Share

Part 10

"Kenapa? Curiga lagi? Ganti bajumu, ikut denganku."

Aku menatap wajahnya. Lalu memandang dress selutut yang aku kenakan saat ini. Ada apa dengan gaun ini? Kenapa dia menyuruhku untuk menggantinya. 

Jika terlalu pendek, kenapa tadi dia membiarkanku bertemu teman-temanku? Lagipula baju ini sudah pernah aku pakai ke rumah orang tuaku. Bang Eka pun sama sekali tak keberatan. Kenapa malah tak mau aku memakainya malam ini.

"Pulangnya naik motor. Kau pasti merasa tidak nyaman. Itu kan alasanmu menyuruh pak Ali datang?" Ucapannya seolah tahu apa yang sedang aku pikirkan.

Aku sedikit bernapas lega. Sepertinya dia begitu mengerti apa saja yang ada di dalam pikiranku.

*

Aku dan bang Haikal pamit usai mengambil motor yang dibawa oleh pak Ali sore tadi. Ayah menyuruh kami menginap, namun bang Haikal menolak. Kami hanya akan menginap saat akhir pekan saja. Agar dia tak perlu buru-buru bangun untuk berangkat ke kantor lebih cepat.

"Kau masih marah?" Dia bertanya saat berhenti di lampu merah. Aku yang memang sudah terbiasa memeluk pinggangnya sejak masih kanak-kanak tak menjawab. 

Ingin menggeleng, dia juga pasti tak akan bisa melihatnya.

"Aku benar-benar tidak tahu kalau Kania benar-benar berada di sana. Kau jangan nekat mengucapkan kata cerai lagi, ya. Aku jadi begitu malu karena perbuatanku kemarin. Aku benar-benar salah paham soal keinginanmu itu."

Aku mengulum senyum dari balik punggungnya. Sudah menduga kalau sikap ketusnya karena ingin menutupi rasa malu setelah kejadian malam itu.

"Kau tidak marah, kan? Kau tidak perlu takut. Aku bukan pedofil yang__"

Belum sempat dia meneruskan ucapannya, aku langsung mengeratkan dekapanku. Lantas menyandarkan pipi ke punggungnya.

"Aku percaya. Apa pun yang Abang katakan, aku percaya. Maaf kalau aku terlalu memaksa dan mencurigai Abang." Aku berucap setulus hati.

Ya, aku percaya. Seumur hidup aku mengenalnya sebagai orang baik dan selalu jujur. Hal itulah yang membuatku sedetik pun tak bisa menghapus rasa cinta hingga sampai sebesar ini.

Dia melajukan kembali motor maticnya saat lampu hijau menyala. Bisa kubayangkan kalau dia sedang tersenyum dan geleng-geleng kepala melihat tingkahku malam ini.

Sama seperti sebelum-sebelumnya saat aku selalu bertingkah manja di hadapannya.  

*

Siang ini aku menunggu Dea di kafe tak jauh dari kampusnya. Sebelumnya aku sudah menghubungi dan membuat janji. Sengaja kupasang wajah masam saat dia datang sambil melambaikan tangan.

'Munafik!' pekikku dalam hati.

"Dwiiiiii!" Dia merentangkan tangan dan segera merangkulku saat mendekat. Menempelkan pipinya ke pipiku dengan gemas.

"Thank you kadonya, Sayang." Dia tampak sumringah sembari memutar-mutar pergelangan tangannya di hadapanku.

Sebuah jam tangan cantik yang sudah lama dia idamkan kuberikan sebagai hadiah ulang tahun malam itu. Harga tak jadi masalah, karena selama ini dialah sahabat terbaikku. Meski terkadang ucapannya yang ceplas-ceplos tanpa filter, membuatku gerah, dan kadang naik darah.

Aku memutar bola mata. Masih kesal karena dia belum menyadari untuk apa aku meminta bertemu.

Aku masih membiarkannya berbasa-basi tentang acara semalam. Tentang acara yang berlangsung hingga tengah malam, juga tentang kado-kado mahal yang dia terima dari para undangan.

"Baiklah. Masih belum cukup pamernya?" Aku berujar sinis.

"Hei! Kau tampak aneh. Sepertinya dari tadi kau terlihat tidak senang. Ada masalah?" Sepertinya dia mulai sadar.

"Ya. Kau yang membuatku bermasalah."

"Aku? Apa salahku?" Wajahnya langsung berubah serius. Tahu bahwa jika sedang marah, aku bisa mendiamkan dan kembali memblokir nomornya hingga berhari-hari.

"Apa maksudmu mengundang Kania di pesta itu. Kau ingin mengadakan reuni tersembunyi antara suamiku dan mantannya?"

  

                                  ~~~~

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Gaming Tv
lbih syari lg kk
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status