Pertarungan itu tidak berlangsung lama karena Nethras dengan mudah mengalahkan Rachel dan merebut snowdrop dari tangan gadis itu. Rachel hanya memasang wajah kesal karena pemuda itu enggan mengalah padanya.
“Tidak ada kata mengalah dalam sebuah pertarungan,” gumam Nethras seakan menjawab keluhan di dalam pikiran Rachel.
Seperti kau bisa mendengarkan pikiranku saja, batin Rachel.
“Aku memang bisa.”
Sebuah suara terdengar di kepala Rachel membuat gadis itu melebarkan matanya dan menatap sekitar mencari asal suara.
“Tidak perlu menatap sekeliling, aku ada di depanmu,” seru suara itu lagi.
Daratan luas itu tampak memukau dengan hamparan salju putih yang menutupi seluruh permukaannya. Sepanjang mata memandang hanya ada ribuan pohon tinggi yang di hias Kristal berkilau layaknya permata memanjakan mata. Dingin yang menusuk seakan teralihkan melihat keajaiban yang tak mampu ditolak oleh siapapun.“Selvence, permata rahasia di pegunungan utara,” gumam pria itu.Mata hitamnya menatap sepanjang gugusan pegunungan di depannya. Sebuah seringai terlihat dari bibir tipisnya ketika dia melirik pasukan yang berbaris rapi di belakangnya.“Siapkan mantra kalian! Malam ini, kita akan menyalakan api di pegunungan utara,” teriak pria itu yang segera dibalas dengan teriakan keras pasukan di belakangnya.Sorakan itu terdengar menggema di bukit-bukit pegunungan utara. Suara hentakan kaki kuda dan teriakan-teriakan mereka terdengar dari kejauhan layaknya gemuruh yang mendekat sebelum badai. Memecah kesunyian malam yang tenang sebelum terj
Kota itu terlihat kosong tanpa seorangpun berada di sana. Hanya rumah-rumah dengan perapian yang mengepulkan asap namun tak berpenghuni sama sekali. Lucian telah memerintahkan seluruh pasukannya memeriksa setiap pintu rumah yang ada, tapi gak ada siapapun di sana. “Sepertinya mereka telah melarikan diri, Tuan,” lapor salah satu bawahan Lucian. Lucian mengangguk menyetujui gagasan tersebut, tapi sekali lagi pria itu tersenyum. Dia memandang setiap rumah di depannya dengan wajah takjub. Sebuah kota kecil di pegunungan terpencil tapi terlihat sangat megah dan jauh lebih layak daripada rumah penduduknya di tanah Redrock. “Tidak masalah, jika penghuninya tidak ada, maka kita hanya tinggal mencari orang lain untuk menggantikan mereka. Lalu, kita hancurkan tempat ini,” seru Lucian sembari tertawa ringan tanpa beban.
“Ada apa? Apa yang terjadi?”Suara Ervin masih terdengar terengah-engah setelah Rachel berhasil bangun. Rachel yang masih sedikit bingung berusaha duduk di atas ranjangnya dan menatap kedua pemuda itu dan beberapa pelayan yang menemaninya.“Aku melihat sesuatu,” gumam Rachel mulai berbicara. “Awalnya hanya teriakan-teriakan samar, tapi lama-kelamaan mimpi itu semakin jelas. Kobaran api yang membesar. Asap yang membumbung. Tubuh-tubuh tergeletak tak bernyawa. Semua itu terlihat sangat nyata di dalam mimpiku,” lanjut Rachel dengan mata menerawang mengingat mimpinya barusan.Nerwin menatap Ervin dan mengangguk pad pemuda itu. Ervin memahami maksud Nerwin dan segera meninggalkan ruangan Rachel.“Nerwin, aku me
“Tuan Alaric, ada pesan terbaru dari kota Ridelve, mereka mengatakan terlihat asap tebal dari wilayah Selvence.” Kenneth bangkit dari duduknya dan segera merebut kertas surat yang dibawa oleh salah satu pasukan Vinetree. Asap tebal sudah terlihat selama dua hari. Tidak ada satu orangpun dari kota Selvence yang datang ke Ridelve beberapa hari terakhir. Kenneth menatap Robin yang tengah berdiri di depannya dengan wajah kaku. Tampaknya pemuda itu juga memiliki kabar buruk lain dalam benaknya. “Ada apa?” tanya Kenneth. “Mata-mata melihat pasukan Redrock berada di wilayah pegunungan utara hari ini,” ucap Robin. Kenneth mengepalkan tangan dan memukul keras meja kayu jati
