Di dalam selnya, Dante mengamati hasil kerjanya melalui mata yang kini bisa menembus batas fisik. Dia bisa melihat bagaimana efek dari tindakannya menyebar luas di luar sana. Suara NEXUS kemudian terdengar di kepalanya.
"Operasi berhasil. Berita tentang sel isolasi penjara Central kini menjadi viral. Publik mulai memberikan tekanan pada pemerintah terkait." Dante tersenyum puas. Dengan kekuatan baru ini, dia tahu bahwa dia bisa mencapai lebih dari sekadar balas dendam. Dia bisa mengubah narasi, memanipulasi informasi, dan memaksa dunia untuk melihat kebenaran yang ingin dia ungkapkan. Kekuatan di dalam dirinya bukan hanya untuk menghancurkan musuh-musuhnya, tetapi juga untuk menciptakan perubahan besar. "Ternyata sehebat itu." Pikirnya. Hari ini, dia telah membuat dunia memperhatikan, dan itu hanyalah langkah awal dalam rencana besarnya. *** Kehebohan akibat berita viral tentang sel isolasi yang tidak manusiawi di Penjara Central segera mengguncang kalangan pejabat terkait. Para pejabat tinggi di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia berkumpul dalam rapat darurat yang dipenuhi ketegangan. Wajah-wajah mereka menegang, masing-masing berusaha memahami seberapa parah dampak dari berita yang sudah tersebar luas itu. Menteri Hukum, seorang pria paruh baya dengan rambut yang mulai memutih, tampak paling gelisah. Dia berdiri di depan ruangan dengan tangan disilangkan, matanya yang lelah menatap layar besar yang menampilkan berita dan unggahan media sosial tentang penjara tersebut. "Ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut!" katanya dengan nada yang tegas. "Kita harus melakukan sesuatu untuk mengendalikan situasi ini, atau kita semua akan terseret ke dalam skandal besar!" Para pejabat lainnya saling berpandangan, mencari-cari jawaban. Wakil Menteri mencoba menenangkan suasana dengan angkat bicara. "Pak Menteri, kita bisa klaim bahwa laporan ini dibesar-besarkan, dan bahwa kondisi sebenarnya tidak seburuk itu. Kita bisa siapkan pernyataan resmi untuk meluruskan berita yang salah." Namun, Direktur Jenderal Pemasyarakatan segera menyela pembicaraannya dengan nada skeptis. "Pernyataan resmi saja tidak akan cukup. Publik sudah marah, dan kita sedang diawasi. Jika kita tidak melakukan sesuatu yang konkret, kita akan kehilangan semua kepercayaan rakyat." Menteri Hukum mengangguk, masih terlihat tidak puas. "Baik, jika begitu, kita harus mengambil langkah cepat. Kita harus memastikan bahwa saat awak media datang untuk memverifikasi berita ini, mereka tidak menemukan apa-apa. Kita harus menutup semua sel isolasi yang disebut dalam berita tersebut, dan segera memindahkan para tahanan ke sel yang lebih layak." Kepala Penjara Central, yang hadir melalui panggilan video, segera mengambil alih. "Saya akan langsung menangani ini, Pak Menteri. Kami akan memastikan bahwa semua sel isolasi ditutup, dan para tahanan dipindahkan ke blok yang lebih baik sebelum kunjungan inspeksi." Perintah itu segera diteruskan ke staf di Penjara Central. Dalam waktu singkat, para sipir penjara mulai bergerak cepat. Seluruh sel isolasi yang berada di blok bawah penjara diperiksa dengan seksama. Para tahanan yang mendekam di dalamnya, mereka yang telah mengalami penderitaan dalam kegelapan dan kesendirian, segera dipindahkan ke sel lain yang lebih