"Nindya ... siapa tuh yang cari kamu pagi-pagi di depan? Kayaknya Dio," ucapan Raya."Itu bukan Dio, itu Gio," jawab Nindya ketus."Siapa dia, Sayang?" tanya Rendy."Gio adik Dio, mereka saudara kembar. Sudah ya, aku berangkat kuliah," pamit Nindya selepas ia menggunakan sepatunya. Gadis itu kemudian mencium punggung tangan Rendy juga Kiara."Kamu nggak sarapan dulu?" tanya Kiara kepada Nindya."Enggak, Ma ... nanti aja sarapan di kampus, kebetulan aku belum lapar. Ya udah aku berangkat dulu," ucap Nindya malas."Kamu kok gonta-ganti cowok si? Dio hilang sekarang malah saudaranya yang diembat. Eh gimana sih? Aku bingung, pokoknya jadi cewek itu jangan terlalu murah. Jual mahal dikit deh, biar lebih berharga," ucap Raya menyindir Nindya."Raya! Berapa kali Mama sudah bilang, jaga etika kamu." Kiara mulai emosi melihat tingkah laku anaknya.Nindya yang disindir tak peduli, ia masa bodoh dan memilih pergi begitu saja, bergegas menghampiri Gio yang sudah menunggunya sedari tadi."Besok-be
"Kalau ketakutan-ketakutan itu terus membayangimu, kenapa kamu tidak menerima lamaran Andy? Menikahlah dengannya, maka kamu tidak akan khawatir lagi dengan hal yang selama ini menghantui pikiranmu!" ucap Rendy."Kenapa sih kalian maksa aku nikah? Aku enggak siap, Pa, Ma. Aku belum siap menikah!" Raya menekankan kata menikah pada akhir kalimat, berharap kedua orang tuanya paham jika dirinya memang benar-benar belum siap untuk menikah."Ya sudah kalau kamu memang tidak siap untuk menikah. Berhentilah curiga kepada Nindya, ia tidak salah sama sekali, yang salah itu hatimu, tanya sama hatimu sendiri, ada apa dengan hatimu? Kenapa hatimu bersikeras menunjukkan emosi kepada orang yang sama sekali tidak bersalah?" Kiara berusaha mencari tahu alasan apa yang sebenarnya membuat putrinya begitu membenci Nindya."Sekarang papa harap kamu minta maaf kepada Nindya, kamu sudah dewasa jadi belajarlah bersikap dewasa,""Aku? Minta maaf padanya? Aku salah apa? Aku merasa tidak ada salah apa pun padany
"Tidak, Om. Baru saja aku mau mengajaknya keluar untuk makan malam.""Kamu tidak hubungi dia?" "Tidak, aku pikir dia di rumah, apalagi, rumah dekat, jadi aku tidak menghubunginya." "Udah dulu ngobrolnya, kamu makan di sini saja ya, Andy," ucap Kiara. Kekasih putrinya itu pun duduk di sebalah Nindya. Kiara menyadari sesuatu, ia melirik ke arah putri tirinya lalu mengulum senyum. Naluri keibuannya muncul, ia tahu, Nindya gugup, itu artinya putri tirinya memang memiliki perasaan khusus terhadap Andy."Ada acara apa ini? Kok kalian makan malam bersama?" tanya Raya yang tiba-tiba muncul, ia mendelik ke arah Nindya."Kamu ke mana saja? Ini sudah waktunya makan malam, jelas dong kita makan malam bersama. Ayo duduk, kamu juga harus makan." Kiara menarik tangan putrinya, menggiringnya untuk turut duduk di salah satu kursi di sana. Namun, gadis itu menepis tangan Kiara, sang mama."Minggir, enak saja kamu duduk di sebelah pacar orang, jangan mencuri kesempatan di tengah kesempitan ya! Cuma a
Singapore"Aku ingin pulang ke Tanah Air, Pi, Mi. Aku percaya aku akan segera sehat. Kalian tahu bukan? Hanya gadis itu yang bisa membuatku semangat." "Kami tidak bisa melepasmu begitu saja, Dio. Bertahanlah sebentar lagi. Seseorang akan datang untuk membahagiakanmu, please jangan berhubungan dengan gadis itu lagi." "Tolong jangan mengorbankan perasaanku atau pun orang lain, Mi. Aku sama sekali tidak bisa melakukan itu. Ijinkan aku bahagia agar aku juga cepat sembuh.""Mami yakin, gadis ini bisa membuatmu bahagia.""Sudahlah, Mi. Aku tidak akan bahagia dengan gadis mana pun kecuali Nindya." Dio bersikeras dengan pilihannya.Tiba-tiba terdengar suara bell pintu rumah, semua beralih ke arah pintu depan rumah yang terbilang elite itu."Ada tamu yang datang, Tuan, Nyonya." Asisten rumah tangga menghampiri Dio dan kedua orang tuanya yang kebetulan duduk di ruang keluarga."Sebentar, papi yang ke depan, itu pasti Naura." Robert, papi Dio yang memang merupakan keturunan asli Negara Singapo
