Pagi masih dingin seperti sebelumnya, tapi Rachel telah bergegas bangun dan berangkat ke tempat kerjanya. Dengan sebuah mantel tipis dan syal rajut sederhana serta memakai sarung tangan. Berlari menerjang salju tipis yang turun pagi itu. Salju pertama di musim dingin turun semalam. Tak ada satupun kereta kuda atau penduduk yang lalu lalang karena memang hari ini cuaca akan cukup buruk, namun Rachel tetap harus bekerja atau ia dan saudara-saudaranya tidak akan memiliki uang untuk membeli makan malam.
Sepatu boot Rachel berdecit saat menginjak jalanan yang licin. Ia harus mengerahkan tenaga ekstra dan konsentrasi agar tidak jatuh tergelincir di jalanan yang sepi. Tinggal dua blok lagi dan Rachel akan tiba di tempat kerjanya. Rachel mengeratkan tangannya untuk menjaga suhu tubuhnya karena mantel yang ia kenakan tak cukup membantu. Matahari mulai terlihat namun tak cukup hangat untuk membantu Rachel.
Sebuah toko kecil di sudut jalan, dengan warna cokelat terang yang mulai memudar. Didepannya terdapat dua buah bangku taman dengan cat yang mengelupas. Setidaknya bangku itu bisa digunakan daripada bangku taman kota ini yang bahkan tak cukup kuat untuk digunakan bersandar. Rachel membuka pintu dan udara hangat menyambutnya. Aroma roti yang baru keluar dari pemanggang membuat perut Rachel yang kosong mulai bernyanyi pelan. Rachel melepas mantelnya dan segera berlari ke dapur. Seorang wanita paruh baya tampak berkutat dengan pemanggang dan beberapa adonan roti disana. Rachel berjalan pelan berharap kedatangannya tak disadari wanita itu.
"Kau terlambat Rachel." Ucap wanita itu tanpa memandang Rachel yang sontak berhenti. Rachel memandang wanita itu dengan senyum tak bersalahnya.
"Maaf Mrs. Hopkins, aku sudah berusaha bangun lebih awal dari sebelumnya. Tapi kau tahu selimut dan ranjangku tak mau melepaskanku pagi ini. Mereka memaksaku hingga aku tidak bisa menolak dan-.."
"Dan kau bangun kesiangan." Potong Mrs. Hopkins. "Aku benar bukan? Aku bahkan telah selesai memanggang empat kotak kue madu dan beberapa pai."
Rachel diam melihat Mrs. Hopkins yang meletakkan adonan kuenya. Dia melepaskan apronnya dan berjalan mendekati Rachel. Ia tahu bahwa kali ini dia salah. Tapi jangan hanya menyalahkan Rachel, salahkan juga udara musim dingin ini yang tidak tahu batas, atau salahkan juga ranjang dan selimutnya yang terlalu nyaman.
"Rachel, aku tidak pernah meragukan kemampuan dalam bekerja dan betapa cekatannya engkau dibanding pegawaiku yang lain, tapi kau harus benar-benar mengubah kebiasaan buruk yang satu ini. Kau harus belajar disiplin." Ucap Mrs. Hopkins.
"Maaf, Mrs. Hopkins." Ucap Rachel dengan menundukkan kepala. Mungkin kali ini Mrs. Hopkins benar-benar marah dengan Rachel karena ini pertama kalinya ia ditegur.
"Bersiaplah, kau harus mengantar kue ke rumah Sir Blake." Ucap Mrs. Hopkins meninggalkan Rachel sendiri. "Ah, jangan lupa ganti bajumu, aku menemukan baju lama dirumah dan aku letakkan di lemarimu." Lanjut Mrs. Hopkins. Rachel tak kuasa menahan senyumnya dan berlari memeluk Mrs. Hopkins.
"Apa yang kau lakukan?" teriak Mrs. Hopkins terkejut dengan pelukan Rachel.
"Terima kasih." Bisik Rachel senang. Mrs. Hopkins tersenyum sambil mengusap lengan Rachel pelan.
"Aku berjanji akan belajar lebih disiplin lagi." Ucap Rachel sembari melepas pelukannya dan berlari untuk mengganti bajunya. Mrs. Hopkins memandang Rachel dengan menggelengkan kepalanya.
