"Ish, jaman sekarang, ada aja perempuan mau jadi selingkuhan, habis itu kepergok dan digunting rambutnya sama si istri tua, amit-amit deh," Lydia mendengus dalam hati sambil terus berselancar di dunia maya.
Ada yang bos-nya begitu galak sampai setiap dia melakukan kesalahan, dilempar kursi. Astaga, kalau sampai Lydia mengalami itu, dia akan tuntut sampai orang itu meringkuk di penjara. Ternyata banyak bos yang lebih parah dari Jacob yang hanya mendiamkan, atau sekarang menyuruhnya mengurus laundry.
"Dimana laundry-mu?" Lydia bertanya dengan sebal, karena mengurus laundry masih lebih baik daripada duduk diam memandang anak kucing lagi. Pria yang ditanya malah terkejut, bola mata hitamnya memandang Lydia dengan heran.
Dari Jumat malam itu, Lydia sudah heboh dengan skincare-nya, semua botol-botol bawaan dari Korea, dia pakai semua. Dia harus tampil cantik saat menolak habis-habisan Jacob. Dia mematut wajahnya yang kelewat glowing sampai kalau ada lalat hendak hinggap pun akan terpeleset.Tanpa Lydia sadari hari sabtu sudah datang, dia gugup sekali sampai sesak rasa hatinya. Dia tidak dapat mengontrol diri dan terus berkeliaran sekeliling rumahnya, merapikan apa yang tak perlu dirapikan.Ini tak bisa terjadi, Lydia nanti pasti tidak bisa menguasai dirinya, dia terlalu bersemangat untuk bertemu Jacob, bagaimana jika nanti dia melempar dirinya kepada Jacob seperti kemarin? Itu tak boleh terjadi, dia tidak boleh menyukai pria itu, dia itu musuh!Akhirnya, muncul siasat baru, agar hatinya tetap aman, dia akan berpura-pura sakit. Walau kesal, Lydia semakin tak mengerti, dia tak pernah merasakan gugup seperti ini terhadap pacar-pacarnya yang
"Cari yang romantis," gumam Lydia sambil mengambil handphone Jacob, biasanya Jacob tidak pernah mengizinkan ada orang lain memegang handphonenya, namun saat Lydia mengambil untuk memilih film dia hanya bisa diam dan menunggu wanita itu asyik memilih film."Yang ini lucu loh." Wanita itu menunjuk sebuah film Korea. Jacob mengangguk, akan menyetujui film apapun yang Lydia pilih. Mereka mulai menonton, dengan canggung, namun tetap saling berangkulan. "Bagus, Jacob jika seperti ini dia pasti akan jatuh cinta kepadamu," pikir Jacob senang.Namun, makanan yang dipesan sampai, ketika film masih berjalan separuh, dengan enggan mereka melepaskan rangkulan mereka, dan mulai makan. Siapa sangka berdua nonton film sambil makan pasta bisa begitu
Lydia berlari keluar secepat dia bisa lalu segera menuju mobilnya. Air matanya sudah mulai mengalir, tidak ada yang boleh melihat kalau dia menangis, tidak ada yang boleh melihat kalau dia lemah. Karena kata-kata makian dari Jacob terus bergaung di telinganya. Bisa-bisanya dia mengancam seperti tadi. "Dasar brengs*k!" makinya.Dia masuk ke dalam mobil dan menangis sejadi-jadinya. Riasan wajahnya pasti luntur, tapi dia tak peduli. Perasaannya terlalu banyak dipendam dan alhasil bendungannya pecah, dan tak dapat ditahan lagi.Dia benci pria itu. Pria yang memutar balik perasaannya semudah membalik telapak tangan. Dia juga benci dirinya yang tak bisa mengontrol dirinya, seharusnya dia menghampiri Jacob dan menampar wajahnya saat dia menuduh Lydia, bukan malah menangis seperti ini.Sekuat tenaga dia menahan tangisnya, tapi air matanya terus mengalir, dan dadanya terasa sesak sekali. Dia segera menyalakan mobil dan menyetir, dia butuh te
