“A-apa maksud anda?” tanya Aerline memalingkan wajahnya.
“Apa kamu pikir aku tidak akan mengingatnya karena aku sedang mabuk?” tanya Joel tepat sasaran.
“Kalaupun kamu mengingatnya, lalu kenapa? Anggap saja tidak pernah terjadi apa pun pada kita,” jawab Aerline mendorong pelan dada bidang Joel untuk bisa melepaskan dirinya.
Tetapi dugaan Aerline salah, Joel malah semakin merapatkan tubuh mereka berdua.
“Pak-?”
“Panggil namaku seperti semalam, panggil aku, Joel,” bisiknya tepat di daun telinga Aerline, membuat wanita itu merasa geli.
“Tolong lepaskan aku, masih banyak pekerjaan yang harus aku lakukan,” ujar Aerline.
“Tidak. Aku tidak akan melepaskanmu, kenapa kamu kabur dan meninggalkanku sendiri di sana?” tanya Joel. “Aku sangat khawatir saat tidak menemukanmu di manapun, aku khawatir kamu terluka.”
Joel menatap Aerline dengan tatapan lebih lembut, dan tidak bisa dipungkiri kalau hal itu bisa menggetarkan hati Aerline.
“Aku harus pulang dan bersiap untuk pergi ke kantor,” jawab Aerline.
“Kenapa tidak membangunkanku?” tanya Joel. “Apa kamu berharap aku tidak mengingatnya?”
Joel seperti cenayang yang bisa membaca pikiran Aerline. Wanita itu sampai tidak bisa berkata-kata karena ucapan Joel yang tepat sasaran.
“Ini di kantor, tolong jangan seperti ini. Bagaimana kalau ada yang melihat,” ujar Aerline.
“Jadi, aku benar-benar yang pertama untukmu?” tanya Joel.
“Kamu sudah tahu jawabannya,” jawab Aerline.
“Kenapa kamu masih bersikap dingin padaku, padahal kita sudah-“
“Sudah aku katakan, ini di kantor dan anggap hal itu tidak pernah terjadi pada kita, Joel.” Aerline hendak bergerak menghindar, tetapi Joel menahan penggang wanita itu dan menariknya untuk semakin dekat dengannya hingga deru napas pria itu mampu menyapu permukaan kulit wajah Aerline.
“Itu hal yang indah dan aku sangat menikmatinya, aku tidak mungkin melupakannya begitu saja,” bisik Joel membuat Aerline menatap manik mata di depannya hingga jantung itu berdetak sangat cepat. Aerline kembali dibuat membeku, dan tidak bisa bergerak sama sekali. Dia menikmati situasi ini, dia sangat ingin merasakan kembali sentuhan lembut dari pria di depannya.
Joel semakin mendekatkan wajahnya pada Aerline hingga bibir mereka hampir menempel satu sama lain. Tetapi di saat bersamaan, terdengar knop pintu bergerak dan akan dibuka dari luar. Entah kekuatan besar dari mana, Aerline bisa mendorong tubuh Joel hingga pria itu bergerak mundur dua langkah ke belakangnya.
“Apa yang kalian lakukan?” pertanyaan itu membuat Joel dan Aerline menoleh ke sumber suara di mana pintu ruangan sudah terbuka lebar dan berdiri seorang wanita cantik, dengan penampilan cukup glamour dan sosialita. Wanita itu adalah tunangan Joel, Gisela.
“Kenapa kalian diam saja dan terlihat sangat terkejut, memangnya apa yang sedang kalian lakukan?” tanya Gisela melipat kedua tangannya di dada.
Joel yang seakan enggan menjawabnya berlalu pergi menuju kursi kebesarannya di sana.
“Hey kamu, kamu sekretaris baru di sini, kan? apa yang kamu lakukan di sini bersama tunanganku?” tanya Gisela bertanya pada Aerline yang menundukkan pandangannya.
“Saya hanya melaporkan jadwal pak Joel hari ini, tidak ada hal lain selain membicarakan pekerjaan,” jawab Aerline dengan sangat tenang.