***
Hari telah menjelang siang saat Rachel selesai mengantarkan kue terakhirnya. Ia berjalan kembali ke toko roti Mrs. Hopkins dengan santai. Salju juga telah berhenti turun sejak beberapa saat lalu. Lalu lalang kota Delvish mulai ramai dengan banyaknya penduduk yang berjalan-jalan menikmati beberapa cahaya matahari yang muncul dipertengahan musim dingin. Rachel meletakkan keranjang kosongnya di ruang penyimpanan lalu menyapa Brenda dan Odius di dalam. Mereka adalah dua karyawan Mrs. Hopkins lainnya. Mereka sangat baik dan ramah dengan Rachel meski mereka lebih tua dari Rachel. Usia Rachel saat ini masih 21 tahun, sedangkan Brenda dan Odius 3 tahun lebih tua darinya.
"Aku dengar kau terlambat lagi pagi ini." Ucap Odius saat melihat Rachel.
Rachel menatap Odius sambil menampakkan deretan gigi putihnya dengan ekspresi tak bersalah. Keduanya hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat kelakuan Rachel.
"Makan siangmu ada di belakang, dan ada beberapa pakaian hangat dari bibiku, aku rasa cukup untuk adikmu." Ucap Brenda saat Rachel masuk.
"Terima kasih." Rachel memeluk pelan Brenda lalu berjalan ke dalam untuk melihat beberapa pakaian yang telah disiapkan oleh Mrs. Hopkins. Ada beberapa atasan dan rok panjang. Sepertinya Nerissa akan senang melihat ini. Ada beberapa baju yang jahitannya terlepas, tapi sepertinya tidak masalah, mungkin Merida bisa sambil mengajari adik-adiknya menjahit dengan baju-baju ini.
"Rae... aku dengar kau pergi ke rumah Sir Blake, apa kau bertemu dengannya?"
"Tentu saja tidak."
"Ahh, sayang sekali. Aku dengar Sir Blake dan keluarganya adalah keluarga dengan tampang yang rupawan aku jadi ingin tahu seperti apa mereka."
"Ada banyak orang dengan wajah rupawan di Crator, Brenda."
"Tapi mereka berbeda. Mereka tidak berasal dari Crator. Kau pernah dengan Davian, pulau kecil di teluk Feilas. Aku dengar mereka berasal dari sana. Mereka bilang, orang-orang dari Davian adalah orang istimewa dengan wajah rupawan dan kemampuan istimewa."
Rachel hanya menghela nafasnya mendengar ocehan Brenda. Semua yang gadis itu ucapkan terdengar asing di telinga Rachel. Bahkan Odius yang biasanya ikut berbicara juga terlihat diam sambil menghitung uang penghasilan mereka hari ini.
"Kabarnya dulu pada Jade berasal dari sana."
"Jade?" Gerakan Rachel terhenti saat dia mendengar kata itu. Naluri dalam dirinya mengatakan bahwa dia taka sing dengan hal itu.
"Benar, Jade. Para pelindung Crator."
Rachel mencoba mengingat-ingat dimana dia pernah mendengar kata itu. Dia memutar otaknya dan menggali dalam ingatanya. Saking kerasnya dia berpikir tiba-tiba rasa sakit menyerang kepalanya dan membuat Rachel terhuyung. Brenda melihat Rachel hampir jatuh segera menangkap gadis itu.
"Kau baik-baik saja?" Rachel mengangguk pada Brenda. Tapi rasa pening masih sedikit terasa di kepalanya.
"Kau bilang, Jade, pelindung Crator?" Brenda mengangguk pada Rachel. "Dulu? lalu sekarang?"
"Mereka hilang. Astaga Rae, jangan bilang kau tidak tahu?" Rachel hanya bisa menggeleng pelan pada Brenda sambil memegangi kepalanya yang terasa sedikit pusing.
"Sepertinya kau benar-benar terisolasi di tempat tinggalmu," dan begitulah percakapan itu berakhir dengan Brenda yang pergi meninggalkan Rachel dan Odius.
"Apa kau tahu tentang mereka? maksudku tentang Jade?" Tanya Rachel pada Odius dan pria itu mengangguk.
