Home / Pendekar / Jalan Pendekar / Burung Berenang dan Ikan Terbang Lebih Masuk Akal

Share

Burung Berenang dan Ikan Terbang Lebih Masuk Akal

Author: Bangaw
last update Last Updated: 2021-10-28 13:41:31

Seorang pemuda baru saja terbangun dari tidurnya, dengan sedikit kantuk ia menghampiri meja makan yang tidak jauh dari tempat ia tidur. 

Dengan sedikit menguap ia membuka tudung saji yang berisi makanan kemarin malam. Ia pun melahap ubi rebus tersebut walau sudah sedikit aneh rasanya, tapi ia yakin tetap bisa memberinya sedikit tenaga di hari itu. 

 "Hoaaah. Misi apa yang akan diberikan kakek tua itu ya. Pasti misi-misi rendahan lagi. Kalau begitu kapan aku menjadi kuatnya," gumamnya sambil menyantap makanan paginya. 

 Setelah merasa cukup kenyang ia pergi ke bagian belakang rumahnya untuk sedikit membersihkan diri. 

 Pemuda itu adalah Abimana Yasa, ia adalah pemuda 19 tahun dengan paras yang cukup tampan. Rambutnya pendek dan terlihat berantakan, ia tidak peduli memusingkan hal itu. Justru ia merasa aneh jika merapikan rambutnya. 

 Abimana berdiri di depan cermin sambil memakai pakaian pendekarnya yang berwarna abu-abu. Ia mengakhirinya dengan memakai sabuk di pinggangnya.

Sabuk yang dimiliki oleh setiap pendekar di desanya. Tepat di ujung sabuk tersebut terdapat ukiran yang terlihat seperti api, itu adalah simbol kerajaan yang ia bela atau tempat ia mengabdi.

Kerajaan Geni, salah satu dari lima kerajaan besar di daratan Jawa. Dan di punggung pakaian pendekarnya terdapat titik hitam cukup besar. Itu adalah simbol dari keluarganya. Keluarga Yasa.

"Yah! Aku sudah siap hari ini untuk melakukan misi! Hari ini aku akan menuntut kakek tua itu untuk memberikan misi yang berbahaya agar aku menjadi jauh lebih kuat! Lalu menjadi Raja suatu hari nanti!" ucap Abimana bersemangat berkata kepada bayangannya di cermin. 

Setelah merasa sudah siap memulai hari Abimana pun keluar dari rumahnya. Ia hendak berjalan ke balai desa tempat para pendekar mendapatkan misi yang diberikan kepala desa. 

Dengan sedikit bernyanyi-nyanyi Abimana berjalan ke tempat tujuannya tapi kemudian ia dikagetkan oleh seorang pria sepuh dengan tongkat berdiri tersenyum di pinggir jalan. Abimana tahu siapa kakek itu, ia adalah salah satu tetangganya. Abimana sangat mengenalinya karena ia merasa kakek itu seolah sengaja menunggunya setiap pagi di sana hanya untuk mengoloknya. 

 "Cih. Kakek itu lagi!" gerutu Abimana sambil terus berjalan seolah-olah tidak melihat sama sekali.

 "Hey Abimana? Mau kemana kau? Menjalankan misi? Apakah kau sudah menjadi Raja hari ini? Haha." Pria sepuh itu tertawa gelak setelah mengolok Abimana. Beberapa orang yang lewat yang sempat mendengar pun tidak bisa menahan tawa, mereka sangat terhibur dengan ocehan pria sepuh itu. 

 Sudah Abimana duga, walau pun ia pura-pura tidak melihat pasti pria sepuh itu tetap memancingnya. 

 "Hey kakek! Lebih baik berdoa saja agar usiamu panjang agar kau suatu hari nanti bisa melihat Abimana Yasa ini menjadi Raja!" balas Abimana lantang. 

 Kakek tersebut semakin gelak. "Jika usiaku diberikan seratus tahun atau dua ratus tahun lagi pun kau tidak akan bisa menjadi Raja wahai Abimana!"

Orang-orang yang mendengar semakin tertawa cekikikan. Tapi Abimana berusaha tidak peduli walau hatinya sedikit sakit. "Cih. Awas saja kalian nanti!" umpat Abimana sambari terus berjalan dengan mempercepat langkahnya. 

