Ada perasaan yang tak bisa dijelaskan dalam diriku. Namun apapun itu, intinya aku bahagia dan hanya perasaan itu yang aku tau.
"Dia, si gadis popular, tahu siapa namaku".
Bagiku itu sudah lebih dari kata cukup karna setidaknya, dari sekian banyak penggemar yang ia punya di sekolah, dia tahu siapa namaku dan aku bangga akan hal itu. Rasanya semua ini seperti mimpi terindah yang pernah aku alami sampai saat ini. Entah seperti apa orang-orang menatapku saat ini, aku tidak peduli.
Namun yang membuat ku sedikit bingung, dari mana ia tahu namaku? Karna sampai sejauh ini, aku tidak pernah berbincang secara langsung dengannya. Kalaupun iya kami pernah ngobrol, pasti hanya seputar pertanyaan biasa seperti ketika seseorang menanyakan suatu alamat disaat ia mulai mereka tersesat dan tidak tahu Arah. Lalu, dari mana ia mengetahui namaku? Karna yang aku tahu aku tidak sepopuler dirinya.
"Gabby, kamu memang satu-satunya orang yang tidak bisa aku tebak sampai saat ini"
"Sebenarnya kamu ini orang yang seperti apa dan bagaimana? "
"But apapun itu,, hanya satu hal yang aku tahu tentang dirinya"
"I Love you,, so much"
"Gabby,, aku harap kamu tahu itu".
Tiba-tiba Alice menepuk pundakku sehingga membuat semua yang ada dalam pikiranku buyar seketika. Gabby memang selalu betah membuat ku berlama_lama berada dalam lamunan, namun Alice, selalu berhasil membuat semua hayalanku menghilang.
Shitt Alice, kau memang sialan. Tapi untung sayang, uuuuuu.
"Eehhh kambing,, Lu mue nginep disini..? Semua orang dah pada balik tuu,, yuk ah,, capek gwe dari tadi naik tangga". Gerutunya.
" Yaelaahhhh gitu aja Lu ngeluh,, percuma tu betis udah kek betis petinju pi naik tangga aja KO". Balasku dengan nada meledek
"Eeeehh enak aja,, ini betis gwe gede kek gini gara-gara Lu tau gak,,!!! ". Balesnya dengan nada sinis
"Yaeelaah gitu doang,, katanya apa sih yang gak buat gwe".
Inilah kami, adu mulut memang tidak akan ada habisnya jika kamu beradu mulut dengan sahabatmu sendiri sampai ada yang harus mengalah dari salah satu diantara kami. Siapa lagi kalau bukan Alice, hehe. Alice,pokok nya Love you so much.
"Nanti kalo Lu butuh apa-apa, Lu bisa tanya-tanya ke gwe". Gabby menyambung pembicaraan diantara aku dan Alice. Akupun menoleh kearah dimana suara itu berasal dan terlihat Gabby tengah merapikan gitarnya yang dimasukkan kedalam tas gitar miliknya. Kami berdua langsung meng iyakan apa yang diucapkan Gabby barusan dan tidak lupa dengan ucapan terima kasih.
Gabby pun berlalu meninggalkan aku dan Alice seperti biasa dengan sikap dinginnya itu, namun entah kenapa, aku semakin menyukainya dengan karakternya itu karna bagiku dia adalah wanita yang unik. Dan tentu saja niat terbesarku untuk mendekatinya dan menjadikannya kekasihku tidak akan pernah runtuh. Bahkan kalo memungkinkan, akan kujadikan ia istriku.
Uhukkkk uhuuukk......!!!
Walaupun aku sudah tau bagaimana dunia ini terutama negara ini memandang kami. Tapi tidak ada salahnya bermimpi dan memiliki impian sendiri, right?? Kami juga berhak bahagia.
"Wait,, gwe harus dapet nomor What sUpp dia kali ini". Ucap ku lirih.
Alice hanya menggelengkan kepalnya seraya menyipitkan matanya kearahku.