"Siapa mereka?" tanya Rachel pada Odius. Tiba-tiba rasa penasaran menyeruak dari benak gadis itu.
“Kau benar-benar tidak tahu tentang mereka?”
Rachel kembali menggeleng. Odius berpikir sejenak sebelum menjawab pertanyaan Rachel. Pemuda itu menutup tempat penyimpanan uang didepannya dan memposisikan dirinya agar duduk menghadap Rachel. Sedangkan Rachel bergegas duduk di tempat Brenda tadi.
“Ratusan tahun yang lalu kerajaan Crator hanyalah sebuah kerajaan kecil di Benua Sevara. Di antara Sembilan kerajaan Crator adalah yang paling lemah. Namun semua berubah saat ada sebuah klan yang tinggal diteluk Feilas muncul. Tidak ada yang tahu dengan jelas bagaimana awalnya, tapi orang-orang disana memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki orang lain di kerajaan Crator dan bahkan seluruh benua Sevara. Mereka menyebut diri mereka sendiri sebagai Jade.”
“Orang bilang, para Jade adalah manusia ajaib, tapi ada yang bilang mereka penyihir, namun ada juga yang mengatakan bahwa mereka adalah monster. Tapi apapun itu, sejak keberadaan Jade terungkap mereka selalu melindungi Crator. Bukan hanya wilayah mereka, tapi seluruh Crator berada di bawah perlindungan mereka. Sejak itulah Crator mulai memiliki kekuatan untuk bersanding dengan kerajaan lainnya.”
“Tapi beberapa tahun lalu, sebuah perang besar terjadi diteluk Feilas. Seluruh pulau disana hancur dan sirna tanpa sisa. Tidak ada yang tahu pasti penyebab perang itu, namun prajurit kerajaan Crator juga bertempur melawan mereka. Setelah perang usai tidak pernah ada Jade yang muncul. Desas-desus mengatakan bahwa Klan Jade telah musnah. Tapi sesungguhnya tidak ada yang benar-benar tahu tentang mereka. Setelah Jade hilang berbagai klan lain yang ada di Crator berlomba-lomba meningkatkan kekuatan mereka seperti Vinetree, Redrock, Jetstorm, Magnola, Bracken, Windfall dan masih banyak lagi. Tapi tidak pernah ada yang sekuat Jade.”
Rachel mengangguk mendengar kisah yang disampaikan oleh Odius. Tapi sejujurnya dalam benak Rachel kini merasa bahwa Odius tengah menceritakan sebuah dongeng pengantar tidur untuknya. Sulit untuk dipercaya. “Lalu, apa hubungan mereka dengan Sir Blake yang kalian bicarakan?” tanya Rachel akhirnya.
“Oh, orang bilang keluarga Sir Blake mungkin memiliki hubungan dengan Jade,” Jawab Odius. Rcahel melihat sedikit keengganan di mata pemuda itu. “Tapi tidak ada yang bisa membuktikan kebenaran hal tersebut. Sebenarnya itu hanya kecurigaan tidak berdasar.”
Kini Rachel mempercayai instingnya. “Melihatmu sekarang, sepertinya aku mulai percaya bahwa semua itu hanyalah bualan semata,” gumam Rachel sambil memutar bola matanya.
