JODOH HASIL RAMPASAN

JODOH HASIL RAMPASAN

By:  Manda Azzahra  Completed
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
5 ratings
83Chapters
27.7Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Dwi memanfaatkan keadaan saat Haikal tengah berada dalam situasi yang mendesak. Dwi memaksa orang tuanya yang kaya raya untuk membantu kesusahan Haikal dengan syarat Haikal harus menikahi Dwi, gadis yang sejak kecil sudah akrab dengannya. Dan sudah menganggapnya seperti adik sendiri. Haikal yang saat itu telah memiliki kekasih tak bisa berbuat apa-apa. Selain terdesak masalah keuangan, dia juga sangat menghormati kedua orang tua Dwi yang sudah sangat baik terhadap dia dan keluarganya. Hingga pernikahannya dengan Dwi harus terlaksana. Namun setelah pernikahan, Kania, mantan kekasih Haikal selalu hadir seperti memberi sebuah teror bagi Dwi. Dwi tahu bahwa suaminya masih begitu mencintai dan belum bisa melupakan Kania. Sanggupkah Dwi bertahan, atau malah menyerah dan mengembalikan suaminya pada Kania? Dijamin mood kalian akan naik turun melihat pasangan suami isteri yang satu ini. Penuh emosi dan juga romantisasi.

View More
JODOH HASIL RAMPASAN Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
user avatar
Siti Sartika
kak ditunggu karya manisnya lagi... jangan lama-lama ya
2022-09-01 21:29:57
1
user avatar
Anies
TAMAT terima kasih kak author ceritamu sungguh luar biasa, 2 karya tamat secara bersamaan dan semua happy ending dan bikin hatiku legaaaa.. di tunggu karya² selanjutnya kak
2022-08-31 12:33:16
2
user avatar
Siti Sartika
Kak Manda , ya ampun kenapa keren semua karya-karya mu.... cerita ke 3 di karyamu yang aku baca. Sambil nunggu cerita Bang Ren. Dan ternyata nggak salah ... bukan main keren semua...... Sukses selalu Kak... love-love pokoknya. Sehat-sehat ya kak, biar lancar berkarya
2022-08-29 22:08:50
2
user avatar
Anies
semangat kak.. salam kenal, aku udah baca 3 karyamu dan masih setia menunggu up di 2 karyamu yang keren itu..
2022-08-25 21:54:24
1
user avatar
Yeni Dwipuspitasar
terus berkarya..sukses.aku mengikuti 3 novelmu disini...menunggu up nya....
2022-08-20 09:27:02
1
83 Chapters
Part 1
"Kau benar-benar ingin bercerai?" tanya pria yang kini sedang berdiri di hadapanku. Aku mengangguk, mengiyakan pertanyaan itu."Hanya karena kau melihat aku berbicara dengan Kania?" Aku kembali mengangguk. Kali ini dengan mata yang mulai menghangat.Ada rasa sesak setiap kali suamiku_ Haikal _ menyebut kembali nama itu dengan bibirnya. Seolah sebuah kata-kata yang sengaja dia ciptakan untuk menyakiti perasaanku."Cemburu?" Dia kembali bertanya. Aku diam tak mau menjawab. Kemudian membuang pandangan. "Aku tak sengaja bertemu dengannya." Nada suaranya terdengar rendah. Hingga aku kembali merasa bersalah. "Dan itu hanya sebentar. Tak ada hal istimewa yang kami bicarakan."Aku memandang wajah tirus berkulit putih itu, lalu kembali menundukkan pandangan. Sejak aku tahu hatinya tak mungkin lagi bisa kumiliki, aku tak berani lagi memandang wajahnya berlama-lama. Bukan karena dia melarang atau tak membalasnya, tapi akulah yang merasa takut.Takut melihat wajah kecewanya yang mungkin hingga k
Read more
Part 2
Namun tetap saja rasa kagum itu tak berkurang. Tanggung jawabnya sebagai seorang suami patut kuancungi jempol. Semua gaji dia serahkan untuk aku kelola. Padahal dia sendiri tahu bahwa uangku lebih banyak dari jumlah gaji yang dia hasilkan.Sampai saat ini kami masih seperti orang asing yang tetap tidur di kamar terpisah. Dia masuk ke kamarku dan bermalam, hanya saat keluarga kami datang, dan mungkin menginap. Setelahnya kami tak lebih dari anak kost yang berdiam di masing-masing kamar.*Sore ini aku kembali menantinya pulang dari kantor. Kulihat sepeda motornya sudah memasuki halaman. Aku bergegas menyeduh teh manis yang airnya sudah aku panaskan sebelumnya.Seperti biasa dia langsung duduk di meja makan dan menyeruput teh aroma melati itu. Aku ikut duduk di hadapannya. Menatap wajahnya dengan serius."Ada apa?" Dia tampak heran dengan sikapku.Mataku mengerjab. Bingung harus mulai dari mana. Detik berikutnya dia mengangkat pergelangan tangan untuk melihat jam yang melingkarinya."Ak