"Pastinya mereka puas dengan pekerjaanmu, kamu selalu sempurna kalau mengerjakan proyek." Jacob memuji Ava berlebihan untuk membuat kesal Lydia, tapi terlebih agar mereka bertengkar. Sebab menurutnya, mereka lebih baik bertengkar. Bersama Lydia, perasaan Jacob selalu tak menentu dan hilang arah, Jacob tak suka itu. Semua tindakan yang Jacob ambil, harus ada tujuannya.Ava tersipu lalu memulai peruntungannya untuk bermanja-manja kepada Jacob, ia meraih kerah baju Jacob dan merapikannya, sambil tersenyum manis. Pertama Jacob menjadi tegang, rasanya aneh, dia merasa sedang melakukan kesalahan, tapi dia berusaha tersenyum, dia masih membutuhkan Ava untuk banyak proyek yang lain."Nah, gini donk yang rapih, heran kamu dari dulu pasang da
Lydia kesal melihat kelakuan pria itu lagi. Lagi-lagi dia melarikan diri, harga dirinya terinjak-injak, "Mengapa juga dia meraih tangannya tadi, dasar Lydia bodoh!" umpatnya dalam hati.Sesampainya di rumah Lydia, wanita itu dengan kesal langsung masuk ke dalam kamarnya. Jacob mengikuti dengan diam. Dia merasa bersalah melepaskan genggaman tangan Lydia tadi, namun begitu jari mereka bertaut, hatinya kembali bergetar, dan dia tak mau itu. Hatinya tak boleh tersentuh dengan hal-hal seperti itu. Jacob tidak boleh bermain api, nanti salah-salah tujuan akhirnya gagal semua.Lydia membanting pintu depannya. Sehingga Jacob harus memasukkan kodenya lagi. Dia mendengus dan menekan tombol angka kunci dengan cepat. Saat dia melangkah masuk, terlihat sekilas rambut panjang Lydia memasuki kamarnya.Jacob akhirnya memiliki waktu melihat rumah Lydia dengan seksama, rumahnya rapi dan sangat estetik. Berkebalikan dengan gaya kanak-kanakan
Lydia menatap Jacob yang terus tenggelam dalam lamunan. Pria itu menyetir dengan cepat, sehingga tiba-tiba mereka sudah sampai di rumah Lydia. Dengan sedih Lydia melepaskan sabuk pengamannya. Dia belum mau pulang, namun tidak mau mengundang Jacob duluan untuk ke rumahnya. Harga dirinya masih belum serendah itu.“Oke, aku pulang dulu,” serunya menatap Jacob, memohon dalam hati pria itu menahannya dengan alasan apapun. Tapi Jacob tetap diam seribu bahasa. Dia menghela napas lalu membuka pintunya.Jacob ingin menariknya, mencumbunya, melakukan segala hal di luar kendali. Dia tidak akan melihat wajah, mata atau bibirnya. Dia tak boleh tergoda, bagaimana dia bisa tampak luar biasa cantik sekali malam ini. Jacob harus menggigit lidahnya untuk menahan diri.
Lydia terbangun dengan wajah penuh make-up luntur. Baru pertama kali dalam hidupnya Lydia tidak membersihkan wajahnya sebelum tidur. “Oh, Tuhan bagaimana jika wajahnya jerawatan!” jeritnya dalam hati dengan panik."Semua ini karena Jacob, awas dia kalau wajahku sampai ada jerawat!” umpatnya kesal sambil menatap wajahnya yang berantakan di cermin kamar mandi. Matanya yang bulat besar kemerahan dan bengkak karena tangisnya yang tiada henti semalaman. Dia mendesah melihat lingkaran hitam di bawah matanya. Dengan jerit histeris dia mencuci wajahnya berulang kali.Namun karena kesal Lydia malah kembali menangis. Awalnya karena wajahnya yang berantakan, lalu karena matanya yang bengkak, dan akhirnya dia mendesah dan menangisi Jacob lagi.
"Aku sudah taruh barang-barangku yang ini." Lydia menunjuk kamar di ujung lorong, Jacob mengangguk lalu segera mengambil kamar yang di ujung paling jauh dari Lydia. Pembawa koper segera membawa koper dan barang-barang Jacob ke kamar yang ditunjuk. Dengan canggung, mereka berdiri berdua saling tak mau tatap muka, lalu Jacob duluan yang menuju kamarnya tanpa berkata apa-apa.Seketika rasanya Lydia lumer ketika pintu kamar Jacob tertutup. Jantungnya tak bisa berhenti berdebar, "Aish, papa keterlaluan, masa anak gadisnya di suruh sekamar …. Yah tak sekamar juga sih, tapi setidaknya berdekatan terus dengan seorang pria dewasa yang tampan…, ganteng, wanginya enak,... pintar berciuman, aish Lydia, fokus!" Lydia mencoba menghilangkan bayangan Jacob yang mencumbunya sambil memeluknya erat waktu itu, dia menghentakkan kaki lalu