***
Rachel kembali dengan tanda tanya di kepalanya tentang Jade. Otaknya terus berkata bahwa dia mengenal kata itu, namun setiap kali dia berusaha mengingat rasa sakit akan mendera kepalanya hingga membuat Rachel menyerah. Rachel memilih mengabaikan pikirannya itu dan bergegas kembali ke rumah.Jalanan masih cukup ramai meski salju tipis kembali turun. Dari ujung jalan, Rachel bisa melihat Sophie, Lily, dan Peter sedang bermain di teras mereka di temani Nerissa. Mereka berlarian mengejar satu sama lain. Rachel melihat tawa dan kebahagiaan yang terpancar di mata mereka hingga tanpa sadar membuat kedua sudut bibir Rachel ikut terangkat membentuk senyuman. Keluarga kecilnya yang telah menemaninya sejak sepuluh tahun lalu. Rachel mempercepat langkahnya agar segera tiba disana, namun belum sempat Rachel sampai ia mendengar sebuah ledakan keras di belakangnya.BOOM...Ledakan yang amat keras itu membuat semua orang terkejut dan ketakutan. Beberap
"NERISSA!" teriak gadis itu.Hanya ada tanah lapang dengan puing-puing bertebaran. Perlahan Rachel berjalan menuju reruntuhan itu. Mencoba memastikan bahwa itu bukan rumahnya. Berharap salah mengenali reruntuhan di depannya. Namun Rachel justru jatuh terduduk saat tak mendengar jawaban apapun melainkan melihat salah satu lukisan Nerissa yang diletakkan di beranda belakang jatuh di depannya. Reruntuhan itu adalah rumahnya.Air mata Rachel menetes perlahan saat tahu ia terlambat. Rachel mencari disisi puing reruntuhan yang lain berharap mereka semua selamat dan berlindung di ruang bawah tanah. Namun hal yang ditemukannya justru menghancurkan hatinya. Dia menemukan adik-adiknya tertimpa reruntuhan itu. Merida yang memeluk adik-adiknya dan Nerissa yang masih memegang tangan Lily dan Sophie."Oh lihat, ada yang terlewat." Sebuah suara terdengar tak jauh di belakang Rachel.Rachel berbalik dan memandang seorang wanita yang berdiri tak jauh dari tempatnya. Dia b
Sekali lagi semuanya kembali terulang. Peristiwa sepuluh tahun lalu kembali terjadi. Pembantaian sebuah wilayah, jika dulu hanya sebuah desa kecil kini seluruh kota dibantai habis. Namun apa yang terjadi sepuluh tahun yang lalu masih menyisakan tanda tanya karena tidak ada yang tahu siapakah pelakunya sedangkan kini, pembataian itu dilakukan salah satu klan terbesar di Crator, Klan Redrock. Dulu Rachel tak tahu apa yang terjadi dan hanya bisa menangis saat menemukan tubuh kakek dan neneknya tak bernyawa tapi kini dia melihat sendiri bagaimana Nerissa dibunuh di hadapannya. Ingatan saat wanita bernama Lucinda itu menghempaskan tubuh Nerissa dan membuat gadis itu terluka parah kembali muncul di kepala Rachel. “Kau baik-baik saja?” Seorang gadis menyapa Rachel yang terus diam menundukkan kepalanya. Rachel enggan berbicara pada siapapun jadi dia hanya menggeleng pada gadis itu lalu beranjak pergi. Tak satupun dari penduduk Delvish yang selamat, kecuali dirinya. H
Rachel melihat apa yang tersisa dari rumah lamanya. Puing-puing yang berserakan dan debu tebal di sekitarnya. Dengan cekatan Rachel membersihkan tempat itu. Gadis mengeluarkan belatinya dan mulai memotong rumput dihalaman itu. Membersihkan tanaman liar dan membuang dedaunan kering yang ada di dalam rumah. Rachel juga mencari beberapa kain bekas untuk selimutnya nanti malam. Saat Rachel keluar, pemuda itu telah duduk dihalaman rumah. Dia tersenyum lebar melihat Rachel sambil menenteng beberapa ikan.“Aku menangkap beberapa ikan.”Rachel menghela nafas dan membiarkan pemuda itu membuat api unggun dihalaman rumahnya. Dapur milik neneknya sudah hancur tak bersisa. Dia tak mungkin membersihkan semua puing-puing ini dalam sehari tapi hari sudah mulai gelap.“Kau bisa memanggilku Ethan, Ethan Bedwyn.” Sekarang Rachel tahu nama pemuda yang selalu menganggunya itu, “dan aku seorang anggota Redrock.”Gerakan tangan Rache