Read more
Part 3
Aku melotot ke arahnya. Lalu menarik tanganku yang masih berada dalam pegangannya. Sejak kapan suamiku ini jadi pria mesum yang memikirkan nina ninu malam pengantin.Apa wajahku ini terlihat sedang membutuhkan sesuatu yang sensitif seperti itu? Berpacaran saja tidak pernah. Mana mungkin aku memikirkan hal-hal menjijikkan seperti itu."Kenapa diam? Mau?" Suamiku kembali bertanya dengan nada tegas.Sekarang sepertinya dialah yang menginginkan hal itu. Dasar mata keranjang!Aku memasang wajah cemberut. Sekujur pipiku kini terasa panas mendengar ajakan konyol seperti itu. "Abang jangan asal bicara!" Aku sedikit membentak. Agar dia tahu kalau pikirannya tadi jelas salah. "Aku tidak mau lagi jadi wanita egois seperti yang abang katakan selama ini. Aku juga punya hati dan harga diri. Kalau selama ini abang belum juga bisa menganggap aku seperti Kania, baiknya aku mundur. Bukankah seharusnya abang mengucapkan terima kasih?" Lagi-lagi mataku ikut menghangat saat terlibat perdebatan dengannya
Read more
Part 4
Waktu sudah menunjukkan hampir magrib. Tak lama terdengar suara adzan. Kali ini aku sengaja memperlambat diri ke kamar mandi untuk berwudhu. Tahu bahwa bang Haikal langsung ke sana.Aku menguping dari depan pintu, lalu segera keluar untuk berwudhu setelah mendengar pintu ditutup dari kamar sebelah.Kamar mandi di rumah ini memang tak ada yang berada di dalam kamar. Usai menikah, bang Haikal langsung mengajakku untuk pindah dan mengontrak rumah.Rumah sederhana dengan dua kamar. Dia tak ingin kami tinggal di rumah orang tuaku ataupun orang tuanya.Padahal aku tahu, dia pasti hanya ingin membuatku merasa tak nyaman. Tinggal di rumah sederhana, sedang sebelumnya aku tinggal di rumah besar dan punya asisten rumah tangga untuk membersihkan rumah.Namun aku tetap harus membuktikan bahwa aku benar-benar pantas menjadi istri yang baik baginya. Mengikuti kemana dia pergi dan melayani kebutuhannya sehari-hari. Memasak, mencuci, bahkan membersihkan rumah dengan ikhlas aku jalani. Semewah apa p
Read more
Part 5
"Naf__nafkah ba__tin?" Ucapanku terbata.Kapan aku bilang menginginkannya?"Abang sedang mabuk, ya?" protesku, sambil bangkit dari tempat tidur. Tentu saja masih dengan tangan yang masih setia melindungi kerah piyama."Bu_bukankah kau sudah setuju? Kau bahkan terdengar begitu yakin." Suara bang Haikal tampak gugup. "Tapi... itu...."Ah, ya. Ini pasti salah paham. Dia membahas apa, aku menjawab apa.Aku menarik napas. Jadi yang dari tadi dia maksud adalah tentang nina ninu malam pengantin? Pantas saja hanya aku sendiri yang dia bilang akan merasa sakit. Kudengar memang seperti itulah rasanya pertama kali seorang wanita menanggalkan status perawannya. "Jadi, kau mau atau tidak?" Bang Haikal kembali bertanya. Namun lagi-lagi pertanyaan itu terasa begitu ambigu. Aku takut kembali terjadi kesalah pahaman."TIDAK MAU!" Aku setengah berteriak sambil menggeleng. Mengusap sisa air mata yang tadi mengalir deras.Apa pun itu, aku tidak mau. Baik bercerai atau nafkah batin, aku tetap tidak mau
Read more
Part 6
Malam hari usai salat isya, bang Haikal tetap berada di dalam kamar seperti biasa. Kami benar-benar seperti anak kost yang tidak saling peduli satu sama lain. Sibuk dengan urusan masing-masing. Terkadang aku menguping dari pintu kamarnya, siapa tahu dia sedang mengobrol bersama Kania melalui video call. Sikap bang Haikal berubah seratus delapan puluh derajat saat aku memintanya menikah. Dia tak mau lagi dekat denganku seperti sebelum-sebelumnya.Seumur hidup aku dan dia bertetangga dan akrab layaknya kakak dan adik. Namun perasaannya lenyap begitu saja begitu aku bilang mencintainya dan memaksa ingin menikah dengannya.Memangnya aku sehina itu? Tak pantas jatuh cinta dengan pria istimewa yang selalu aku puja. "Jangan main-main, Dwi," ucapnya kala itu. "Sekolah yang benar." Dia lalu mengacak-acak rambutku saat pertama kali mengungkapkan perasaan.Saat itu aku masih kelas dua SMP. Sedang usia kami yang hampir terpaut enam tahun membuat dia sudah berada di fase usia hampir dewasa. Saa