Pria sepuh itu mengolok Abimana bukan tanpa alasan, ia ingin membuka pikiran Abimana karena untuk menjadi Raja harus memiliki garis keturunan Raja sebelumnya atau disebut pangeran.

Tidak akan bisa rakyat biasa seperti Abimana menjadi Raja. Apalagi ia berlatar belakang keluarga Yasa, termasuk nama keluarga yang tidak terpandang dan sangat asing. 

Jadi mustahil bagi Abimana untuk menjadi Raja, burung berenang dan ikan terbang lebih masuk akal bagi warga Desa Asoka. Sehingga Abimana yang sering mengutarakan cita-citanya tersebut selalu menjadi bahan olok-olok tetangga atau warga desa yang lain.

 "Awas saja. Awas saja. Aku akan menjadi Raja nanti," gumam Abimana sepanjang perjalanan. Suasana hatinya jadi memburuk karena ocehan tetangganya beberapa saat yang lalu. 

 Tapi kemudian seseorang merangkulnya saat ia sibuk menggerutu. 

 "Abimana kenapa kau sudah begitu di pagi hari yang cerah seperti ini?" ucap orang yang merangkulnya. 

 "Gu..guru Lingga?" balas Abimana. 

 Pria yang merangkul Abimana tersebut adalah Lingga. Pria paruh baya dengan rambut sebahu tapi dikucir satu itu adalah guru kelas saat Abimana masih belajar di perguruan sebelum menjadi pendekar.

Lingga sangat dekat dengan Abimana, Abimana adalah murid tersayang Lingga. Bukan karena keahlian atau keterampilan Abimana. Hanya saja ia merasa Abimana berbeda dari pada muridnya yang lain. Lingga pun sudah tahu kenapa muridnya itu memiliki wajah gusar padahal hari masih pagi. 

"Jangan dipikirkan, jika kau yakin maka tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini," ucap Lingga tersenyum sangat tulus kepada Abimana. 

"Gu..guru.." mata Abimana sontak berkaca-kaca. Dari sekian banyak manusia di desanya hanya Lingga yang percaya dengan impiannya yang menjadi Raja.

Lingga selain menjadi sosok guru, ia juga sudah seperti orangtua angkat bagi Abimana menggantikan sosok orangtua kandungnya yang ia sendiri tidak tahu apa kabarnya. Sehingga Abimana sangat menaruh hormat yang tinggi kepada Lingga. 

 "Tentu saja Guru! Aku akan menjadi Raja terbaik dari pada Raja yang pernah ada!" 

 Lingga tertawa sambil memukul kepala Abimana dengan pelan. "Kalau begitu kau harus banyak belajar tentang segala hal. Berhentilah menjadi pemalas!"

 "Hehe baik Guru," ucap Abimana sambil mengelus kepalanya yang sedikit sakit. Sejenak Abimana teringat bahwa ia adalah murid paling rendah nilainya saat lulus dari perguruan silat.

Ia sempat berpikir apakah ia memang pantas lulus atau Guru Lingga meluluskannya karena kasihan.

Hal ini juga yang membuat Abimana sering di olok-olok siapapun yang mengenalnya. Karena ia terkenal dengan kebodohanya tapi selalu cakap besar bahwa ingin sekali menjadi Raja. 

 "Yasudah semangat menjalankan misi hari ini. Jangan pilih-pilih, syukuri saja apapun misi yang diberi," ucap Lingga saat hendak berpisah dengan Abimana. Karena perguruan sudah di depan mata sedangkan tujuan Abimana masih jauh. 

 "Hehe baik guru. Semangat juga mengajarnya!" balas Abimana melambai penuh girang. Tentu saja bukan itu yang akan Abimana lakukan.

Ia sudah berniat memprotes Kepala Desa yang kerap memberinya misi gampangan. Tapi tidak akan ia beritahu kepada gurunya karena tentu saja pasti ia akan dimarahi panjang kali lebar karena hal itu. 

 Abimana pun melanjutkan perjalanannya menuju balai desa. Tanpa sadar ia sudah melewati wilayah ramai. Sekarang ia sedang menyusuri jalan sepi desa menuju balai. Tapi kemudian keheningannya terganggu saat mendengar suara kereta kuda yang rasanya sangat terburu-buru. 

