Share

Bagian 2 : Escape From Curiosity

Rachel berjalan meninggalkan kamarnya untuk menenangkan diri atau lebih tepatnya melarikan diri. Dia tidak ingin membicarakan hal apapun terkait dengan masa lalunya. Karena baginya semua sudah berakhir dan semua hal yang berhubungan dengan masa lalunya harus dia lupakan. Rachel terus berjalan dengan lunglai tanpa arah. Dia melangkah menuju halaman belakang panti asuhan melompati pagar kecil dam masuk ke dalam hutan.

Malam itu hutan terasa sangat sunyi tanpa suara binatang malam sama sekali. Rachel melangkahkan kakinya dengan pelan menuju tengah hutan sambil berusaha memeluk tubuhnya. Dalam hatinya dia sedang merutuki dirinya sendiri karena lupa membawa jubah miliknya dan berakhir kedinginan. Rachel terus berjalan hingga dia tiba di tempat tujuannya, sebuah sungai kecil ditengah hutan yang sering dia kunjungi. Sungai ini memiliki air yang sangat jernih sehingga siapapun bisa melihat dasarnya yang dipenuhi batuan dan ikan-ikan mungil. Namun meskipun hanya sebuah sungai kecil, arus sungai ini cukup deras dan sangat berbahaya jika terjatuh ke dalamnya.

Rachel menundukkan tubuhnya lalu duduk di tepi sungai. Dia membasuh wajahnya dengan air sungai itu. Seketika rasa dingin merambat dari wajah hingga leher Rachel. Rachel harus mendinginkan otaknya dan menyadarkan pikirannya dari semua mimpi buruk yang akhir-akhir ini kembali menghantuinya.

“Tidakkah kau berpikir bahwa dunia ini mempermainkanku? Dia menghapus seluruh ingatan juga kenanganku dan hanya menyisakan mimpi buruk ini yang harus aku lihat setiap malam? Menurutmu, apakah keuntungan yang dia dapatkan dari semua itu? Mengelabui anak kecil yang tak tahu apa-apa.” Gumamnya.

Rachel kembali menghela nafasnya dan beralih menuju sebuah batu besar tak jauh dari sungai. Merebahkan tubuhnya dan memandang langit luas di atas kepalanya.

“Lihat! bahkan alam tidak mengizinkanku melihat satu bintang pun malam ini.” Keluhnya lagi saat melihat langit malam nan gelap tanpa bintang.

Satu yang Rachel sesali dari masa lalunya adalah fakta bahwa dia tidak mengingat apapun selain namanya. Siapa orang tuanya, keluarganya, atau bahkan sekedar temannya dia tidak mengingat satupun di antara mereka. Tidak ada apapun yang tersisa di kepala Rachel selain mimpi kelam yang datang hampir di setiap malamnya.

Di tengah kesendirian tiba-tiba Rachel melihat sekelebat cahaya kemerahan dari hutan di seberangnya. Awalnya Rachel mengabaikan hal itu namun tak lama kemudian terdengar suara dentuman teredam darisana. Rachel dengan rasa penasarannya memberanikan diri menyeberangi sungai dan berlari mencari sumber suara tersebut. Tubuh kecil gadis itu menggigil pelan saat dirinya keluar dari air, namun dia tetap berjalan memasuki hutan.

Dengan nalurinya, Rachel berlari dan melompati akar pepohonan tua yang timbul di tanah hutan Delvish. Rachel terus berlari saat tiba tiba dia mendengar sebuah teriakan.

Akhh...

Rachel berhenti. Dia memandang sekeliling, hutan ini jauh lebih gelap dan sunyi dari hutan sebelumnya. Bahkan cahaya bulan tak bisa menembus lebatnya pepohonan itu. Satu yang Rachel lupa, bahwa dia belum pernah menjelajahi tempat yang kini ia datangi tersebut. Meski Rachel tidak merasa takut namun Rachel tidak mengenal tempat itu dan bahaya apa saja yang mungkin ada disana.

Rachel menarik nafas pelan lalu memejamkan matanya serta menajamkan indra pendengarannya, hal yang selalu Nerissa ajarkan padanya saat berada di hutan agar tak tersesat. Saat sedang memejamkan matanya Rachel perlahan bisa mendengarkan dengan jelas desau angin, suara binatang malam dikejauhan, gesekan dedaunan, dan… langkah kaki.

