Home / Romansa / Jadi Budak Kakak Ipar / MEMULAI PEMBALASAN

Share

MEMULAI PEMBALASAN

Author: Ummu Amay
last update Last Updated: 2024-01-07 15:25:29

Tak ada sahutan dari mulut Bu Rumi. Itu tandanya jika tebakan Felisha tidaklah keliru atau mungkin perempuan itu memang tidak tahu apapun.

'Kaak, aku mohon kembali. Aku tidak mau menjadi korban atas kepergian kamu.' Sembari menunduk, batin Felisha menangis.

'Tak rindukah kamu pada Rafael? Anak itu masih butuh dirimu sebagai ibunya. Setidaknya bawalah Rafael serta dan tidak membuat anak itu sendirian di sini yang pasti akan mencari dirimu nanti.'

Di saat Felisha tengah berkecamuk dengan pikirannya sendiri, di tempat lain Alan terlihat gelisah di depan ruangan ICU rumah sakit di mana sang papa tengah ditangani di dalamnya.

Lelaki itu duduk di sebuah bangku panjang. Bersama seorang lelaki paruh baya yang adalah asisten papanya, ia berdoa pada Tuhan supaya papanya bisa melewati masa kritis yang sudah lebih dari dua jam berjalan dan masih belum ada hasil.

'Tuhan! Andai bisa, tukarlah tubuhku ini dengan tubuh papa yang terbaring tak sadarkan diri di dalam sana,' batin Alan berdoa dalam hati.

'Seandainya pun harus pergi dari dunia ini, biar aku saja yang pergi. Jangan papa!'

Rasa cinta dan sayang Alan terhadap Adi, orang tua yang masih ada dan menemaninya di dunia ini setelah lima tahun lalu sang mama pergi lebih dulu karena kecelakaan, membuat Alan rela bertukar tempat dengan lelaki paruh baya yang ada di dalam sana.

Dulu ketika sang mama pergi, ada dirinya yang menemani sang papa melewati fase sedih sebab ditinggal orang terkasih. Andai kini ia harus kehilangan orang tuanya kembali, dirinya benar-benar sendirian sekarang. Istri yang tiga tahun bersama dengannya, tiba-tiba pergi tanpa ada angin dan hujan. Tiga tahun menjalani biduk rumah tangga, tak tahunya perempuan itu bermain di belakangnya. Masih menjalin cinta dengan kekasih yang ternyata tak pernah ia putuskan.

Bahkan, setelah mengetahui hubungan Dina dengan kekasihnya, membuat Alan menjadi sangsi, anak siapakah Rafael? Putra semata wayang yang amat ia cintai itu, apakah benar anaknya atau justru anak dari laki-laki itu.

Lalu, akan dengan siapa Alan nanti? Menjadi anak sebatang kara, tanpa sanak saudara, lelaki itu berpikir memiliki uang banyak pun tak bisa memberinya kebahagiaan tanpa keluarga yang utuh.

'Pah, aku mohon. Berjuanglah! Berjuanglah untuk kita,' gumam Alan seiring air mata yang menetes tanpa sadar.

Tak berapa lama muncul dua orang kepercayaannya dari arah lorong rumah sakit. Seorang laki-laki dan perempuan, adalah anak buahnya yang selama ini ada bersamanya. Alvaro dan Luna.

"Maaf kami datang terlambat. Izin melapor, Tuan!" ucap Alvaro setelah berdiri di depan Alan. Tak lupa keduanya juga menunduk hormat ketika melihat Sandi, asisten pribadi Adi.

Seperti ada sesuatu yang pengusaha itu tunggu, kesedihan yang sebelumnya ia rasakan kini berubah emosi.

"Apa yang kalian dapatkan? Apakah perempuan itu bisa kalian temukan?"

Laki-laki di depan Alan mengangguk hormat. Ia kemudian berkata, "Ya, Tuan. Nyonya bersama seorang laki-laki. Laki-laki yang memang adalah kekasihnya sebelum menikah dengan Anda."

'Jadi, surat yang perempuan itu tulis benar,' gumam Alan geram.

"Lalu, di mana mereka?" Itu yang ingin Alan tahu, meski ia tak menginginkan istrinya kembali setelah tahu alasan di balik kepergian perempuan tersebut, tapi rasa penasaran begitu menghantuinya.

"Mereka sudah berada di Thailand. Kepergian Nyonya pagi tadi memang sudah benar-benar direncanakan. Terbukti dengan jadwal keberangkatan pesawat mereka dan tibanya mereka di negara tersebut."