Gisela menoleh ke arah Joel dengan tatapan menuntut jawaban yang memuaskan.
“Apa itu benar, Joel?” tanya Gisela.
“Kamu sudah mendengarnya, lalu kenapa kamu masih bertanya!” jawaban Joel yang begitu dingin membuat Gisela memutuskan untuk tidak bertanya lagi.
“Hei, kalau sudah selesai cepat keluar. Apa kamu berniat mengusik waktuku dengan tunanganku?” tanya Gisela dengan angkuh.
“Saya permisi,” ucap Aerline berjalan meninggalkan ruangan itu.
“Apa yang lakukan di sini?” itulah pertanyaan yang dilontarkan Joel sebelum Aerline menutup pintu ruangan dengan rapat. Setelah itu, Aerline tidak tahu lagi apa yang mereka bicarakan.
Aerline memutuskan pergi ke kamar mandi karyawan dan berdiri di depan cermin wastafel. Dia membasuh wajahnya beberapa kali, untuk menyegarkan wajahnya kembali.
“Apa yang sudah kulakukan, kenapa aku diam saja dan kenapa aku tidak menolaknya?” batin Aerline meruntuki dirinya yang bodoh.
Aerline tidak pernah berniat untuk menjadi orang ketiga diantara mereka berdua, tetapi kenapa sangat sulit untuk mengendalikan perasaannya sendiri.
“Aku harus bisa mengendalikan diriku,” gumamnya menatap pantulan dirinya di cermin.
***
Karena ini weekend, Aerline memutuskan untuk fokus istirahat tanpa memikirkan apa pun lagi. Walau sebenarnya, dia merasa tidak tenang dan terus bertanya-tanya apa yang dibicarakan Joel dan tunangannya dua hari yang lalu. Apa kejadian malam itu sudah diketahui Gisela atau belum. Tetapi Aerline berpikir, kalau tunangan Joel sudah tahu, dia pasti akan melabrak Aerline.
“Mungkin tidak ada masalah di antara mereka berdua,” gumam Aerline yang mengingat kembali kejadia dua hari yang lalu.
Setelah bicara berdua, Joel dan Gisela meninggalkan kantor dengan alasan makan siang di luar. Dan setelah itu, sikap Joel tampak biasa saja, seperti biasanya saat sebelum kejadian malam itu. Bahkan, tidak pernah ada pembahasan mengenai hal yang terjadi pada mereka, selain membahas pekerjaan.
“Apa dia ingin melupakannya begitu saja dan menganggap tidak pernah terjadi apa pun? Untuk menjaga perasaan tunangannya?” gumam Aerline menghela napasnya kembali, entah sudah keberapa kalinya dia menghela napas. Situasi seperti ini, benar-benar menyiksa.
“Sebaiknya aku membereskan apartemen dan memasak. Aku akan menghabiskan waktu liburku di kost tanpa memikirkan pria itu,” gumamnya penuh tekad.
Aerline pun mulai membereskan apartemennya dengan telaten. Menyapu hingga mengepelnya hingga bersih. Dia juga menjemur dalamnya dan menjemurnya di jemuran bundar yang ada di beranda apartemen.
“Selesai. Sekarang waktunya masak,” gumam Aerline bergegas ke dapur kecilnya dan membuka kulkas.
Dia mengeluarkan beberapa bahan untuk memasak dan menatanya di atas mini bar.
“Oke, kita mulai.” Dia mengambil celemek dan memakainya setelah menggulung rambutnya ke atas.
Saat sedang memasak sambil memutar musik, Aerline menghentikan gerakan menarinya karena mendengar bel pintu apartemen menyala. Dia pun mengecilkan suara musik dan berjalan ke arah pintu, dia melihat di layar monitor dekat pintu dan betapa terkejutnya dia saat melihat sosok Joel berdiri di balik pintu apartemennya.
"A-apa yang dia lakukan di sini? dan bagaimana dia tau apartemenku?" gumam Aerline sangat terkejut di sana.
Tok! Tok! Tok!
“Buka pintunya, Aerly.”