" Ya udah sana kejeer orangnya,, terus Lu mintain deehhh". Alice dengan gaya santainya. Aku dengan jurus seribu manjaku mulai neronta-ronta. Akupun meminta Alice, memohon lebih tepatnya supaya dia mau melakukan nya untuk ku. Namun bukan Alice namanya kalo ia tidak menguji adrenalin ku terlebih dahulu.
"Alllll,,, pleaseeee,, kali ini aja ya,, aaaa". Aku berusaha membujuknya sekuat tenaga namun ia juga tidak kunjung bergeming.
" Allll gwe maluuuuu,, pleaseee,, mau Yaa". Kedua kalinya ia tetap menolak
"Allll,,!!! " Masih juga tidak bergeming sama sekali,akupun akhirnya memilih diam dan hanya melihat Gabby yang semakin terlihat jauh disana.
"Graceee,,, ". Ucapnya lirih
" NOW OR NEVER...!! ". Tegas nya dengan tatapan yang menjelaskan bahwa aku harus melakukannya sendiri kali ini. Akupun kembali menatapnya lekat-lekat walaupun pada akhirnya aku mengalah juga.
" Oky,, gwe coba.. Tapi gwe takuutt".
Alice kembali menatapku dengan sangat serius kali ini, tatapannya mengisyaratkan kalau aku tidak melakukannya kali ini, itu artinya aku harus sudah benar-benar siap kehilangan Gabby.
Ya, aku tahu. Perasaan ini tidak seharusnya ada dalam diri ku. Aku tau rasa yang aku miliki untuknya sampai saat ini bukan lah suatu hal yang wajar. Dua wanita yang saling jatuh cinta, mengapa hal semacam ini bisa terjadi?? Bagaimana ia akan saling mencintai??. Lesbian? Itulah yang selalu mereka katakan.
Sepanjang masa mudaku,aku selalu memikirkan hal ini. Tuhan, mengapa aku berbeda? Dulu, sebelum aku mengenal nya, semuanya terasa biasa saja, namun entah kenapa setelah ia muncul dikehidupanku, semua terasa jauh berbeda dan jauh lebih berwarna. Aku merasakan ada pelangi didadaku.
Mengapa hal ini bisa terjadi?? Aku ingin terlahir sperti wanita pada umumnya, wanita yang bisa mencintai lawan jenisnya bukan sesama jenis seperti apa yang aku rasakan saat ini. Tuhan, jika memang hal ini tidak seharusnya ada,, lalu mengapa kau ciptakan aku untuk merasakan hal yang tidak wajar ini?? Tuhan, aku tidak bermaksut mengeluh, hanya saja aku ingin terlahir seperti mereka. Mereka yang memiliki rasa kebebasan untuk mencintai dan dicintai. Aku juga ingin terlihat normal seperti mereka namun mengapa aku berbeda?
Bayangan Gabby semakin tak terlihat. Akupun langsung bergegas berlarian untuk mengejar nya. Tangga demi tangga aku lalui dengan begitu susah payah.
Setelah berjuang sekuat tenaga, akhirnya akupun sampai dihadannya. Belum sempat aku berbicara satu patah kata pun, nafasku serasa habis duluan, dadaku serasa sesak.
Namun untungnya semua segera membaik. Dengan suara yang sudah seperti kalang-kabut karna habis berlarian, akhirnya, akupun berhasil memanggil namanya.
Ia menoleh kearah ku lalu menghentikan langkah nya sejenak. Selang beberapa menit karna tak kunjung bersuara, Ia pun berniat meninggalkan ku namun belum sempat ia beranjak aku segera bergegas berlarian ke hadapannya lalu menyodorkan ponselku agar ia menuliskan nomor What's Uppnya di layar Hand phone yang ku genggam saat itu.
Terlihat ia hanya mengernyitkan dahi nya dan menatapku dengan tatapan bingung dengan apa yang aku lakukan saat itu.
"Aku minta nomor W* nya kak ,, boleh?? ". Akhirnya, aku bisa. Gumamku dalam hati.
" Hmmmm?? "
"Boleh?? " Tanya Ku memastikan. Namun bukan maiinn, dia menjawab dengan begitu santainya tanpa rasa bersalah apalagi canggung sedikitpun.
