Dante Corsetti, seorang jaksa muda dengan karier gemilang, tiba-tiba terjebak dalam skandal besar yang mengguncang hidupnya. Dante dijebloskan ke penjara atas tuduhan yang tak pernah ia lakukan. Dia dihadapkan pada ancaman kekerasan dan kematian di balik jeruji penjara, oleh orang-orang di dalam sel yang di kirim oleh musuhnya. Namun, di tengah kegelapan, sebuah kekuatan misterius datang, memberinya kemampuan luar biasa: akses ke kebenaran tersembunyi di seluruh dunia. Dengan kemampuan barunya, Dante merencanakan balas dendam terhadap mereka yang menghancurkan hidupnya, tetapi jalannya menuju keadilan membawanya ke dunia bawah yang penuh bahaya, di mana kekuasaan dan moralitas bersimpangan. Di penjara dia bersekutu dengan Lorenzo Sabatini, bos mafia pemimpin organisasi internasional, yang secara tak terduga melihat potensi dalam diri Dante. Dalam perjalanan penuh bahaya ini, Dante terjebak dalam cinta segitiga yang rumit antara Sofia, seorang intel cantik yang ditugaskan untuk mengawasi Lorenzo beserta organisasinya, dan Alessandra, putri Lorenzo, yang menyembunyikan hati yang terluka di balik kehidupan mafia. Sofia melihat Dante sebagai kesempatan untuk memperbaiki dunia yang rusak, sementara Alessandra melihatnya sebagai jalan keluar dari kegelapan hidup yang diwariskan ayahnya. Di tengah pengkhianatan, ambisi, dan cinta, Dante Corsetti akan belajar bahwa tidak ada kebenaran yang datang tanpa harga. Dante harus memilih antara keadilan yang diperjuangkan Sofia dan kebebasan yang ditawarkan Alessandra, di tengah permainan kekuasaan yang mematikan dan penuh tipu muslihat. Dalam pertarungan antara hati dan pikiran. Dalam cinta, kebenaran, dan balas dendam siapa yang akan akan menang? Dan siapa yang akan berdiri di sisinya saat permainan ini berakhir?
View MorePenjara itu gelap dan suram, dengan dinding-dinding beton yang dingin dan lembab. Bau apek dan keringat bercampur dengan aroma besi berkarat memenuhi udara. Suara tetesan air terdengar monoton dari atap yang bocor seolah menjadi satu-satunya suara yang hidup di tempat itu.
Di salah satu sudut penjara, lampu berkedip-kedip, menciptakan bayangan yang bergerak seperti hantu di sepanjang lorong sempit. Udara dingin menusuk, namun tubuh Dante sudah terlalu lelah dan penuh luka untuk merasakan dinginnya. Wajah Dante penuh lebam, darah mengalir dari hidung dan mulutnya yang robek. Sundutan rokok terlihat di beberapa bagian tubuhnya. Cahaya lampu yang redup di atas kepalanya berkelip-kelip, menambah suasana menyeramkan yang mencekam. Lima orang berseragam sipir penjara berdiri di depannya, wajah mereka penuh amarah dan kebengisan. Salah satu dari mereka mengayunkan tongkat besi dengan kekuatan penuh, menghantam tulang rusuk Dante. Terdengar bunyi retakan dari tulang yang patah, dan tubuhnya terlempar ke samping, menghantam tembok dengan keras. Sebelum dia bisa mencoba bangkit, tendangan keras menghantam perutnya, membuatnya terlipat dua dan memuntahkan darah. Dante menggeliat, mencoba melindungi dirinya dari pukulan dan tendangan yang datang bertubi-tubi. Setiap serangan membawa rasa sakit baru, dan tubuhnya seakan lumpuh. Ketika dia berpikir tidak ada yang lebih buruk lagi, salah satu penjaga mengeluarkan alat setrum. Mereka memaksa Dante untuk tengkurap di lantai, lalu menyetrum tubuhnya dengan arus listrik tegangan tinggi. Mulut Dante di sumpal kain hingga jeritan kesakitan tidak terdengar, hanya erangan memilukan saat listrik mengalir melalui setiap sel di tubuhnya. Rasa panas yang menyiksa menjalar dari ujung kaki hingga ke ujung kepala, otot-ototnya menegang tak terkendali, matanya terbelalak dengan kengerian yang tak terkatakan. Dunia di sekitarnya mulai berputar, suara deru arus listrik memenuhi