Ethan membawa Rachel pergi ke Redrock, tanah para Wizard. Setelah mereka berhasil kabur dari para Vinetree Rachel memilih mencoba percaya pada Ethan meski sebagian dari dirinya masih merasa ragu karena identitas Ethan. Ethan membawa Rachel menuju kediamannya secara diam-diam. Ethan mengatakan bahwa mereka tidak di ijinkan membawa orang luar masuk ke dalam wilayah mereka.“Mengapa kau pergi kesana?”Pertanyaan itu sudah ditahan oleh Rachel sejak pertama kali dia tiba di Redrock tapi dia ingin tahu alasan kenapa Ethan membantunya. Ethan tak langsung menjawab pertanyaan Rachel tapi menghindar dengan memberikan beberapa pakaian bersih pada Rachel.“Sebaiknya ganti pakaianmu dulu.”Rachel menerima pakaian itu lalu pergi untuk mengganti pakaiannya. Setelah selesai berganti pakaian Rachel keluar dan tak menemukan Ethan disana. Rachel mengelilingi rumah Ethan yang jauh lebih sederhana dari panti asuhannya dulu. Sebuah ruang tamu, ruang mak
Rachel membawa Ethan menuju tempat dia menyimpan Jade Amora setelah dia melihat sendiri tubuh Nerissa yang masih bernafas di istana Redrock. Gadis itu ada disana meski nafasnya sangat lemah. Tapi setidaknya ada harapan bahwa dia akan selamat. Rachel membawa Ethan dan beberapa anggota Redrock kembali ke hutan Fleure karena disanalah dia menyembunyikannya. Rachel mengatakan bahwa mereka harus melewati air terjun yang ada disana. Namun dengan sekali ayunan tangan aliran air terjun itu terbelah dan memperlihatkan sebuah gua kecil disana. Rachel bermaksud masuk ke dalam tapi Ethan menghentikannya. “Aku tidak tahu jebakan apa yang kau siapkan disana. Sebaiknya kau diam disini bersamaku.” Ethan menatap pengawalnya dan dua orang di belakangnya masuk ke dalam gua itu. Sesuai perkiraan Ethan tak berapa lama terdengar teriakan dari dalam gua disertai suara geraman keras di dalam sana. Rachel bergidik ngeri mendengar suara geraman itu tapi Ethan biasa saja. Setelah menun
Camp itu berbeda dengan perkemahan yang berada di pegunungan Mitah. Tempat itu jauh lebih luas dan dihuni banyak orang. Namun dari sekian banyak penghuni campe tersebut tak ada satupun yang mengenal Rachel atau menatap Rachel dengan tatapan aneh. Mereka semua fokus pada apa yang mereka kerjakan tanpa sibuk mengurusi orang lain. Selain itu, perkemahan itu sangat berbeda dengan Camp sebelumnya karena bukan didirikan dengan banyak tenda melainkan bangunan permanen yang layaknya istana luas. Mereka menyebut kastil itu dengan sebutan Kastil Irdawn.Elise telah menceritakan sedikit sejarah tentang Crator yang tak pernah Rachel pedulikan sama sekali selama ini. Terutama tentang Redrock dan Vinetree. Dua Klan terbesar di kerajaan ini yang saling bersaing selama bertahun-tahun. Vinetree adalah golongan orang yang terlahir dengan kemampuan istimewa dalam hal kekuatan fisik. Mereka memiliki kelebihan yaitu memiliki senjata mereka sendiri sejak lahir. Senjata itu akan
Pandangan Rachel semakin kabur dan telinganya berdengung keras. Tiba-tiba tubuhnya terasa seperti terjatuh ke dalam air dingin yang sangat dalam. Penglihatannya memudar dan dia kesulitan bernafas. Rachel berusaha meraih apapun di sekitarnya namun sayangnya tak ada apapun disana. Semakin Rachel berusaha bergerak maka semakin dalam dia akan terjatuh dan semakin gelap pula pandangannya.Rachel terbangun di sebuah padang rumput hijau yang dipenuhi bunga. Kupu-kupu beterbangan di tempat itu mengelilingi Rachel. Mereka berkumpul dan membentuk siluet seorang gadis yang menunduk seakan memberi salam pada Rachel. Rcahel mengangguk samar pada kumpulan kupu-kupu itu yang segera beterbangan menjauh. Rachel bangkit dari tempatnya dan mulai menjelajahi tempat itu. Dia berjalan mengelilingi padang rumput itu hingga dia tiba di sebuah tebing tinggi.Saat dia tiba di tebing tinggi itu tiba-tiba langit berubah gelap. Rachel tak tahu apa yang terjadi padanya namun tubuhnya bergerak denga