" Sorry,, tapi kayaknya kita tidak sedekat itu untuk bertukar nomor W*". Ucapnya dingin lalu berlalu meninggalkan aku sendirian berdiri disana.
Aku memang mencintai nya, namun entah kenapa, ingin rasanya kumaki dirinya pada saat itu. Belum sempat aku berkata apa-apa, terdengar suara gelak tawa Alice dari Arah belakang yang kini tengah tertawa girang karna meledek ku.
"Tadi katanya kalo ada yang mau ditanyain bisa tanya kakak,, yaudah sini nomernya, biar bisa nanya". Aku berusaha berdebat. Tapi bukan Gabby namanya kalau sampai kehabisan kata-kata
" Lu bisa bawa motorkan? Yaudah Lu dateng kesini aja langsung kalau emang Ada yang mau ditanyain, gwe disini tiap hari". Ia pun berlalu Tampa memperdulikanku. Terdengar suara Alice cekikikan dari belakang yang kini tengah menertawakanku.
"Hahahaha,,, uuuuuu tayaaangggg,,, udah Yaa,, Ingat,, masih banyak jalan menuju Roma". Ia pun kembali tertawa sejadi-jadinya hingga membuat ku semakin merasa jengkel.
" Sombongg bangetttt siiiii anjiiinggg". Aku berteriak kepada Alice karna Gabby sudah jauh melangkah disana, namun lagi-lagi ia hanya menertawakanku.
"Udah,,, udah,, ini Ujian. Itu artinya Lu harus berjuang lebih keras biar Lu bisa lebih deket ama dia".
" Ingattt,, banyak jalan menuju Roma". Sambungnya. Dan kali ini semangatku seakan kembali membara seketika.
"Okehhh,,, gwe pasti bakalan dapetin apa yang gwe mauuu,, jangankan Nomer What's Upp,, orangnya sekalian,, bakalan gwe borooongg". Aku berteriak sudah seperti orang gila sambil menatap Gabby yang kini semakin jauh. Aku tidak tau apakah ia mendengar apa yang aku ucap kan saat itu, namun bisa terlihat bahwa ia juga sedang menertawakanku dari ujung sana.
Shiiittttttt.....!!!!!
"Udaahhh ayuu ah balik,, tenanggg,, gwe dah punya kunci cadangannya". Alice memainkan kedua alisnya sambil tersenyum penuh arti lalu mendekap pundakku seolah-olah ia ingin memberitahukan sesuatu tapi tidak sekarang.
" Apaan sih nyet, , ga usah rahasi-rahasiaan deh,, apaan siii??? ". Aku sedikit kesal dibuatnya namun Lagi-lagi ia hanya tersenyum jahat kepada ku.
" Udaaahhh mending kita pulang dulu sekarang, karna Lu mesti mandi, dandan yang rapi karna Lu kagak boleh lupa kalau malam ini, Lu ada janji dinner ama David..Oky nyet..?!!! Capcuuusss".Jawab nya santai.
Degg...
Akupun baru ingat kalau aku beneran ada janji sama David malam itu.
Oh goddd....!!! "Grutu ku sambil menjambak rambutku sendiri karna frustasi.
" yaaa anying,, ya dah yuk balik". Dan langsung di iyakan oleh Alice.
" Helm nya jan lupa dipake monyeettt,, kebiasaan deh". Alice
"Iyaaa kambing,, ini juga gwe mau pake".
On the way to back home....!!!!!!
