HILLARY mengekor di belakang Jullio saat mereka sampai di club malam milik Jullio. Seperti kata Jullio, tempat itu sepi. Tidak terlihat banyak orang di sana. Hanya beberapa petugas yang memang bertugas membersihkan club dan penjaga keamanan. Hillary menghetikan langkahnya saat Jullio berhenti. Ia menatap punggung Jullio dengan rasa penasaran yang tidak bisa ia tutupi. “Ada apa?” pertanyaan itu muncul begitu saja dari bibir Hillary.
“Aku harus menemui seseorang.”
“Oh.” Hanya itu yang Hillary ucapkan meskipun ia ingin tahu siapa orang yang ditemui oleh Jullio. Mungkinkah Bianca? Memikirkan Bianca, perempuan yang pernah bersama Jullio membuat Hillary merengut.
“Aku tidak lama.” Jullio menggenggam tangan Hillary. “Kau bisa menunggu di kantorku.” Kata Jullio lagi.
“Di mana kau akan bertemu dengannya?” Tanya Hillary.
“Di café d
HILLARY menyibak selimut yang menutup tubuh polosnya. Salah satu tangan Jullio masih memeluk perutnya erat. Sementara tangan lainnya berada di bawah kepala. Hillary terbangun karena kantong kemihnya penuh, ia ingin segera menguras kantong kemihnya dan membuang urine di toilet. Dengan hati-hati, Hillary memindahkan tangan Jullio dan beranjak dari tempat tidur. Sekilas ia melihat jam di dinding. Pukul lima sore. Hillary segera masuk ke kamar mandi dan bergegas mandi. Untungnya ia menemukan handuk bersih di lemari, jadi dia memakai handuk tersebut untuk membungkus tubuhnya saat keluar dari kamar mandi.Jullio sudah bangun, entah sejak kapan. Pria itu berdiri menjulang di depan kamar mandi. “Kau sudah mandi?” tanyanya.“Seperti yang kau lihat.”“Kenapa tidak membangunkanku?” tanya Jullio lagi.“Tidak.” Hillary berjalan melewati Jullio. “Aku tidak mau mengganggumu.”
I LOVE YOUHARI ini Jullio mengantar Hillary ke rumahnya sebelum jam makan siang. Seharusnya, mereka bisa kembali saat petang atau kembali menginap di club seperti yang mereka lakukan semalam. Namun Jullio memilih mengantar Hillary pulang. Menurut cerita satpam rumah Hillary yang sekarang menjadi sahabat Jullio, sejauh ini gadis itu belum pernah keluyuran saat malam apalagi menginap dengan seorang pria. Dalam posisi sekarang, Jullio merasa ia memiliki tanggung jawab mengembalikan gadis itu ke rumahnya tanpa harus diminta lebih dulu.“Hati-hati di jalan.” Hillary keluar dari mobil setelah Jullio membukakan pintu untuknya.“Aku akan datang besok.” Jullio mengecup kening Hillary singkat.“See you.” Hillary melambaikan tangan saat mobil Jullio mulai menjauh. Gadis enam belas tahun itu segera berjalan menuju pintu gerbang dan menekan bel.Selang beberap
THIS POTITIONHARRY tersenyum lebar mendengar jawaban Hillary. Ia hanya ingin menggoda adiknya saja. Sudah lama sekali sejak mereka masih sama-sama bocah dan sering kali menghabiskan waktu untuk tidur berdua. Itu adalah masa-masa yang paling menyenangkan bagi mereka. Karena memiliki satu sama lain. Keretakan, bukan, lebih tepatnya kehancuran keluarga menreka mengubah segalanya. Ibu mereka pergi meninggalkan dua anak yang masih terlalu kecil. Itulah alasan Haryy dan Hillary menjadi sangat dekat sekarang.Lagipula akhir-akhir ini Harry memiliki teman tidur yang-“Ngomong-ngomong, apa aku harus kuliah di luar negeri juga setelah lulus sekolah?” tanya Hillary yang langsung memotong imajinasi Harry mengenai seseorang.“Kalau itu terserah padamu. Kenapa memang?” tanya Harry penasaran.“Tidak apa-apa. Aku hanya meminta pendapatmu.”“Menurutku sebaiknya kau tet
WHEN YOU ARE READYSATU minggu berlalu tanpa terasa. Angkasa akhirnya menyelesaikan ujian akhir. Kini, tugasnya hanya tinggal menunggu pengumuman kelulusan dan menyiapkan diri untuk masuk ke universitas. Sebelum ujian dimuliai, Angkasa sudah mendaftarkan diri ke salah satu perguruan tinggi terbaik di kotanya. Angkasa mengambil jalur prestasi, Fakultas desain grafis. Sejak kecil, ia tidak pernah berambisi untuk bisnis atau sejenisnya. Kedua orang tuanya juga tidak pernah menyuruh Angkasa dan kakaknya untuk menjadi sesuatu. Entah mereka tidak peduli lagi dengan dia dan kakaknya atau terlalu mempercayai keduanya. Angkasa dan Jullio bebas melakukan apa saja yang mereka mau.Jadi, jika sikap dan perilaku Jullio sekarang bisa di bilang brutal. Semua itu bukan karena kesalahan roang tuanya. Melainkan pilihan hidup Jullio sendiri. Lagipula, bagi Angkasa, Jullio tetaplah saudara terbaik yang pernah dia miliki. Jullio segalanya bagi Angkasa.