"Sialan!" Gemeretak gigi Alan mendengar semua penuturan anak buahnya. Emosinya benar-benar meluap. Bisa-bisanya ia kecolongan dengan semua yang terjadi. Bahkan, rencana kepergian perempuan itu bisa tidak ia ketahui.

Kedua anak buah Alan terdiam. Begitu pun Sandi yang sepertinya belum tahu ada kejadian apa yang saat ini menimpa anak tuannya.

Informasi yang baru Alvaro sampaikan dirasa sudah cukup. Mengenai kelanjutan atau hal apa yang harus mereka lakukan, tinggal menunggu Alan memberi perintah.

"Kalian tahu di mana mereka tepatnya?"

"Kami tahu, Tuan."

"Bagus! Biarkan mereka menikmati kebahagiaan itu sekarang. Tetap awasi dan jangan sampai mereka tahu. Aku akan memberikan perintah selanjutnya nanti."

"Baik, Tuan. Kami mengerti."

Beberapa menit kemudian, dokter Farhan -dokter spesialis yang menangani papanya Alan selama dirawat di rumah sakit, muncul dari dalam ruang ICU. Bersama beberapa dokter lainnya yang juga berpakaian sama dengan dokter paruh baya tersebut.

Alan dan Sandi pun berdiri. Keduanya berjalan mendekati rombongan tenaga medis yang baru menangani papanya di dalam.

"Bagaimana kabar papa, Dok?" tanya Alan to the point.

Sedikit senyum, dokter bernama Farhan itu memberikan penjelasannya.

"Bersyukur papamu baru saja melewati masa kritisnya, Alan."

"Oh, syukurlah." Alan dan ketiga orang di belakangnya langsung mengucap syukur.

"Tapi, kami masih belum bisa mengatakan bahwa papamu akan baik-baik saja. Kami masih harus menunggu sampai kesadarannya kembali."

Rupanya Alan masih belum bisa bernapas lega setelah kejujuran terlontar dari mulut Dokter Farhan.

"Baiklah. Saya sangat berharap tim dokter melakukan semuanya dengan baik. Dan tentu saja, harapan saya papa akan kembali sehat seperti sedia kala. Mampu melewati semuanya tanpa ada lagi masa-masa kritis seperti sekarang," tutur Alan penuh harap.

"Ya, tentu. Kami akan melakukan semampu kami. Tapi, semua kembali pada Tuhan. Dia yang memiliki kuasa atas apa yang ada di bumi. Termasuk kita, makhluk ciptaan-Nya. Tugas kita hanya berusaha dan berdoa, berharap mukjizat yang akan Tuhan berikan."

Alan pun mengangguk lemah. Ditatapnya semua tim yang sudah berjuang menyelamatkan papanya. Dalam hati ia berjanji akan memberikan semua dokter itu bonus jika sang papa benar-benar dikatakan sembuh dan kembali tinggal bersama.

"Kalau begitu kami permisi, Alan. Tapi maaf, papamu masih belum bisa kamu jenguk. Beliau masih dalam pengawasan tim dokter dan perawat sampai kesadarannya kembali."

"Baiklah. Tidak apa-apa," ucap Alan nelangsa. Sembari melihat ke arah pintu di mana dokter Farhan keluar dari ruangan tersebut, lelaki itu berharap agar sang papa keluar dari sana secepatnya.

"Sekali lagi terima kasih, Dok, juga semua dokter lainnya yang sudah membantu papa," ucap Alan mengangguk, menatap dokter Farhan.

Dokter itu pun pamit bersama tim medis lainnya. Meninggalkan Alan yang tak lama kemudian kembali duduk dan memerintahkan sesuatu kepada dua anak buahnya.

"Apakah kedua orang tuanya sudah tahu?"

"Sudah, Tuan. Saya sudah memberi tahu mereka setelah mendapat informasi yang valid." Luna menjawab kemudian.

Kemarahan pada diri Alan begitu besar. Lelaki baik yang selama ini berusaha mencintai dan menyayangi istrinya meski menikah karena perjodohan, nyatanya harus kecewa sebab pengkhianatan yang perempuan itu lakukan.

Seorang jahat akan lahir dari orang baik yang kecewa, sepertinya kini terjadi pada diri seorang Alan Tanujaya. Setelah Dina pergi bersama laki-laki lain, niat dan rencana jahat justru mulai hadir serta tumbuh di hati Alan.

"Kalau begitu bawa perempuan itu ke rumah orang tuanya. Kita bertemu di sana!" perintah singkat yang Alan berikan, mampu kedua anak buahnya pahami.

"Om Sandi, aku titip papa. Ada urusan yang harus aku selesaikan," pamit Alan pada asisten sang papa.