baik, dengan fasilitas yang lebih layak dan penerangan yang memadai. Di tengah proses pemindahan tersebut, para tahanan yang baru saja dipindahkan merasa kebingungan. Beberapa dari mereka tidak percaya pada perubahan mendadak, sementara yang lain hanya bisa menerima nasib, berusaha memahami apa yang sebenarnya terjadi. Dante, yang masih berada dalam sel isolasi, melihat ada aktifitas yang tergesa-gesa, ketika suara-suara langkah kaki dan instruksi tegas terdengar mendekat. Pintu besi sel isolasinya terbuka dengan bunyi berdecit yang keras, dan dua penjaga dengan tergesa-gesa menariknya keluar. "Bangun! Kau dipindahkan ke sel lain," salah satu penjaga berteriak. Dante tahu bahwa kekuatan baru yang dimilikinya harus disembunyikan dari siapapun, terutama dari penjaga penjara dan para dokter yang mungkin akan mencurigai kondisinya. Ketika para penjaga membawanya keluar dari sel isolasi yang gelap, dia berusaha menjaga wajahnya tetap pucat dan menahan diri untuk tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa tubuhnya telah sembuh total. Sesaat sebelum mereka tiba di sel baru, Dante tiba-tiba menjatuhkan diri ke lantai dan mulai mengerang kesakitan. Dia meringkuk dengan ekspresi wajah yang tampak pucat. Sambil memegangi bagian rusuknya, seolah masih dalam penderitaan hebat. Para penjaga yang melihatnya segera panik. "Hei, ada apa dengannya?" salah satu penjaga berteriak. "Dia terlihat sangat kesakitan! Bawa dia ke rumah sakit sekarang!" yang lain menanggapi, dan tanpa pikir panjang, mereka segera membawa Dante ke klinik penjara yang terhubung dengan rumah sakit terdekat. Dalam perjalanan, Dante terus berpura-pura lemah, mengatur nafasnya dengan berat dan sesekali batuk untuk memperkuat kesan bahwa dia masih dalam kondisi kritis. Para dokter yang melihat kondisinya segera memutuskan untuk memindahkannya ke rumah sakit agar bisa mendapat perawatan lebih lanjut. Di rumah sakit, Dante ditempatkan di ruang perawatan intensif. Para dokter mulai melakukan serangkaian pemeriksaan dan tes untuk mengetahui kerusakan yang terjadi pada tubuhnya. Namun, Dante tidak khawatir, karena NEXUS ada di sisinya. "NEXI," bisik Dante dalam pikirannya, memastikan bahwa tidak ada yang mendengar percakapannya, "lakukan tugasmu agar mereka tidak mengetahui kondisiku yang sebenarnya." "Baik, Dante," jawab NEXUS dengan nada tenang. "Aku akan menangani semuanya." NEXUS segera mengakses sistem medis rumah sakit, memanipulasi data dan hasil tes secara diam-diam. Ketika dokter melihat hasil diagnosa di layar komputer, mereka percaya bahwa Dante masih dalam kondisi kritis, dengan beberapa tulang rusuk yang retak dan organ dalam yang rusak parah. Data yang menutupi kenyataan, bahwa tubuh Dante telah pulih berkat kemampuan NEXUS. Kepala Penjara terus memberikan instruksi tegas. "Pastikan semua tanda-tanda penyiksaan di sel isolasi dihapus. Bersihkan semua bukti yang bisa digunakan untuk memperkuat berita itu. Ketika Tuan Menteri dan awak media datang, aku tidak mau ada yang mencurigakan!" Para sipir bekerja tanpa henti, menghapus jejak-jejak penderitaan yang ada di sel isolasi. Mereka mengganti jeruji besi yang berkarat, mengecat ulang dinding yang penuh noda, dan membersihkan lantai yang dulu dipenuhi darah dan kotoran. Tidak ada detail yang terlewatkan. Kepala