Hari sudah mulai sore, mega-mega merah diufuk barat sudah terlihat menampakkan diri. Awan yang tadinya berwarna biru, kini mulai Berubah warna menjadi jingga. Kendaraan dijalan raya juga sudah mulai terlihat ramai. Hawa dingin mulai menyelimuti jalanan bak suasana pegunungan, sejuk namun terasa begitu menenangkan. Aku dan Alice terlihat masih begitu menikmati perjalanan ini. Bercanda ria diatas kendaraan roda dua yang kini kami tumpangi yang tentu nya akan menjadi suatu kenangan yang tidak akan pernah terlupakan dimasa tua nanti. Kendaraan yang lalu lalang menambahkan suasana menjadi semakin ramai bak jalan raya ibu kota. Pedagang kaki lima mulai terlihat sibuk menjajakan jualannya. Mulai dari pedagang gorengan sampai pedagang jajanan yang katanya serba kekinian itu kini mulai ramai kedatangan pelanggan setia mereka. Semua orang terlihat sibuk dengan urusan masing-masing namun tidak jarang terlihat sesekali orang-orang yang saling bertegur sap
Jalanan mulai terlihat sepi. Hawa dingin semakin terasa menyentuh kulit ku. Aku hanya duduk termangu disamping kiri kemudi. Terlihat David tengah Memperhatikan ku sembari tersenyum manis, namun aku bersikap seolah aku tak melihatnya. Aku merasa lelah, aku butuh istirahat. Aku meraih ponselku dari dalam tas kecil milikku. Kunyalakan layar ponselku, terlihat dengan jelas waktu sudah menunjukkan pukul 22:41. Aku menghembuskan nafas perlahan yang di imbangi dengan badanku yang serasa menggigil karna Hawa dingin yang begitu terasa menusuk kulit ku saat ini. David terlihat panik, segera ia membuka jaket yang ia kenakan lalu memasangkannya ke tubuhku. Untuk sejenak, aku merasa sedikit lebih baik. "Terimakasih". Hanya kata itu yang mampu keluar dari bibir mungil ini.Mataku mulai terasa berat,seperti ada yang menghipnotisku agar aku segera terlelap. Aku pun mulai memejamkan mata sampai akhirnya aku terbangun karna terasa ada sentuhan hangat di pipi
"Udah,, itu doang kan??". Tanya nya dengan nada angkuhnya yang tak pernah hilang. Aku hanya mengangguk kan kepala sembari tersenyum kepadanya namun ia segera memalingkan pandangannya dari wajahku. Gabby, sampai sejauh ini aku masih tidak mengerti kenapa ia bersikap begitu dingin terhadapku. Aku sering melihat ia tertawa lepas saat bersama yang lain, namun saat melihatku, seakan-akan semuanya mulai membeku layaknya kutup utara yang dipenuhi dengan salju. "Apakah ia membenciku?? Tapi kenapa?? And karena apa?? ". Pertanyaan ini selalu muncul dikepalaku namun aku selalu berusaha berfikir positif karna aku merasa kita hanya perlu mengenal satu sama lain secara lebih mendalam. Ia pun berlalu, bermaksud meninggalkan aku dan Alice. Tapi, belum jauh ia melangkah dari hadapan kami. Ia menghentikan langkahnya dan membalikkan pandangannya kearah dimana aku dan Alice berdiri saat ini. "Lu berdua belum sarapan kan?? Tunggu bentar" U
Hari yang aku tunggu-tunggu akhirnya tiba. Ya, aku diterima kuliah dikampus yang sama dengan Gabby dan tentu saja hal itu membuat ku merasa sangat bahagia karna aku berpikir bahwa dengan begini aku akan memiliki kesempatan yang lebih besar untuk bisa dekat dengannya setiap hari atau bahkan setiap saat.Oh god, memikirkannya saja sudah membuat jantungku berdegup sangat keras.Gabby, kamu benar-benar membuatku hilang akal.Ini adalah bulan ketiga aku berkuliah dikampus ini, rasanya aku masih tidak percaya dengan semua yang terjadi saat ini.Sebenarnya apa yang dikatakan David memang tidak sepenuhnya salah mengenai aku yang bisa saja kuliah dimanapun yang aku mau karna mengingat nilai akademik ku dari dulu yang tidak begitu mengecewakan, karna setidaknya aku selalu masuk sebagai peringkat ke-dua dikelasku, yang artinya aku tidak bego-bego amat. Note, bukan bermaksut sombong ya. Tapi tetap saja aku tidak pernah bisa men