"Selamat pagi ... jadi gimana? Kalian sudah siap untuk berangkat ke rumah kakek dan nenek hari ini?" tanya Rendy kepada kedua anaknya.Kiara tersenyum memandang satu persatu wajah putrinya, ia masih sibuk menyiapkan piring di hadapan mereka juga sang suami."Aku sudah siap, Pa. Aku cuman masih bingung aja kenapa Papa sama Mama harus memaksa aku buat liburan di tempat nenek sama kakek, padahal jelas-jelas ini bukan liburan, aku sedang di skorsing. Rasanya aneh," jawab Nindya."Aku juga sudah siap, Pa, tapi tolong jangan satu minggu. Aku tidak bisa, aku ada tugas kuliah yang harus diselesaikan selama aku diskorsing." Giliran Raya yang memberikan jawaban."Jangan buat alasan, Raya," tegur Kiara yang kini sedang duduk di sebelah Rendy."Aku serius, Ma. Tolong sekali aja percaya padaku. Perasaan Mama itu adalah mama kandungku, tapi Mama lebih banyak tidak percaya padaku ketimbang anak tiri Mama yang satu ini," ucap Raya seraya mendelik menatap Nindya.Nindya tak peduli, gadis itu sibuk men
[Gio, kamu tahu, siapa cewek kakakmu?] Sebuah pesan Naura kirimkan kepada Gio melalui aplikasi chat whatsapp.[Maksud kamu kakakku yang mana? Angga atau Dio?] Gio membalas pesan Naura.[Dio dong! Siapa lagi!][Oh ... aku tahu, namanya Nindya. Memangnya kenapa? Ada apa dengan dia?] Gio balik bertanya.[Kamu jangan pura-pura tidak tahu!][Iya, aku memang tidak tahu. Aku tidak punya urusan apa pun dengan Dio, kecuali tentang Nindya. Peduli ku hanya kepada gadis itu.][Kamu tidak tahu tentang perjodohan kami? Perjodohan antara aku dan Dio?][Bukan urusanku!][Please ... aku tahu kamu menyukai Nindya. Dari caramu menyebut namanya sangat terlihat jelas, bagimu gadis itu sangat penting kan?][Sudahlah, kamu sebutkan saja tujuanmu apa menghubungi aku? Mau kamu apa?][Bagaimana kalau kita bekerja sama?]Gio yang menerima pesan itu merasa heran, ia kemudian melakukan panggilan suara kepada Naura. "Maksud kamu apa?""Kamu menyukai Nindya kan?""Terus kalau iya, memangnya kenapa?""Taklukkan hati
"Nek, besok aku tidak mau ke sawah lagi!" Raya mulai tidak bisa menerima dengan kegiatan yang harus ia lakukan bersama Nindya."Ya, kalau kamu tidak mau berarti kamu tidak boleh sarapan.""Kok Nenek nyiksa aku seperti itu sih? Mentang-mentang aku bukan cucu kandung Nenek.""Bukan berarti karena kamu bukan cucu kandung , Raya. Kalau Nindya juga tidak mau melakukan hal yang sama pun, Nenek juga akan tetap menghukumnya sama seperti kamu, bukan begitu Kek?" "Benar kata Nenek. Kalian itu harus belajar hidup susah, jangan menikmati senangnya saja. Ingat loh, belum tentu kalian itu nanti akan menikah dengan orang yang kaya seperti orang tua kalian." Kakek berusaha mengingatkan kedua cucunya."Aku tidak terbiasa, Kakek. Aku tidak bisa pergi ke sawah. Liat ini, kakiku sudah merah-merah, gatal-gatal semua gara-gara lumpur itu," ucap Raya seraya menggerak-gerakan kedua kakinya, menunjukkan di beberapa bagian kakinya yang memerah."Itu belum seberapa, Raya," tegur nenek."Kak Raya terlalu cengen
Dengan kecepatan tinggi, Rendy mengendarai mobil bersama Kiara, akhirnya tiba di kampung halaman sedikit lebih cepat dari biasanya. Sepasang suami-istri itu tampak begitu panik setelah mendengar kabar tentang keadaan Nindya yang sakit, juga Raya yang menghilang."Nindya ada di mana?" tanya Rendy kepada kedua orang tuanya."Ada di kamar, Ren. Cepatlah ... sepertinya dia harus dibawa ke rumah sakit, demamnya tinggi, badannya menggigil," jawab nenek.Rendy berlari menuju kamar Nindya untuk menghampiri gadis itu disusul oleh Kiara, nenek dan kakeknya."Raya bagaimana, Bu?" tanya Kiara kepada ibu mertuanya."Ibu tidak tahu, Kiara. Ibu minta maaf, tadi pagi tidak biasa anakmu itu bangun siang, jadi ibu datang ke kamarnya mengetuk pintu. Namun, tak ada yang menjawab. Saat ibu buka pintu, Nindya sudah terbaring di lantai dengan kondisi badan yang demam juga menggigil, sementara Raya, ibu tak menemukannya.""Ke mana sih anak itu? Susah sekali diatur.""Kita ke rumah sakit dulu, Ma. Kita harus