telinganya, dan pandangannya menjadi buram. Di tengah siksaan itu, saat tubuh Dante terkulai lemas di lantai. Dia tak bisa bergerak, hanya mampu mengerang lemah. Namun, sesuatu yang aneh terjadi. Sebuah kilatan cahaya biru disertai suara asing tiba-tiba terdengar di kepalanya. Suara itu dingin, logis, dan tak berperasaan, seperti mesin yang berbicara langsung ke dalam pikirannya. "Integrasi sistem dimulai... NeuroCore aktif." Dante tidak tahu dari mana suara itu berasal, tetapi dalam keputusasaan di antara sadar dan tidak, sekilas bayangan kedua orang tua dan dua adiknya melintas, membuatnya termotivasi untuk tidak menyerah. "Dante Corsetti," suara itu memanggil namanya dengan nada yang penuh kekuatan. "Apakah kau ingin bertahan hidup?" Dia tidak punya pilihan selain menjawab "Ya." Dengan satu kata itu, cukup untuk membuat rasa sakit di tubuhnya berubah menjadi sesuatu yang lain, sesuatu yang lebih hebat dan lebih kuat. Gelombang listrik yang mengalir ke seluruh tubuhnya kemudian berubah menjadi energi yang dialihkan ke otaknya. Di dalam pikirannya, sesuatu mulai terbentuk, seperti aliran data yang masuk tanpa henti, menata dirinya menjadi pola yang kompleks dan tak terduga. Otaknya terasa seperti terbakar oleh gelombang energi baru yang menyentuh setiap sarafnya. Sebuah sistem AI misterius mulai berintegrasi dengan pikiran Dante, memberinya kemampuan untuk menganalisis informasi dengan kecepatan yang tak terbayangkan, meretas jaringan, dan mengakses data rahasia dari mana saja. Sistem AI tersebut menamai dirinya ‘Nexus NeuroCore’, Nama yang mencerminkan integrasi mendalam antara sistem AI dengan otak Dante, menciptakan kekuatan baru yang menghubungkan berbagai informasi, kemampuan analis, dan strategi balas dendam yang kompleks. Semua berpusat pada kontrol dan manipulasi informasi pada tingkat neurologis. ‘Neuro’ merujuk pada otak dan sistem saraf, sementara ‘Core’ mengindikasikan bahwa AI ini sebagai titik pusat di mana semua kekuatan dan pengetahuan berkumpul, menjadi inti dari transformasi yang menjadi kekuatan baru tak terhentikan dan mengubah hidup Dante. Kekuatan yang bisa mengubah segalanya. “Halo Nexi disini," suara itu berbisik. "Aku akan membimbingmu keluar dari kegelapan ini, Dante. Bersiaplah, karena waktumu untuk membalas dendam akan segera tiba." Dante telah berubah seluruhnya, dan saat nanti dia membuka matanya, dia bukan lagi pria yang sama. Dia adalah seseorang yang telah bersatu dengan kekuatan yang tidak terbayangkan, siap untuk bangkit dari kehancuran dan menghancurkan mereka yang telah mencoba menghancurkannya. Dia lebih dari sekadar manusia biasa, tapi sebuah senjata yang siap membalas semua musuhnya. Setelah disiksa hingga sekarat, tubuh Dante yang tak berdaya diseret melalui koridor penjara yang panjang dan suram menuju sel isolasi yang terletak di bagian paling bawah penjara. Kedua kakinya yang lemah meninggalkan jejak darah yang menetes dari luka-lukanya di lantai yang dingin. Sipir penjara tidak mengucapkan sepatah kata pun, hanya tertawa kecil melihat penderitaannya yang mengenaskan. Mereka akhirnya tiba di depan sebuah pintu besi tua yang berkarat, pintu yang hanya digunakan untuk para tahanan yang dianggap paling berbahaya atau sudah tidak lagi memiliki harapan untuk hidup dan menghirup udara bebas. Sel tersebut terasing, jauh dari jangkauan tahanan lain dan pengawasan normal. Hanya ada sedikit cahaya yang masuk melalui celah kecil di pintu besi tebal yang menutup rapat, menciptakan suasana yang begitu kelam. Dengan suara berderit keras, pintu besi itu dibuka, memperlihatkan sebuah sel isolasi yang sempit dan gelap. Tidak ada jendela, hanya dinding beton. Udara di dalamnya lembab dan dingin, berbau tidak sedap dan pengap, seakan-akan