 "Hiyah! Hiyah!"

Seorang kusir memacu kereta kudanya dengan sangat cepat seolah sedang dikejar sesuatu. Roda kayu kereta menghantam kerikil jalanan dengan putaran sangat cepat.

 Kereta kuda tersebut melintas di jalan yang berbeda dengan Abimana. Jalan tersebut tepat di sampingnya yang hanya di batasi tanaman bambu yang lebat. 

 Tidak lama kereta kuda itu melewatinya dengan sangat cepat. Benar saja di belakangnya seorang penunggang kuda dengan berpakaian serba hitam memacu kudanya tidak kalah cepat seolah ingin menyusul kereta di depannya. 

 Dalam bayang-bayang tanaman bambu Abimana begitu penasaran apa sebenarnya yang terjadi. Ia pun ikut berlari mengejar penunggang kuda berpakaian serba hitam itu. Hingga akhirnya ia mendapati sebuah celah lalu berpindah ke jalan yang sama. 

 Tapi kereta itu sudah terbalik, kudanya meringkik lari ketakutan. Seorang kusir yang sempat Abimana lihat kini wajahnya penuh luka dan darah karena kecelakaan itu. Kusir tersebut sangat ketakutan ketika melihat pria berpakaian serba hitam di depannya. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jalan Pendekar   Yodha vs Lika

    Lika maju ke arena dengan perasaan yang sangat takut. Sementara Yodha tampak biasa saja dan terlihat yakin dapat mengalahkan Lika."Mereka berdua dari keluarga yang sama? Tapi berbeda desa?" celetuk Abimana polos."Ya begitulah, keluarga Kusuma tidak hanya ada di Asoka. Mereka juga ada di tempat lain yang masih kekuasaan Kerajaan Geni, tapi Desa Alamanda jumlah anggota keluarga Kusumanya hampir sama banyak seperti Desa Asoka," jelas Sadana.Abimana pun termangu-mangu mengerti."Nona Lika, aku tidak akan menahan diri. Aku akan menghabisimu disini," ujar Yodha, pendekar dengan rambut dikepang tersebut."Ba..iklah," balas Lika masih takut."Djani, kali ini muridmu akan tidak baik-baik saja," celetuk Rumi yang melihat pertarungan tersebut."Cih. Aku sudah tahu itu, Yodha, pendekar pemula terbaik asal Desa Alamanda pasti akan menyulitkan Lika," balas Djani.

  • Jalan Pendekar   Kamayan vs Tikta

    Para pendekar yang lain cukup kaget dengan hasil imbang tersebut. Beberapa dari mereka juga baru tahu ternyata jika kedua pendekar tidak dapat melanjutkan pertandingan maka keduanya akan dianggap gugur."Sekar! Kau sudah melakukan yang terbaik!" jerit Abimana.Sekar yang mendengar Abimana berteriak tidak marah lagi kepadanya. Sekar hanya melemparkan senyum saat beberapa pengawas menggotongnya dengan tandu, di pertarungannya dengan Inge barusan jika Abimana tidak berteriak ketika Inge melakukan jurus pemindah jiwa, mungkin ia akan kalah saat itu.Sekar walau telah dianggap gugur pada ujian pendekar. Ia sangat senang dengan hasil pertandingannya terakhir, dulu ia pikir ia tidak bisa melampaui Inge, tapi ternyata tidak. Sekar bisa menyeimbangi Inge.Sementara Inge yang setengah sadar saat digotong oleh beberapa pengawas. Ia sangat kesal tidak bisa mengalahkan Sekar pada saat itu."Uhuk...baiklah aku akan mengambil kertas untuk