Rachel membuka matanya. Ia bersembunyi dibalik pohon besar di dekatnya. Tak jauh dari tempatnya tampak seorang pria berjalan dengan tombak di tangannya. Pria itu berjalan dengan mengendap-endap tampak mencari sesuatu. Dia berjalan dengan pelan di tengah gelapnya hutan. Tombak di tangannya tampak berkilat saat terkena cahaya yang berhasil menyusup diantara pekatnya dedaunan. Sekilas Rachel bisa melihat cairan kemerahan di ujung tombak itu. Darah? batin Rachel.

Rachel masih menyembunyikan dirinya dibalik pohon itu dengan diam dan mengawasi pria itu yang tampak semakin menjauh. Setelah yakin bahwa pria itu tidak akan menyadari keberadaannya Rachel keluar dari persembunyiannya. Melangkah dengan hati-hati mengikuti pria tadi. Namun sayangnya tingginya semak membuat Rachel dengan cepat kehilangan jejak pria itu.

Rachel masih menyusuri hutan ketika sebuah kilat cahaya terang menyapu seluruh hutan. Cahaya itu terang itu datang dengan sebuah angina kuat yang menghempaskan Rcahel dan memuat tubuh gadis itu terpental. Rachel mengernyit pelan saat merasakan nyeri di punggungnya yang menabrak pohon. Kepalanya sedikit berdenyut kerena benturan tadi.

Rachel segera bangkit dan pergi ke arah pria itu menghilang. Dia memilih berjalan di antara semak dan ilalang tinggi untuk menyembunyikan tubuhnya. Di kejauhan tampak sebuah dataran tanpa pohon. Rachel mengernyit heran. Sejak kapan Crator memiliki padang rumput? Rachel menajamkan matanya dan melihat beberapa pohon tumbang disana. Rachel menyipitkan matanya lagi dan menangkap pendar keunguan disana.

Rachel melihat sekeliling dataran itu namun tidak menemukan siapapun disana. Ia berjalan menuju pendar keunguan yang hampir redup. Menyingkirkan dedaunan dan ranting kering yang menghalangi jalannya. Cahaya bulan yang terhalang awan membuat suasana hutan terasa semakin kelam. Rachel mencari asal pendar cahaya itu dan menemukan sebuah busur panjang disana. Di kedua ujung busur itu terdapat sebuah batu dari sanalah pendar keunguan itu berasal.

Rachel menyingkirkan dedaunan yang menutupi busur itu hingga membuat pendar ungu itu menyala terang diterpa sinar bulan. Sangat indah. Rachel tak pernah melihat busur seindah itu. Dengan badan busur berwarna abu gelap dihias ukiran rumit nan indah. Ada garis ungu dan emas yang memanjang dikedua sisi busur itu. Dan hal paling indah adalah batu berwarna ungu yang terus berpendar terang bahkan setelah bulan kembali tertutup awan. Rachel bertanya-tanya batu apakah itu.

Saat Rachel tengah mengagumi keindahan busur di depannya tanpa ia sadari, sebuah pasukan pengintai telah berdiri di sekelilingnya. Mengamati gerak gerik Rachel tanpa suara. Salah seorang di antara pasukan itu mencoba membidik Rachel dengan anak panahnya sambil menunggu perintah pimpinannya. Sedangkan di sudut lain, sang pimpinan pasukan bergerak perlahan mendekati Rachel tanpa suara.

"Siapa disana?" teriak Rachel dengan waspada saat menyadari ada pergerakan di sekitarnya.

Pasukan pengintai itu tetap diam di tempat tanpa melakukan apapun. Sedangkan pimpinan mereka mulai berdiri dan berjalan mendekati Rachel. Seorang pria dengan pakaian serba hitam di tubuhnya. Wajahnya ditutup dengan sebuah kain hitam. Rachel yakin dia tidak akan mampu melihatnya jika bukan karena ada pita dahi berwarna perak yang ia kenakan di kepalanya.

"Siapa kau?" tanya Rachel.

"Seharusnya aku yang bertanya padamu, siapa kau?” ujar pria itu.