Aerline juga terkejut saat Joel tiba-tiba saja memanggil nama panggilan saat mereka pacaran delapan tahun yang lalu.
“Aerly, buka pintunya!”
Aerline menarik napasnya dalam-dalam dan menghembuskan perlahan. Lalu, dia berjalan ke arah pintu dan membuka pintu apartemennya hingga tatapan mereka bertemu satu sama lain.
Joel melihat Aerline yang berpakaian santai, kaos oblong kebesaran, dengan celana sebatas paha, rambut yang diikat ke atas hingga memperlihatkan leher jenjangnya yang putih dan mulus. Terlihat keringat mengalir pelan di garis leher wanita itu, membuat Joel terangsang karena.
“Apa yang kamu lakukan di sini, dan bagaimana kamu bisa tahu apartemenku?” tanya Aerline.
Bukannya menjawab, Joel menerobos masuk dan menutup pintu apartemen. Tanpa kata, pria itu langsung mendorong pelan tubuh Aerline hingga bersandar ke dinding dan Joel langsung mencium bibir ranum milik wanita itu tanpa memberikan jeda untuknya berbicara.
Aerline benar-benar terkejut dengan serangan dadakan dari pria itu, tetapi dia sendiri tidak bisa melawan karena kekuatan mereka berbeda jauh. Ditambah, sentuhan Joel seperti sihir yang bisa melumpuhkan kinerja otot dan pikiran Aerline.
“Aku merindukanmu,” bisik Joel di sana di sela ciuman mereka tanpa ingin melepaskan ciuman itu.
***
“Jadi, Joelio sudah siuman?” tanya Garren saat menerima laporan langsung dari anak buahnya. “Benar, Tuan. Dan sepertinya, mereka tahu kalau kejadian kemarin itu ulah Anda,” tambahnya. “Kurang ajar! Rencana kita jadi kacau, kenapa bukan wanita itu saja yang tertembak dan mati!” keluh Garren merasa sangat kesal sekali di sana. “Dan sepertinya, Kainan Dirgantara, sedang menyiapkan sesuatu yang besar untuk melawan kita membantu Joelio,” jelasnya. Garren menatap pria di depannya dengan intens. “Apa saja yang orang suruhan kita lihat dari gerak gerik mereka?” tanya Garren. “Tidak ada laporan gerak-geriknya bagaimana. Hanya saja, dia meyakini kalau mereka sedang merencanakan sesuatu untuk melawan kita,” jelas pria itu.Garren menghela napas panjang, amarahnya semakin membara. "Mereka mulai berani menantangku, ya?" gumamnya dengan nada penuh kebencian. "Terutama bocah sialan bernama Joelio itu. Seharusnya dia mati saja kemarin."Pria di depann
“Jadi, apa menurutmu, cerita putri dan pangeran itu sangat cocok untuk di dongengkan padaku?” gurau Joel membuat Aerline tersenyum. “Ya, biasanya sang pangeran akan terbangun. Dan ternyata benar bangun, kan?” ucap Aerline di sana. “Putri terbangun karena dicium pangeran. Dan The beast bangun hingga berubah jadi manusia normal karena ciuman beauty,” ujar Joel. “Aku bahkan tidak menerima ciuman apa pun. Ck... malang sekali, padahal aku berharap sekali ada adegan ciuman saat kamu menyelesaikan dongengnya.” “Maaf, Tuan. Karena ekspektasimu berbeda jauh dengan realita,” ucap Aerline di sana.Joel pura-pura memasang wajah kecewa. "Jadi, aku cuma bisa bangun tanpa ciuman penyelamat? Begitu kejamnya dunia ini..."Aerline tertawa kecil, hatinya terasa hangat melihat Joel kembali dengan candaan khasnya. "Ya, dunia memang kejam, Tuan. Lagipula, siapa yang bilang kamu butuh ciuman untuk bangun?"Joel mengerucutkan bibirnya, berpura-pura kesal. "Hei, bukanka