ruangan itu telah menyerap penderitaan dari mereka yang pernah mendekam di sana. Mereka melemparkan tubuh Dante ke dalam sel dengan kasar, membuatnya terhempas ke lantai tanpa ampun. Dia tergeletak diam, terlalu lemah untuk bergerak, hanya bisa merasakan rasa sakit yang menyebar ke seluruh tubuhnya. Setiap tarikan nafas terasa seperti menyedot pecahan kaca ke dalam paru-parunya, begitu menyiksa. Pintu besi berat ditutup dengan bunyi gemerincing, mengunci Dante dalam kegelapan yang pekat. Nafasnya terengah-engah, dadanya berdenyut hebat di sekitar tulang rusuknya yang patah. Setiap tarikan nafas adalah siksaan, membawa rasa sakit yang luar biasa. Namun, di dalam kegelapan yang sunyi itu, sesuatu mulai terjadi. NEXUS, sistem AI misterius yang kini terhubung dengan otaknya, mulai aktif bekerja. Tanpa peringatan, sebuah sensasi dingin yang aneh mulai merayap di seluruh tubuh Dante, dimulai dari tulang rusuknya yang remuk. Rasa dingin itu dengan cepat berubah menjadi sensasi panas yang menyebar, tapi bukan panas yang menyakitkan, melainkan panas yang membawa rasa nyaman, seolah-olah seluruh tubuhnya sedang diregenerasi dari dalam. Secara perlahan, tulang rusuk yang hancur mulai menyatu kembali, diikuti oleh otot dan jaringan yang menyelimutinya. Luka-luka yang menganga di kulitnya perlahan mulai menutup, jaringan-jaringan kulit tumbuh kembali dengan cepat, menghapus semua tanda-tanda kekerasan yang baru saja dialaminya.Keadaan di alun-alun desa masih kacau. Polisi dan anak buah Matteo saling baku tembak, sementara warga desa berlarian mencari perlindungan. Di tengah kekacauan itu, Matteo menarik Lorenzo dengan paksa, menyeretnya keluar dari kerumunan. "Kau ikut denganku, Lorenzo," desis Matteo, mencengkeram lengan Lorenzo dengan kuat. "Kali ini kau tidak akan bisa lari dariku." Lorenzo, dengan wajah bingung dan polos, hanya mengeluh pelan. "Kepalaku sakit... Lepaskan aku, aku mau kembali ke Alex." "Diam!" Matteo membentak, menarik Lorenzo lebih kasar. Sementara itu, Dante yang masih berlutut dengan tangan terikat meronta dengan marah. "Alfonso! Tolong lepaskan aku, cepat!" Serunya dengan nada mendesak. Alfonso berlari mendekat, dengan tangan gemetar melepaskan ikatan di pergelangan Dante. "Mereka membawa Lorenzo pergi," katanya cemas. Begitu tangannya bebas, Dante bangkit dengan tergesa, tubuhnya masih terasa lemah akibat luka-lukanya. "Nexus," gumamnya, suaranya rendah dan dingin. "Pulih
Matteo menghentikan gerakannya, menoleh dengan alis terangkat. Dari kerumunan, seorang pria berlari dengan langkah tidak stabil ke tengah alun-alun. Rambutnya panjang, kusut, menutupi sebagian wajahnya yang kotor. Tapi saat dia mendekat, Matteo terkejut."Lorenzo? Kau masih hidup?" Gumam Matteo dengan nada tidak percaya. Lorenzo berdiri di depan Dante, kedua lengannya terbuka lebar, seperti ingin melindungi sahabatnya. Wajahnya tampak polos, bahkan matanya menunjukkan kebingungan seperti anak kecil. "Tidak! Jangan pukul temanku!" Katanya dengan suara melengking. Dante yang sudah setengah sadar mengangkat kepalanya perlahan, melihat Lorenzo berdiri di depannya. "Enzo…?" Bisiknya pelan, matanya melebar. Matteo menatap Lorenzo dengan ekspresi bingung, lalu tiba-tiba tertawa keras, penuh kemenangan. "Jadi ini benar kau, Lorenzo? Pemimpin besar Serigala Malam? Lihat dirimu sekarang, tidak lebih dari seorang idiot yang bahkan tidak tahu bagaimana melindungi dirinya sendiri!" Lorenzo