Rachel tidak habis pikir mengapa Kenneth memintanya menunggu di tempat itu. Sebenarnya Rachel merasa aneh ketika Kenneth tiba-tiba mengajaknya memasuki hutan setelah menyadari bahwa Robin dan Samantha menghilang. Lalu saat itulah dia melihat sosok itu berada di sana. Sosok yang telah memberikannya duka terdalam yang pernah dia rasakan. Juga sosok yang hampir membuat keluarga terakhirnya musnah.“Sejak kapan kalian mengenal Ethan?” tanya Rachel tak sabaran.Dia merasa sudah cukup tenang dengan bersikap patuh dan menuruti semua perkataan Kenneth sejak mereka meninggalkan Irdawn.“Mereka saling mengenal sejak kecil,” jawab Samantha. “Sebenarnya bisa di bilang mereka tumbuh bersama,” lanjutnya.Satu alis Rachel terangkat naik mendengar jaw
“Gadis itu ada di tempat ini.”Alis Lucian Dorgon tertarik ke atas mendengar kalimat tersebut. Wajah datarnya segera berubah memerah memahami sosok yang dimaksud dalam kalimat itu. Tangan kasarnya meremas ujung jubahnya menahan gerakan tangannya yang ingin menarik tongkat sihirnya saat itu juga.“Aku menginginkannya,” ucap sosok itu sekali lagi.Kali ini, kerutan di dahi pria itu semakin dalam. Wajah marahnya berubah terheran tapi dia tetap diam tak membalas atau menolak ucapan tersebut.“Bawakan aku darah gadis itu,” ucap sosok itu terakhir kali sebelum akhirnya menghilang dalam kabut.Lucian Dorgon terpaku di tempatnya. Menatap tempat yang baru saja di pijak sos
Kenneth sedang menatap Samantha tajam setelah menemukan bahwa Rachel tak berada bersama dengan gadis itu. Gadis yang biasanya dengan berani menatap mata Jendral mereka itu kini menunduk dalam mengakui kesalahannya. “Aku minta maaf,” gumam Samantha pelan. “Aku tidak butuh permintaan maafmu, sekarang dimana dia?” sergah Kenneth dengan kesal. Samantha ingin menjawab pertanyaan Kenneth. Tapi melihat tempat itu hancur tak bersisa seperti tadi Rachel juga tidak tahu bagaimana menjelaskan pada Kenneth. Setelah mengantar penduduk Ridelve ke tempat aman Samantha memutuskan kembali ke hutan tadi untuk mencari Rachel tapi yang dia temukan hanyalah hutan kosong dengan pohon yang telah tumbang sejauh puluhan meter. Belum sempat Samantha mencari tiba-tiba Kenneth muncul di tempat
Rachel mengenal tempat itu. Lembah kosong dengan padang rumput coklat keemasan yang diterpa hembusan angin musim gugur. Sama seperti sebelumnya lembah itu juga terlihat kosong. Rachel bangkit dari tempatnya dan melangkah ke sisi lembah mencari sebuah sungai yang dia ingat berada di sana. Benar saja, sungai itu masih ada di sana. Namun, kali ini tidak ada seorangpun di tempat itu. Tidak ada gadis kecil yang duduk termenung sendirian sambil melempar kerikil kecil ke atas permukaan air. Juga tidak ada pria paruh baya yang tiba-iba datang menemani gadis itu.Rachel kembali melihat sekeliling. Dia jelas mengingat tempat ini. Dia mengenal tempat ini. Padang rumput yang pernah dia lihat dalam mimpinya ketika dia terbangun di East Land. Padang rumput dimana Rachel melihat Lord Dixon dan Kailani kecil menyimpan pedang sang Guardian of Topaz. Padang rumput yang terhubung dengan Land of Soul.