“Dad!” Gisela memasuki ruangan milik Garren dengan sorot mata penuh kekesalan. “Oh, Gisel. Ada apa?” tanya Garren di sana. Menoleh ke arah Gisela dengan santai. “Kenapa Kyle dilarang masuk ke rumah ini?” tanya Gisela dengan tatapan penuh rasa kesal. “Kyle? Siapa dia?” tanya Garren. “Dad!” Gisela sedikit merajuk di sana karena kesal. Garren tertawa kecil di sana. “Oh, pria yang tidak jelas asal usulnya itu. Kenapa kamu harus bergaul dengan pria seperti itu, Gisel?” tanya Garren. “Dia pria yang baik, Dad. Dia temanku, biarkan dia masuk,” ucap Gisela. “No! tidak bisa, Gisela. Berhenti bergaul dengan pria tidak ada kejelasan itu. Kamu dan Joel memutuskan pernikahan, dan itu masih jadi perbincangan hangat di media, Darling. Kamu tidak boleh terkena skandal apa pun, Daddy ingin semua kesalahan ditimpakan pada Joelio, alasan kenapa pernikahan kalian dibatalkan,” ucap Garren. “Apa Dad mau menghancurkan r
“Oh, kamu sudah kembali, Lyman?” tanya Kaivan saat Lyman datang ke rumah sakit di mana Kaivan berada. “Ya, gimana Joel?” tanya Lyman. “Masih belum ada perubahan. Aerline masih menemaninya di ruang ICU,” jawab Kaivan. “Ada yang ingin aku katakan tentang penembakan itu. Kita bicara di ruangan Richard,” ucap Lyman. “Baiklah.” Kaivan memberi perintah pada bodyguard yang dibawanya untuk memastikan Aerline baik-baik saja. Dia masih khawatir, akan ada yang berusaha menyakiti adiknya.Kaivan menatap Lyman dengan tatapan serius, lalu mengangguk. "Ayo kita ke sana sekarang," katanya tanpa basa-basi. Mereka berjalan cepat menuju ruangan Richard yang terletak di lantai berbeda dari ICU.Setibanya di ruangan tersebut, Richard yang mengenakan jas Dokter menunggu mereka dengan wajah penuh tanda tanya. "Apa terjadi sesuatu dengan Joel?" tanyanya segera."Bukan soal itu," ujar Lyman sambil menutup pintu rapat. "Ini soal penembakan yang hampir merenggut
Angin berhembus dengan cukup kencang. Aerline menatap langit yang cukup mendung dan pepohonan di depannya. Wajahnya yang pucat dan sembab, dan matanya yang menunjukkan kelelahan yang tidak berujung. Ternyata menanti adalah hal yang paling menyebalkan. Setiap hari, hatinya tidak pernah merasa tenang, dan terus merasa cemas. Apa dia akan kembali padanya atau memang takdir menakdirkan mereka untuk berpisah. Entah, Aerline harus bagaimana lagi menguatkan keyakinannya di tengah keraguan yang menyerang hatinya. Apalagi melihat kondisi Joel yang masih tidak menunjukkan perkembangan.Aerline menghela napas panjang, mencoba meredakan beban yang menghimpit dadanya. Angin yang berhembus kencang menggoyangkan ranting-ranting pohon, seolah menggambarkan kegelisahan hatinya yang terus bergemuruh. Langit yang kelabu semakin mempertegas kekosongan yang ia rasakan.Dia memeluk dirinya sendiri, merasakan dinginnya udara yang menusuk kulitnya. Matanya yang sembab menatap tanpa fokus,
Aerline mengenakan pakaian steril yang diberikan oleh perawat, tangannya sedikit gemetar saat menyesuaikan masker di wajahnya. Dengan langkah pelan namun penuh tekad, dia memasuki ruang ICU yang dipenuhi suara mesin medis yang monoton namun menenangkan.Di sana, Joel terbaring lemah di atas tempat tidur dengan berbagai alat medis yang terhubung ke tubuhnya. Wajahnya pucat, namun masih menunjukkan ketampanan yang selalu membuat Aerline jatuh cinta. Hatinya terasa perih melihat pria yang begitu ia cintai berada dalam kondisi seperti ini.Aerline mendekat, menarik kursi dan duduk di samping Joel. Tangannya yang gemetar menyentuh jemari Joel yang terasa dingin di bawah kulitnya. "Joel..." bisiknya lirih. Air matanya jatuh, namun dia segera menghapusnya dengan punggung tangan."Aku di sini... kumohon bertahanlah," ucapnya pelan. "Kalau kamu dengar aku, bangunlah. Aku janji nggak akan lari lagi. Kita akan coba semuanya dari awal... asal kamu tetap di sini."Aerline menggenggam tangan Joel e