Rachel kembali mengamati pria itu. Ia bisa melihat dari siluet pria itu bahwa dia jauh lebih tinggi Rachel. Suara yang ia miliki juga terdengar sangat dewasa dan aura yang ia miliki, sangat berwibawa. Rachel yakin dia bukan orang biasa. Terlebih setelah hal aneh yang Rachel lihat tadi. Seketika Rachel teringat bahwa ia mengejar seorang pria. Rachel melihat sekeliling mencari pria itu. Rachel melupakan apa yang ia kejar saat mengagumi keindahan busur yang ia temukan. Rachel bermaksud meninggalkan tempat itu dan kembali mencari pria tadi.

Namun belum sempat Rachel berjalan jauh, ia telah dihadang oleh beberapa pria lain di hadapannya. Mereka mengacungkan pedang mereka ke arah Rachel dan berjalan mendekati Rachel membuat Rachel mau tak mau harus berjalan mundur menghindari mereka. Tapi disisi lain ada pria dengan ikat kepala perak yang menghadangnya disisi lain.

"Apa kau mau melarikan diri setelah apa yang kau lakukan?" tanya pria itu.

"Memangnya apa yang aku lakukan?" jawab Rachel.

Pria itu tampak berpikir sejenak sebelum menjawab Rachel. Ia tampak mengamati penampilan Rachel dan menilainya. "Berikan busur itu dan aku akan melepaskanmu." Rachel memandang dengan tatapan tak percaya.

"Atas dasar apa aku harus menyerahkan busur ini" elak Rachel.

"Karena aku memintanya."

Rachel belum pernah bertemu dengan orang seangkuh ini. Hanya karena dia yang meminta maka Rachel harus menurutinya. Jangan harap, batin Rachel. Rachel mengabaikan pria itu dan memutuskan melangkah pergi ke arah lain. Dia bahkan tidak peduli lagi dengan sekumpulan pria lain yang mengarahkan pedang mereka padanya.

"Busur ini berada di tanganku, jadi, dia adalah milikku." Ucap Rachel sama angkuhnya.

Pria itu tampak menggelengkan kepalanya dengan kesal. Namun baru beberapa langkah Rachel berjalan tiba-tiba anak panah mulai menghujani mereka. Dengan sigap para pasukan itu membuat formasi perlindungan untuk menghadang serangan. Namun karena gerakan yang kurang cepat beberapa dari mereka terluka dan tumbang.

Rachel tak mampu menyembunyikan rasa terkejutnya. Namun gadis itu dengan gesit bergerak menghindar dan menangkis setiap anak panah yang mengarah padanya dengan busur yang ada di tangannya. Sedangkan beberapa pria yang tadinya menghadangnya kini telah tumbang dan tergeletak tak sadarkan diri di hadapannya hanya menyisakan dirinya dan pria dengan ikat kepala perak yang berdiri melindunginya.

"Diam dan tetaplah merunduk, jangan bergerak ataupun bersuara." Bisik pria itu pelan. Dia tampak mengawasi sekeliling mencari sumber anak panah yang menyerang anak buahnya.

Mereka berdua diam tak bergerak ataupun bersuara. Hanya desau angin dan suara gesekan dedaunan yang terdengar tanpa ada tanda-tanda keberadaan orang lain disekelilingnya. Rachel yang masih terkejut perlahan kembali menguasai dirinya. Rachel mengamati pria di depannya, dan melihat simbol busur perak dan bunga Dandelion di lengan pakaian pria itu. Vinetree? batin Rachel.

Rachel menatap pria itu yang masih mengawasi sekeliling. Ia memberanikan diri bertanya, "Kau berasal dari Vinetree?"

Pria itu tampak terdiam sejenak sebelum memalingkan wajahnya memandang Rachel. Jarak wajah mereka yang cukup dekat membuat Rachel dapat melihat mata pria itu dengan jelas. Mata dengan warna Abu-abu terang dan bulu mata yang panjang. Mata pria itu masih menatap Rachel namun tidak menjawab pertanyaan Rachel. Tapi Rachel tahu arti tatapan mata itu dan jawaban yang ia ingin dengar.

Ditengah keheningan itu tiba-tiba dari arah lain sebuah panah melesat ke arah Rachel. Dengan sigap pria itu menangkis anak panah itu dengan pedangnya membuat kilatan putih dan denting pelan saat ujung panah bertemu dengan pedang miliknya.