Aku berjalan keluar meninggalkan Grace yang kini tengah berdiri mematung ditengah kecanggungannya bersama Harry didalam sana. Namun setelah menutup pintu ruangan itu, aku merasa tidak tega jika melihat dia hanya akan menjadi bahan bulian Harry disana nantinya. Aku memutuskan untuk mengajaknya makan siang dikantin bersamaku walau pun sebenarnya aku tidak lapar sama sekali,namun aku tidak boleh telat makan karna aku yang memiliki riwayat magh kronis sejak duduk dibangku SMP yang artinya,itu menuntutku untuk selalu makan tepat waktu dan tidak boleh telat kalau tidak ingin itu datang lagi.Ku buka pintu itu kembali dan kulihat Ia kini benar-benar kikuk bersama Harry yang terlihat mengintimidasinya didalam sana.“Lepaskan dia idot, berhenti menggoda nya atau aku akan memenggal kepalamu nanti”. Ia terlihat membulatkan mata saat mendengarku berbicara kepada Harry“Grace, you wanna join with me,,? I'm hungry, don’t you?? “. Aku be
Malam sudah semakin larut, jalanan juga sudah mulai terlihat sepi. Hanya kendaraan lalu lalang yang kami temui. Suasana terasa begitu hening. Selama perjalanan, aku hanya duduk diam disamping kemudi tanpa bersuara sedikit pun. Ku coba meraih ponselku lalu ku tekan tombol on-off disamping kanan layar. Terlihat jelas waktu sudah menunjuk kan pukul 22:41. Ku letakkan kembali ponsel kedalam tas. Tiba-tiba terdengar suara notifikasi masuk secara bergantian. Ku raih kembali ponsel itu dari dalam tas dengan rasa malas. "Mama.. " Gumamku dalam hati seraya membuka kotak chat miliknya. "Kapan pulang,,?? Udah larut ini??". Mama " Iya Maa,, ini juga lagi dijalan,, mau balik". Jawabku memastikan agar mama tidak khawatir. Hari ini David datang menjemputku tampa memberikan kabar terlebih dahulu. Jujur, sebenarnya aku sedikit jengkel karna hal itu mengganggu waktu ku dengan Gabby. Setelah keluar dari area kampus Dav
Dua bulan berlalu, hubungan Grace dengan Gabby terlihat semakin akrab. Mereka semakin sering terlihat bersama disetiap kesempatan, selain Grace yang masih menyandang status sebagai asisten pribadi Gabby namun juga kini mereka sudah layaknya sepasang kekasih karna tanpa mereka sadari, mereka sering kali menunjukkan keposesifan antar satu sama lain.Perhatian-perhatian kecil yang selalu mereka berikan antar satu sama lain seakan-akan sudah menjadi hal biasa di lakukan setiap harinya, terkadang rasa cemburu yang tidak bisa mereka kendalikan di saat salah satu dari mereka ada yang mencoba mendekati meskipun sampai saat ini belum ada yang berani mengungkapkan perasaan masing-masing.David akhir-akhir ini terlihat semakin setia berada didekat Grace padahal jika dipikir-pikir jarak kampusnya berada sangat jauh dari kampus milik Grace dan Gabby karna ia memilih berkuliah di luar kota. Namun entah apa yang membuat David terlihat semakin
Grace POV "Jadi,,, sekarang apa?? " Aku membuka pembicaraan, jujur saja aku merasa membutuh kejelasan atas hubungan kami saat ini. Kami terdiam cukup lama dalam posisi saling menatap satu sama lain. Bukannya menjawab pertanyaan yang ku berikan, justru ia kini kembali mencium bibir ku. Bukan mencium lagi, karna sekarang itu sudah berubah menjadi lumatan dan aku menikmatinya. Kami melakukannya cukup lama tanpa mau melepaskan pagutan satu sama lain. Nafas kami terdengar memburu karna nafsu yang sudah menyelimuti otak masing-masing, bahkan kini ia sudah berpindah posisi menjadi menindih tubuhku dengan aku berada dalam kungkungannya. Sekitar 10 menit dalam posisi itu,ia mulai melepaskan pagutan karna merasa udara sudah semakin menipis. Terengah-engah namun masih tidak ingin melepas pandangan antar satu sama lain. Ia kembali mencium keningku dengan sangat lembut namun kali ini sudah tidak ada nafsu lagi yang