Penjara mendekati salah satu penjaga seniornya. "Pastikan semua tahanan ini tahu apa yang harus mereka katakan ketika ditanya. Kita tidak boleh membuat masalah ini semakin besar." Penjaga senior itu mengangguk, lalu segera bergerak untuk mengkoordinasikan para penjaga lainnya, memastikan bahwa para tahanan akan memberikan kesaksian yang telah diatur. Keesokan harinya, ketika pejabat berwenang dan tim media tiba untuk melakukan inspeksi, mereka disambut dengan sel-sel penjara yang tampak bersih dan terawat. Para tahanan yang diwawancarai memberikan kesaksian berbeda dari berita yang viral, seolah-olah tidak ada yang salah dengan penjara itu.Keadaan di alun-alun desa masih kacau. Polisi dan anak buah Matteo saling baku tembak, sementara warga desa berlarian mencari perlindungan. Di tengah kekacauan itu, Matteo menarik Lorenzo dengan paksa, menyeretnya keluar dari kerumunan. "Kau ikut denganku, Lorenzo," desis Matteo, mencengkeram lengan Lorenzo dengan kuat. "Kali ini kau tidak akan bisa lari dariku." Lorenzo, dengan wajah bingung dan polos, hanya mengeluh pelan. "Kepalaku sakit... Lepaskan aku, aku mau kembali ke Alex." "Diam!" Matteo membentak, menarik Lorenzo lebih kasar. Sementara itu, Dante yang masih berlutut dengan tangan terikat meronta dengan marah. "Alfonso! Tolong lepaskan aku, cepat!" Serunya dengan nada mendesak. Alfonso berlari mendekat, dengan tangan gemetar melepaskan ikatan di pergelangan Dante. "Mereka membawa Lorenzo pergi," katanya cemas. Begitu tangannya bebas, Dante bangkit dengan tergesa, tubuhnya masih terasa lemah akibat luka-lukanya. "Nexus," gumamnya, suaranya rendah dan dingin. "Pulih
Matteo menghentikan gerakannya, menoleh dengan alis terangkat. Dari kerumunan, seorang pria berlari dengan langkah tidak stabil ke tengah alun-alun. Rambutnya panjang, kusut, menutupi sebagian wajahnya yang kotor. Tapi saat dia mendekat, Matteo terkejut."Lorenzo? Kau masih hidup?" Gumam Matteo dengan nada tidak percaya. Lorenzo berdiri di depan Dante, kedua lengannya terbuka lebar, seperti ingin melindungi sahabatnya. Wajahnya tampak polos, bahkan matanya menunjukkan kebingungan seperti anak kecil. "Tidak! Jangan pukul temanku!" Katanya dengan suara melengking. Dante yang sudah setengah sadar mengangkat kepalanya perlahan, melihat Lorenzo berdiri di depannya. "Enzo…?" Bisiknya pelan, matanya melebar. Matteo menatap Lorenzo dengan ekspresi bingung, lalu tiba-tiba tertawa keras, penuh kemenangan. "Jadi ini benar kau, Lorenzo? Pemimpin besar Serigala Malam? Lihat dirimu sekarang, tidak lebih dari seorang idiot yang bahkan tidak tahu bagaimana melindungi dirinya sendiri!" Lorenzo
Warga desa menjerit dan menangis, beberapa mencoba berlutut dan memohon kepada Matteo. "Kami tidak tahu apa-apa! Tolong lepaskan kami" Seru seorang pria tua dengan suara bergetar. "Diam!" Bentak Matteo, menendang pria tua itu hingga jatuh ke tanah. Dante, yang bersembunyi di balik tumpukan karung jerami, menahan emosi. Dia mengatur napas, matanya menyipit memandang Matteo dari kejauhan. "Nexus, beri aku rute terbaik untuk mendekatinya, tanpa membahayakan warga desa," bisik Dante dalam hati. "Aku akan mengalihkan perhatian penjaga terdekat," jawab Nexus. "Bersiaplah." Sementara Matteo terus mengancam, Dante memanfaatkan keributan itu untuk melumpuhkan dua penjaga lainnya dengan cepat. Dia bergerak seperti bayangan, melumpuhkan setiap target tanpa suara. Ketika Matteo sadar bahwa hampir semua anak buahnya lenyap, dia menjadi semakin panik dan marah. "Keluar kau, pengecut!" Teriaknya lagi, kali ini sambil melepaskan tembakan ke udara. "Aku pasti akan menangkap dan mencincang