"Diamlah dan jangan banyak bertanya."gumam pria itu, dan kembali waspada dengan sekitarnya.

"Tempat ini terlalu terbuka, dan hutan disana terlalu lebat, kita tidak bisa melihat lawan, tapi lawan dengan leluasa menyerang kita jika kita berdiam disini." Gumam Rachel dan sesuai perkiraan anak panah kembali menyerang mereka berdua.

"Kalau begitu lari." Ujar pria itu sambil menarik tangan Rachel dan berlari meninggalkan tempat itu. Rachel dengan cepat mengikuti langkah besar pria itu. Samar samar Rachel bisa mendengar derap langkah kaki yang mengejar mereka. Sepertinya lebih dari 5 orang. Pria itu membawa Rachel terus berlari. Hutan Crator adalah hutan kuno dengan areal yang luas dan terjal. Banyak rumput dan semak berduri bertebaran, dahan dan akar pohon yang menjulang lebih dari satu meter membuat Rachel dengan cepat kehabisan tenaga.

"Hei!! Aku tidak sekuat itu untuk terus berlari sepanjang malam," teriak Rachel geram dengan nafas yang mulai terengah-engah. Tiba tiba pria itu berhenti dan dalam sekejap muncul beberapa pria bertopeng mengepung mereka. Dilihat dari situasinya saja Rachel tahu bahwa mereka akan kalah.

"Sepertinya kau lupa bahwa aku seorang perempuan?" Tambah Rachel karena pria itu hanya diam tanpa mau menanggapinya.

"Oh, aku bahkan tidak tahu bahwa kau adalah perempuan." Jawab pria itu sarkas. Rachel memutar matanya jengah.

"Sekarang kau tahu. Jadi, aku percayakan nyawaku padamu, bagaimana Tuan?" cibir Rachel yang hanya dibalas dengusan oleh pria itu.

"Berikan Jade Amora pada kami dan kami akan mengampuni nyawa kalian." Ucap salah satu dari mereka.

Pria didepan Rachel tak membalas ucapan mereka namun dia bisa melihat bahwa pria itu mengeratkan genggaman pedangnya. Rachel menyadari bahwa situasi saat itu tidak mendukung dan memilih mundur perlahan. Benar saja, setelahnya pertarungan terjadi di depan mata Rachel. Pria tadi melawan sepuluh pria lain. Bunyi denting pedang yang beradu membuat Rachel sedikit ketakutan. Namun saat tak ada yang memperhatikannya Rachel mengendap-endap meninggalkan tempat itu.

Rachel terus berlari tanpa henti bahkan untuk sekedar menoleh kebelakang. Dia terus menyusuri hutan dan mengingat jalur yang tadi dia lalui hingga dia tiba di sungai. Tanpa menunggu lama dia menyeberang lalu berlari kembali ke panti asuhan. Dia harus melarikan diri dari tempat itu. sebelum pertarungan mereka berakhir dan mereka mengejar Rachel.

Rachel tak tahu berapa lama ia berlari karena akhirnya ia bisa melihat halaman belakang panti asuhan dan Nerissa yang berdiri mondar-mandir disana. gadis itu terlihat menghela nafas saat melihat Rachel berlari ke arahnya. Dia segera menyerahkan selimut yang sedari tadi dia gunakan saat melihat tubuh Rachel basah kuyup dan menggigil kedinginan.

“Jangan bertanya sekarang, Nerissa.” ucap Rachel cepat saat melihat temannya itu akan membuka mulutnya. Nerissa hanya mengangguk lalu membawa Rachel ke dalam. Setidaknya Rachel telah kembali, batinnya.

Tepat setelah pintu itu tertutup, sosok pria itu muncul dari kegelapan. Sekali lagi, hanya ikat kepalanya saja yang terlihat. Pria itu mengamati sekilas bangunan di depannya, sebuah rumah sederhana dan sedikit tua. Apakah gadis itu tinggal disana? batinnya. Pria itu hanya diam lalu dengan sebuah siulan pelan dia meninggalkan tempat itu. Rachel yang mendengar sebuah siulan membuka kelambu kamarnya. Dia melihat sesuatu bergerak di kegelapan hutan. Semoga saja mereka tak menemukannya, harap Rachel di dalam hatinya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status