"Ya. Om memang tidak tahu masalah apa yang saat ini sedang kamu hadapi, tapi Om berharap semuanya segera selesai dan bisa diatasi."

"Tentu, Om. Tenang saja. Aku sudah bisa mengatasi semuanya."

Setelah Alan pamit dan menitipkan sang papa pada Sandi, ia pun kemudian beranjak pergi bersama Alvaro dan Luna. Salah satu dari ketiganya tampak menghubungi seseorang melalui sambungan ponsel.

"Bawa Nona Felisha ke kediaman orang tuanya sekarang!"

Ada senyum penuh amarah yang tampak di bibir Alan ketika mendengar anak buahnya berbicara pada seseorang yang tengah berjaga di kediamannya.

'Dina, kamu akan lihat bagaimana rasa sakit yang sebenarnya. Mungkin tidak kamu rasakan, tetapi adikmu akan mendapatkan sebab ulah yang kamu lakukan!' batin Alan berteriak.

Rencana demi rencana sudah ia buat. Sekarang ia akan memulai dari dua sosok orang tua yang selama ini sudah ia bantu perekonomian keluarganya hingga mereka bisa hidup makmur sampai sekarang.

'Keluarga Sumitra.'

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Ea La Kor Bedeh
seru banget ceritanya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Jadi Budak Kakak Ipar   FAKTA MENGEJUTKAN

    Felisha tampak salah tingkah ketika Gina dan Erik menatapnya serius. Kedua temannya itu terlihat sekali penasaran dengan kondisi kandungannya saat ini."Apakah boleh kalau hal itu tidak aku jawab sekarang?" Felisha balik bertanya.Gina menarik napas panjang, "Baiklah. Aku tidak akan memaksamu bercerita. Tapi, aku dan Erik tak akan membiarkanmu sendiri setelah apa yang terjadi. Terlebih lagi kamu sudah meminta bantuan kami berdua." Gina memastikan bahwa pertanyaan itu akan kembali ia ajukan suatu hari nanti.Felisha terlihat sekali lega. Bersyukur ia ucapkan karena baik Gina atau Erik tidak memaksa dirinya menjawab tentang siapa ayah dari anak yang ada di dalam rahimnya sekarang."Aku akan ceritakan padamu setelah aku siap. Tapi, untuk saat ini aku benar-benar belum bisa bercerita banyak. Ini semua karena keadaan yang serba tiba-tiba.""Tidak apa-apa, Feli." Giliran Erik yang menyahut. Lelaki itu terlihat berusaha memaklumi kondisi perempuan di depannya itu. "Seperti kata dokter, saat

  • Jadi Budak Kakak Ipar   Kondisi Felisha

    Suasana rumah sakit tampak sedikit lengang. Hanya beberapa keluarga yang menunggu sanak saudaranya yang tengah dalam penanganan medis di ruang UGD. Termasuk Gina, gadis yang tak lain adalah teman Felisha, berdiri cemas bersama Erik, lelaki yang merupakan teman kampus Felisha. Sudah setengah jam berlalu sejak Felisha masuk ke ruangan di mana Gina atau Erik tidak diizinkan masuk. Keduanya masih belum bisa tenang setelah kejadian beberapa waktu lalu mengenai kondisi Felisha. Saat Erik masih sibuk dengan ponselnya, lain dengan Gina yang memilih mengabaikan notifikasi pesan yang mungkin dari teman atau kekasihnya, seorang dokter perempuan keluar dari ruangan. "Pasien sudah siuman. Kalian bisa menengoknya setelah perawat selesai." Wanita dengen snelli yang menutup tubuhnya yang sudah terlihat tua itu berkata pada dua orang di depannya. "Bagaimana keadaan teman saya, Dok?" tanya Gina dengan suara penuh khawatir. "Dia baik. Sepertinya tadi terjadi sesuatu yang membuat kandungannya bereak

  • Jadi Budak Kakak Ipar   MURKA

    Alan sampai di sebuah rumah sakit bersama Alvaro dan Luna. Ia berlari menuju area UGD untuk mencari keberadaan Felisha. "Siapa namanya, Pak?" tanya seorang perawat penjaga ketika Alan bertanya begitu heboh. "Felisha Putri.""Sebentar saya lihat dulu." Perawat lelaki itu kemudian mengecek nama Felisha di komputer. Beberapa saat kemudian ia kembali melihat Alan. "Maaf, Pak. Tidak ada nama pasien bernama Ibu Felisha di sini.""Jangan bohong, Mas. Dengan jelas teman saya melihat kalau istri majikan saya ke rumah sakit ini." Alvaro mencoba menjelaskan. "Saya tidak tahu itu. Kalau melihat data yang saya lihat, nama Felisha Putri memang tidak ada di sini."Alan menatap Alvaro kesal. "Kamu tahu kabar itu dari siapa?""Dari Fery, Tuan. Dia tadi mau pulang dan tidak sengaja melihat Nona Felisha dibawa kesini.""Dia melihat di sini atau di mana? Coba kamu hubungi dia lagi sekarang!""Baik, Tuan. Sebentar saya hubungi Fery."Di saat Alvaro mencoba menghubungi salah seorang temannya, Alan meng