Pagi itu, Lorenzo masih belum sadarkan diri. Alfonso seperti biasa mengganti perban dengan telaten."Dia sangat kuat," ujar Alfonso sambil mengikat perban dengan hati-hati. "Tapi kondisinya tetap harus diawasi. Luka barunya cukup dalam." Dante menghela nafas panjang, "Aku tahu Enzo kuat, tapi tetap saja... melihatnya seperti ini membuatku merasa bersalah."Alfonso menoleh, menepuk bahu Dante dengan lembut. "Kau sudah melakukan lebih dari cukup, anak muda. Kadang, kita hanya bisa menunggu dan berharap."Sambil membereskan kotak obat, Alfonso kembali bicara, “Ngomong-ngomong, tadi di pasar, Rose mendengar berita yang sedang hangat dibahas warga desa, yaitu tentang kediaman Ernesto yang terbakar habis bersama semua penghuninya,” Alfonso melirik Dante, “Alex apa kau yang…”“Kakek, apa menurutmu mereka tidak pantas menerima hukuman dari kejahatan mereka terhadap kalian selama ini?”“Tidak, aku tidak bilang begitu. Justru sebaliknya, apa kau tahu jika warga desa menganggap orang yang sudah
Dante mengangkat kedua tangannya perlahan, tapi matanya tetap menatap Ernesto tanpa rasa takut. "Kau lupa satu hal, Ernesto," kata Dante dengan suara rendah. "Untuk menghadapi orang sepertimu, aku tidak pernah bermain adil." Detik berikutnya, lampu di ruangan itu mendadak padam, suasana menjadi gelap gulita, dan suara perintah dari Nexus terdengar di kepala Dante. "Sekarang!" Kemampuan indra penglihatan Dante yang bisa melihat dalam gelap kembali aktif.Pertarungan sengit pun dimulai, Dante bergerak cepat seperti hantu di antara bayangan samar, anak buah Ernesto tumbang satu per satu, sementara Nexus terus memandu langkahnya. Meski kalah jumlah, Dante tidak akan menyerah sampai Lorenzo aman. “Kalian sudah melihat wajah Lorenzo, hanya mayat yang tidak akan banyak bicara. Jadi kalian semua harus mati,” gumam Dante.Dante memanfaatkan amunisi dan bahan peledak yang disimpan di kediaman Ernesto. Setelah memastikan Lorenzo berada di tempat aman, Dante menyalakan sumbu peledak dan me
Langkah Dante dan Mariana terhenti ketika melihat sesuatu yang tidak biasa. Pintu rumah terbuka lebar, dan barang-barang terlihat berserakan di halaman depan. "Ya Tuhan, apa yang terjadi?" Tanya Mariana dengan suara gemetar. Dante mempercepat langkahnya, meletakkan belanjaan di teras, dan langsung menuju pintu masuk. "Tetap di belakangku," katanya tegas, melindungi Mariana dari kemungkinan bahaya. Saat mereka masuk, pemandangan di ruang tamu membuat Dante terkejut. Meja kayu kecil terbalik, kursi-kursi berserakan, dan beberapa pecahan gelas berserakan di lantai. Tidak jauh, Alfonso tergeletak di lantai dengan wajah penuh luka dan napas tersengal. "Kakek!" Dengan panik Mariana berlari mendekat, berlutut di samping Alfonso. Rose, yang duduk di lantai memegangi kepala Alfonso di pangkuannya, menangis tersedu-sedu. "Mereka datang secara tiba-tiba... mereka melukai Alfonso dan mengambil Enzo," katanya dengan suara gemetar. "Apa yang terjadi? Siapa mereka?" Tanya Dante sambil mem