  • Jalan Pendekar   Sekar vs Inge

    Sekar dan Inge sudah berdiri di tengah arena. Inge tampak tersenyum menyeringai, Sekar sendiri tampak terintimidasi karena senyuman Inge tersebut."Sekar berjuanglah!!! Jangan kalah dari nenek lampir itu!" teriak Abimana berusaha memberi semangat Sekar."Diam kau Abimana!!" jerit Sekar kemudian. Abimana pun menjadi ciut. Bukannya tambah semangat, teriakan Abimana di ruangan justru membuatnya tertekan sangat malu."Sekar belahan jiwaku! Berjuanglah!" teriak seseorang lagi, dan ternyata itu adalah Laksmana."Kau juga diam!!!" Sekar sungguh naik pitam."Sekar, masih ada waktu untuk menyerah. Seperti yang kau tahu, kau tidak akan bisa mengalahkan aku," ucap Inge dengan nada provokasi."Diam kau Inge pesek! Aku tidak akan menyerah darimu!""Apa kau bilang? Pesek? Dasar dada rata!""Apa!!!"Eka terlihat jengah, padahal pertarungan belum dimulai, tapi keduanya sudah sangat berisik di arena pertarungan.&n

  • Jalan Pendekar   Jaku vs Sakta

    "Mungkin lebih baik kau menyerah daripada menyesal selanjutnya," ucap Sakta serius."Heeeeh? Kenapa pendekar-pendekar Asoka begitu menyebalkan?" balas Jaku kesal."Aku serius," ucap Sakta lagi."Brengsek kau!""Mulai!" seru Eka.Sakta hanya berdiri begitu santai di tempatnya sementara Jaku langsung menyerang membabi buta. Ia terus menyerang Sakta dengan pukulan dan tendangan. Tapi Sakta tampak santai seolah dia sedang berlatih."Sialan kau! Kau tidak menganggap serius pertarungan ini hah!" ucap Jaku geram."Tembakan angin!" Bush!! Sakta kemudian terdorong saat menerima jurus dari Jaku."Hehe, mampus kau.""Apa hanya ini kemampuanmu? Angin memang sesuatu yang berbahaya. Tapi jika itu anginnya cukup kencang. Jika hanya sebatas ini, bukankah kau hanya akan membuat diriku lebih nyaman dari gerahnya ruangan ini?""Apa kau bilang!!!!" Jaku terpancing saat Sakta memprovokas

  • Jalan Pendekar   Giri vs Yada (2)

    Para pendekar Asoka tampak terbelalak, terlebih Abimana dan Sekar.Pembimbing pendekar Swara tampak sangat senang melihat Giri terdesak seperti itu. Tapi tiba-tiba ia mengucapkan beberapa mantra yang hanya dirinya sendiri yang mendengar.Giri melihat Eka hendak menghentikan pertarungan."Aku belum menyerah," ucap Giri dengan leher tercekik. Langsung saja Eka mengurungkan niatnya."Menyerahlah!" ucap Yada semakin kuat menyekik leher Giri."Arrrrg..""Arrrrgghhhhh!" tiba-tiba Giri menjerit hingga terdengar menggelegar satu ruangan."Hey Eka kenapa kau tidak menghentikan pertarungannya! Giri temanku terdesak!" jerit Abimana.Tapi Eka tahu Giri menjerit bukan karena dicekik, tapi karena suatu hal lain."Wuarghhhh!!!!" Giri menjerit menggelegar lagi. Bahkan Yada sendiri tahu itu bukan karena dirinya.Giri dengan sekuat tenaga berdiri, membuat Yada tergendong di belakang Giri.&n

  • Jalan Pendekar   Giri vs Yada

    Batara duduk di kursinya, di dekatnya banyak sekali pendekar tingkat tinggi yang berasal dari kerajaan Geni. Baik dari desanya maupun desa lain. Dan terdapat pula dua pendekar tingkat tinggi yang diluar kerajaan Geni.Seorang bernama Biki, ia adalah guru pembimbing tiga pendekar bersaudara Wedhi. Dan satu yang lain tidak diketahui namanya, beliau adalah guru pembimbing dari pendekar asal Desa Swara.Batara tampak senang dari kursinya, karena dalam ujian pendekar kali ini Kerajaan Geni tampak unggul. Tiga regu berasal dari Desa Asoka dan dua regu berasal dari Desa Alamanda.Dari lima kerajaan besar, hanya pendekar Wedhi yang berhasil sampai ke tahap tiga. Sungguh memalukan bagi tiga kerajaan besar lainnya. Banyu, Kilat, Hawa. Pasti mereka gugur pada tahap dua yang memang terkenal paling menyeramkan.Malah Desa Swara yang berhasil maju sampai ke tahap tiga, sebuah tempat yang sangat jauh dari kekuasaan lima

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status