“Bagaimana kondisinya, Bang Richard?” tanya Aerline langsung menghampiri Richard yang baru saja keluar ruang operasi. “Perluru di tubuhnya sudah berhasil dikeluarkan dan pendarahan yang terjadipun sudah berhasil di tangani. Tetapi, karena terlalu banyak kehilangan darah, kondisinya masih belum stabil dan masih kritis. Kami akan membawa pasien ke ruang ICU,” jelas Richard di sana.Aerline menelan ludah dengan berat, mencoba menahan emosinya yang hampir meledak. “K-kritiskah?” tanyanya dengan suara bergetar, matanya yang merah menatap penuh harap pada Richard.Richard mengangguk perlahan. “Iya, tetapi kita sudah melewati tahap paling genting di ruang operasi. Sekarang tinggal bagaimana tubuh Joel merespons perawatan berikutnya di ICU.” Kaivan yang berada di samping Aerline, meremas bahu adiknya dengan lembut untuk memberinya kekuatan. “Kamu dengar sendiri, Lin? Operasinya berhasil. Itu langkah besar,” ucapnya mencoba menenangkan Aerline.Namun, Aerline masih sulit m
“Joel, bertahanlah, kumohon... “ Aerline terus memegang tangan Joel yang saat ini berada di atas brankar rumah sakit. Para perawat berjalan cepat sambil mendorong brankar yang ditempati Joel, tangan Aerline yang penuh dengan darah, tidak kunjung terlepas dari tangan Joel. “Kumohon bertahanlah, Joel. Jangan tinggalkan aku,” isaknya.Aerline tak bisa menghentikan tangisnya, suara isakan yang keluar dari tenggorokannya begitu dalam dan penuh penderitaan. Semua yang ada di sekelilingnya seolah menghilang, hanya ada Joel, dan ia ingin sekali menyelamatkannya, meski ia tahu ini adalah hal yang di luar kekuatannya.Mereka sampai di ruang gawat darurat, dan para dokter segera bergerak cepat, memindahkan Joel ke meja perawatan. Aerline dipaksa untuk mundur, namun tangannya tetap terulur, berharap ada sesuatu yang bisa menghubungkannya dengan Joel, yang kini terbaring lemah.Seorang dokter mendekat, mencoba menenangkan Aerline. “Coba tenang, Nona. Kami akan melakuk
“Pak, apa ini masih lama?” tanya Aerline begitu gelisah sambil melihat jam tangan di pergelangan tangannya. Ya, sejak kemarin dia terus merasa bimbang, sampai akhirnya dia memutuskan untuk menemui Joel dan bicara kembali. Ini adalah kesempatan terakhir dari Aerline untuk perasaannya sendiri. Kalau, sekarang situasi kembali seperti sebelumnya, dia memutuskan untuk menyerah walau sebenarnya hatinya masih begitu keras kepala dan ingin terus bersama Joel. “Sepertinya ada perbaikan jalan di depan sana,” ucap sopir taksi. Aerline menyesal karena tidak memakai ojeg online. “Kalau begitu saya turun di sini saja, Pak,” ucap Aerline. “Saya tahu jalan alternatif, Bu. Kalau buru-buru, saya akan coba ambil jalan itu,” ucapnya. “Boleh, Pak, terima kasih.”Aerline membuka tasnya dan mengeluarkan ponsel, mengetikkan pesan singkat kepada Lyman untuk memberi tahu bahwa dia akan segera menuju bandara. Rasanya berat sekali, tetapi dia tahu ini a