ALL THE BRIGHT PLACESJULLIO mendengar deru mobil Hillary yang dan bunyi klakson yang mengganggu aktifitas bermain caturnya dengan satpam rumah Hillary. Sang satpam dengan sigap keluar dan membuka pintu gerbang. Mengikuti jejak si satpam, Jullio juga beranjak keluar dari kantor berukuran 2x2 meter itu. Ternyata Hillary menunggunya. Sepertinya Gadis itu tahu kebiasaan baerunya bermain catur dengan satpam.“Hai…” Hillary menyapanya lebih dulu.“Masuklah. Aku menyusul.” Sahut Jullio.“Okay.” Hillary lalu melajukan mobilnya menuju garasi. Sementara itu Jullio mengambil tas yang semula ia letakkan di dalam kantor satpam. Usai berpamitan dengan satpam, Jullio segera menyusul Hillary yang ternyata sudah menunggunya di garasi. Senyum Jullio mengembang tatkala Hillary menyambutnya dengan sebuah senyum simpul.“Wow…” Jullio melihat Hillary yang kelua
KISSINGHILLARY tidak bisa terus seperti ini. Bermain di antara dua laki-laki yang memiliki hubungan darah. Jullio dan Angkasa sama-sama baik dan tidak sepantasnya ia mempermainkan keduanya. Pagi harinya, entah jam berapa ia tidur semalam. Hillary bahkan lupa sampai di mana Jullio membacakan novel yang menurutnya bagus itu. Saat terbangun, Hillary tidak menemukan pria itu di pelukannya. Hillary memegangi kepalanya yang sedikit pening. Gadis itu turun dari ranjang dengan hati-hati. Tiba-tiba terdengar suara Jullio.“Selamat pagi, calon istri.”Hillary yang terkejut langsung memegangi dadanya dan berusaha menetralkan napas. “Jullio!” seru Hillary ketus.“Kenapa?” Jullio menggaruk kepalanya yang tidak gatal.“Kau mau aku mati sekarang?” Hillary mengerucutkan bibir. Benar-benar pemandangan paling diinginkan Jullio di pagi hari.“Aku akan ikut ma
SEPANJANG hari itu, Hillary berusaha fokus pada pelajarannya. Sebenarnya, ia tidak bisa berkonsentrasi penuh karena terus memikirkan kemungkinan jika Angkasa datang ke sekolah seperti hari-hari sebelumnya. Meskipun Hillary sudah berkali-kali mengatakan kepada Angkasa jika hari ini ia harus segera pulang karena Harry menjemputnya, tetapi gadis itu tidak lantas percaya begitu saja. Angkasa biasanya nekat datang tanpa persetujuannya terlebih dahulu. Itulah yang Hillary khawatirkan selama ini. Hillary takut jika Angkasa datang kemdian pemuda itu bertemu dengan Jullio. Kepala Hillary tiba-tiba pening memikirkan hal itu.Dentang bel terdengar di segala penjuru sekolah. Hillary yang biasanya selalu pulang paling akhir karena tidak mau berdesak-desakan dengan murid lain, kali ini ia memilih segera beranjak dari kursinya dan berjalan cepat menuju gerbang. Ia ingin memastikan apakah Angkasa datang atau tidak. Apakah kedua kakak-beradik itu bertemu dan membicaraka
EVERYTHING HAS ENDEDHILLARY menyunggingkan senyumnya saat mendengar ucapan manis dari Jullio. Wanita mana pun pasti akan dengan mudahnya jatuh cinta jika mendengar kaata-kata Jullio. Pun dengan dirinya. Apalagi, ia masih enam belas tahu. Usia di mana hampir semua manusia belum bisa bersikap dewasa. Terbilang labil.“Siap?” Jullio mengulurkan tangannya dan langsung diterima oleh Hillary.“Jadilah teman kencanku seumur hidupku.” Pinta Jullio lagi.“Hanya teman kencan?” Hillary melangkahkan kakinya, berjalan keluar dari kamar, menuruni tangga satu per satu. Mereka terus berbicara bahkan saat di garasi mobil. Sepanjang perjalanan Jullio dan Hillary menyanyikan lagu-lagu kesukaan mereka. Sesekali Jullio mengejek suara Hillary yang terbilang jelek. Berbeda dengan Hillary yang iri dengan suara merdu Jullio.Lelah berbanyi, Jullio bercerita tentang sesuatu hal yang menarik