Warga desa menjerit dan menangis, beberapa mencoba berlutut dan memohon kepada Matteo. "Kami tidak tahu apa-apa! Tolong lepaskan kami" Seru seorang pria tua dengan suara bergetar. "Diam!" Bentak Matteo, menendang pria tua itu hingga jatuh ke tanah. Dante, yang bersembunyi di balik tumpukan karung jerami, menahan emosi. Dia mengatur napas, matanya menyipit memandang Matteo dari kejauhan. "Nexus, beri aku rute terbaik untuk mendekatinya, tanpa membahayakan warga desa," bisik Dante dalam hati. "Aku akan mengalihkan perhatian penjaga terdekat," jawab Nexus. "Bersiaplah." Sementara Matteo terus mengancam, Dante memanfaatkan keributan itu untuk melumpuhkan dua penjaga lainnya dengan cepat. Dia bergerak seperti bayangan, melumpuhkan setiap target tanpa suara. Ketika Matteo sadar bahwa hampir semua anak buahnya lenyap, dia menjadi semakin panik dan marah. "Keluar kau, pengecut!" Teriaknya lagi, kali ini sambil melepaskan tembakan ke udara. "Aku pasti akan menangkap dan mencincang
Pagi itu, Lorenzo masih belum sadarkan diri. Alfonso seperti biasa mengganti perban dengan telaten."Dia sangat kuat," ujar Alfonso sambil mengikat perban dengan hati-hati. "Tapi kondisinya tetap harus diawasi. Luka barunya cukup dalam." Dante menghela nafas panjang, "Aku tahu Enzo kuat, tapi tetap saja... melihatnya seperti ini membuatku merasa bersalah."Alfonso menoleh, menepuk bahu Dante dengan lembut. "Kau sudah melakukan lebih dari cukup, anak muda. Kadang, kita hanya bisa menunggu dan berharap."Sambil membereskan kotak obat, Alfonso kembali bicara, “Ngomong-ngomong, tadi di pasar, Rose mendengar berita yang sedang hangat dibahas warga desa, yaitu tentang kediaman Ernesto yang terbakar habis bersama semua penghuninya,” Alfonso melirik Dante, “Alex apa kau yang…”“Kakek, apa menurutmu mereka tidak pantas menerima hukuman dari kejahatan mereka terhadap kalian selama ini?”“Tidak, aku tidak bilang begitu. Justru sebaliknya, apa kau tahu jika warga desa menganggap orang yang sudah
Dante mengangkat kedua tangannya perlahan, tapi matanya tetap menatap Ernesto tanpa rasa takut. "Kau lupa satu hal, Ernesto," kata Dante dengan suara rendah. "Untuk menghadapi orang sepertimu, aku tidak pernah bermain adil." Detik berikutnya, lampu di ruangan itu mendadak padam, suasana menjadi gelap gulita, dan suara perintah dari Nexus terdengar di kepala Dante. "Sekarang!" Kemampuan indra penglihatan Dante yang bisa melihat dalam gelap kembali aktif.Pertarungan sengit pun dimulai, Dante bergerak cepat seperti hantu di antara bayangan samar, anak buah Ernesto tumbang satu per satu, sementara Nexus terus memandu langkahnya. Meski kalah jumlah, Dante tidak akan menyerah sampai Lorenzo aman. “Kalian sudah melihat wajah Lorenzo, hanya mayat yang tidak akan banyak bicara. Jadi kalian semua harus mati,” gumam Dante.Dante memanfaatkan amunisi dan bahan peledak yang disimpan di kediaman Ernesto. Setelah memastikan Lorenzo berada di tempat aman, Dante menyalakan sumbu peledak dan me
Langkah Dante dan Mariana terhenti ketika melihat sesuatu yang tidak biasa. Pintu rumah terbuka lebar, dan barang-barang terlihat berserakan di halaman depan. "Ya Tuhan, apa yang terjadi?" Tanya Mariana dengan suara gemetar. Dante mempercepat langkahnya, meletakkan belanjaan di teras, dan langsung menuju pintu masuk. "Tetap di belakangku," katanya tegas, melindungi Mariana dari kemungkinan bahaya. Saat mereka masuk, pemandangan di ruang tamu membuat Dante terkejut. Meja kayu kecil terbalik, kursi-kursi berserakan, dan beberapa pecahan gelas berserakan di lantai. Tidak jauh, Alfonso tergeletak di lantai dengan wajah penuh luka dan napas tersengal. "Kakek!" Dengan panik Mariana berlari mendekat, berlutut di samping Alfonso. Rose, yang duduk di lantai memegangi kepala Alfonso di pangkuannya, menangis tersedu-sedu. "Mereka datang secara tiba-tiba... mereka melukai Alfonso dan mengambil Enzo," katanya dengan suara gemetar. "Apa yang terjadi? Siapa mereka?" Tanya Dante sambil mem
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments