menutup telepon. Dia melempari Topan dengan benda-benda di sekitar.Selama dua puluh menit, Laura berbicara dengan keluarganya di Berlin yang menghubunginya.Lima hari setelah peristiwa itu terjadi, Laura sigap sekali mencari informasi tentang anak tersebut, hubungannya dengan Topan. "PENGKHIANAT!" pekik Laura lagi dengan air mata dan menepuk dada. "Saat aku berjuang antara hidup dan mati, kamu malah menikah lagi! Kenapa kamu lakukan itu, Topan?" Topan berdiri kaku beberapa meter dari Laura. Ekspresi wajahnya sangat rumit diartikan–bingung saat masuk ke kamar mendapat lemparan barang dari Laura. Dia menjadi lebih bingung karena Laura menyebutnya 'menikah lagi' sehingga Topan mematung dengan pikiran kosong. PRANGSatu gelas kristal jatuh berkeping di lantai karena Laura melemparnya ke arah Topan. Perasaan Laura sangat saki
"Saya bisa membantu Nyonya untuk mendapatkan informasi lain.""Jadi kamu tidak punya berita lain selain kabar yang tadi?"Erica menggelengkan kepala. "Saya mendengar Jeremy menyebut mendiang ayah mertu—""Mendiang ayah mertua?" sela Laura terkejut, dengan muka yang tampak seperti orang bodoh.Erica mengangguk yakin kali ini. "Benar, Nyonya.""Berapa yang kamu minta?""Saya tidak minta bayaran. Saya hanya ingin membantu Nyonya.""Setiap perbuatan akan didasari sebuah alasan. Katakan alasanmu membantu saya."Setiap kali bicara dengan Laura, Erica merasa bahwa Laura menunjukkan posisi lawan bicaranya, mampu mengendalikan lawan bicara dan membuat mereka dalam genggaman.Menurut Erica, Laura sosok yang mampu menurunkan rasa percaya diri orang lain ketika dia berbicara. Dari gaya dan cara bicara, serta intonasi, Laura menunjukkan dirinya paling menonjol di antara y