Read more
Part 7
"Kenapa Abang jadi galak? Kalau tidak mau kan tidak harus marah-marah." Aku mulai menangis.Hatiku terasa begitu sakit. Entah karena merasa dia terlalu kasar hanya karena masalah sepele seperti ini, ataukah saat dia kembali membawa-bawa nama Kania.Obsesi katanya? Dia bilang aku iri? Ya. Aku memang iri. Gadis bernama Kania telah mencuri perhatian dan semua waktu yang dulu bang Haikal berikan untukku. Lebih memilih mengantar Kania yang berlawanan arah ketimbang menjemputku dari pulang les meski tempat tinggal kami berdekatan."Minta Eka atau Pak Ali menjemputmu, ya. Kasihan kalau Kania pulang sendirian."Alasan ke sekian yang membuatku begitu membenci Kania.*Aku dan suamiku akhirnya memakai mobil ayah. Dia akhirnya mengalah setelah melihatku menangis, lalu meminta maaf karena terlalu kasar dan berjanji tidak akan mengungkit soal Kania lagi. Ya. Sebesar itu cara dia menghargai perasaanku. Tapi, jika perasaannya sendiri juga belum berubah untuk mencintaiku, aku bisa apa?Kami sampai
Read more
Part 8
"Eh, sudah, ya? Suamiku pasti sudah menunggu." Aku bergegas pergi tanpa berniat menjawab pertanyaannya.Kuliah? Bahkan berangkat sekolah dulu pun aku sudah malas. Tak ada pelajaran yang aku sukai. Juga tak ada guru tampan atau kakak kelas yang membuatku bersemangat menuju ke sana. Yang kupikirkan hanyalah bagaimana caranya agar cepat pulang dan melintasi rumah kontrakan yang ditempati bang Haikal dan keluarganya."Ini saladnya, Bang." Aku meletakkan mangkuk kecil di atas meja. Dia hanya mengangguk."Abang lama menunggu, ya? Tadi aku berbicara sebentar dengan teman. Sudah lama tidak bertemu. Dulu dia itu__.""Tidak apa-apa," selanya sebelum aku menyelesaikan ucapan. "Kau temui saja dulu teman-temanmu. Aku tunggu di sini." "Abang bosan, ya?""Kubilang tidak apa-apa. Ini pesta temanmu. Berbaurlah."Aku tak menggubris ucapannya. Aku lebih memilih menemaninya meski tahu tak akan ada pembicaraan berarti di antara kami. Ingin sekali aku mengajaknya pulang. Kasihan karena kelihatannya dia t
Read more
Part 9
Aku langsung mendongak karena tak mengenali sepatu itu. Lalu Kulihat sesosok pria yang tadi kutemui sedang berdiri menatapku. Aku langsung bangkit dan berdiri. Mengusap air mata dengan menekuk jari telunjuk. Menyelipkan rambutku ke belakang telinga yang kurasa tadi sedikit acak-acakan. Bima tak boleh melihat keadaanku yang kacau seperti ini."Sedang apa kau di sini?" Aku balik bertanya."Pulang. Itu mobilku." Dia menunjuk dengan dagu ke samping mobil yang kami bawa tadi.Aku hanya ber oh ria saja. Tak ingin bertanya lebih jauh."Kau sendiri? Kenapa menangis?""Aku? Siapa yang menangis? Aku baik-baik saja." Aku berdusta agar dia tak bertanya lagi. Dia menatapku heran. Raut wajahnya jelas tak percaya pada pengakuanku."Kenapa sendirian? Mana suamimu?""Oh, itu... dia....""Aku di sini. Ada perlu apa mencariku?" Suara bariton itu tiba-tiba muncul dari balik punggungnya. Aku langsung menekuk wajah begitu melihatnya. Meski di depan orang lain aku baik-baik saja, tetap saja tak bisa kuse
Read more
Part 10
"Kenapa? Curiga lagi? Ganti bajumu, ikut denganku."Aku menatap wajahnya. Lalu memandang dress selutut yang aku kenakan saat ini. Ada apa dengan gaun ini? Kenapa dia menyuruhku untuk menggantinya. Jika terlalu pendek, kenapa tadi dia membiarkanku bertemu teman-temanku? Lagipula baju ini sudah pernah aku pakai ke rumah orang tuaku. Bang Eka pun sama sekali tak keberatan. Kenapa malah tak mau aku memakainya malam ini."Pulangnya naik motor. Kau pasti merasa tidak nyaman. Itu kan alasanmu menyuruh pak Ali datang?" Ucapannya seolah tahu apa yang sedang aku pikirkan.Aku sedikit bernapas lega. Sepertinya dia begitu mengerti apa saja yang ada di dalam pikiranku.*Aku dan bang Haikal pamit usai mengambil motor yang dibawa oleh pak Ali sore tadi. Ayah menyuruh kami menginap, namun bang Haikal menolak. Kami hanya akan menginap saat akhir pekan saja. Agar dia tak perlu buru-buru bangun untuk berangkat ke kantor lebih cepat."Kau masih marah?" Dia bertanya saat berhenti di lampu merah. Aku yan
Read more
DMCA.com Protection Status