  • Jadi Budak Kakak Ipar   PERGI MENINGGALKAN

    Semua orang menatap tak percaya. Bu Rumi yang tadi tengah membantu Felisha di kamar, terperangah demi mendengar kalimat Alan barusan. "Apakah Kaka pikir keluargaku hanya mereka saja?" Felisha terlihat tertawa. Alan menatap tajam dengan mulut membisu. "Jadi, terakhir aku tanya, Kaka mau apa? Mau menghukum aku seperti dulu? Atau mau aku pergi dari sini?""Kau tak akan berani." Alan berkata dingin. Lagi-lagi Felisha tertawa mengejek. "Apakah Kaka sedang menantang aku?"Alan diam tidak menjawab, membuat Felisha kemudian masuk ke kamar untuk mengambil satu-satunya barang miliknya, yaitu tas ransel berukuran kecil yang hanya berisi beberapa benda penting, yang ia miliki sebelum dinikahi Alan. Alan masih diam ketika perempuan itu berdiri di depannya. "Entah apa yang sebenarnya terjadi, satu yang pasti aku tak akan pernah terima dengan tuduhan Kaka kepadaku. Termasuk tindakan Kaka yang memaksaku tadi."Setelah berkata demikian Felisha pergi meninggalkan Alan dan orang-orang yang hanya bi

  • Jadi Budak Kakak Ipar   BODOH

    Keesokan paginya Alan sudah bersama Alvaro di sebuah tempat di mana tampak sesosok perempuan yang duduk dalam keadaan terikat di atas sebuah kursi kayu yang diletakkan di tengah-tengah ruangan. Perempuan itu tertawa menatap Alan yang melihatnya marah. "Kenapa, Alan? Kenapa wajahmu seperti itu?" Tanpa ada rasa takut sedikit pun, perempuan itu kembali tertawa. "Apakah kamu tidak menyesal sama sekali, Dina?" Pertanyaan yang Alan lontarkan disambut tawa riang yang menggema di seluruh sudut ruangan. "Menyesal katamu? Menyesal untuk apa?""Kau sudah tertangkap, Dina. Semua bukti tentang rencana penculikan yang kau lakukan bersama kekasihmu itu sudah aku pegang. Aku hanya tinggal membawamu ke kantor polisi dan membiarkanmu membusuk di dalam penjara.""Hahaha. Kamu pikir aku takut, Alan?"Tidak menatap wajah pengusaha itu, Dina justru menatap lampu serta langit-langit ruangan yang tinggi. Entah di mana ia berada sekarang, hanya kegelapan yang tampak di matanya. "Kau benar-benar sudah ti

  • Jadi Budak Kakak Ipar   PENYESALAN ALAN

    "Katakan, apa ia sudah berhasil melakukannya?"Kata 'melakukan' yang Alan maksud sangat bisa Felisha pahami dengan jelas. Suaminya pasti berpikir bahwa Gani telah berhasil melecehkannya karena kondisi Felisha saat itu yang hampir tak berbusana. "Menurut Kak Alan?" sahut Felisha dingin. "Jangan menantangku, Felisha. Jawab saja pertanyaanku karena cuma kamu satu-satunya yang ada di sana.""Kenapa tidak Kaka tanyakan saja pada lelaki brengsek itu. Berharap saja ia berkata jujur.""Andai ia masih hidup pun aku tak sudi bertanya padanya."Sontak Felisha terkejut. Jadi, benar anggapannya jika suara tembakan itu tertuju pada Gani. "Kenapa? Kamu tidak rela lelaki itu mati?""Apa sebenarnya yang Kak Alan harapkan dari jawabanku?""Aku hanya ingin tahu sejauh apa dia melakukannya padamu.""Lalu, setelah tahu Kaka mau apa?" Felisha menatap Alan marah. Lelaki itu berjalan mendekat, lalu berdiri di sisi ranjang. Tampak tatapannya yang begitu dingin dan penuh amarah. "Kaka mau menceraikan aku,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status