Jantung Luo Yi berdetak kencang saat suara gemerisik dari semak-semak semakin mendekat. Ia berharap yang muncul bukan hewan buas atau makhluk mengerikan.
Namun harapannya sirna, ketika telinganya menangkap suara desisan, suara khas seekor ular.
Melihat semak-semak di hutan ini setinggi pohon biasa, ia bisa menebak bahwa ular yang akan keluar pasti berukuran besar.
Ketika sosok di balik semak-semak itu menunjukkan dirinya, sekujur tubuh Luo Yi bergetar hebat.
Ternyata benar dugaannya kalau yang muncul adalah ular, dan yang dilihatnya saat ini adalah ular berwarna hitam pekat yang ukuran tubuhnya sebesar batang pohon beringin.
“Aku harus lari,” pikirnya, tetapi tubuhnya sangat kaku. Kakinya seakan terkunci, sulit digerakkan akibat rasa takut yang menyergap begitu kuat.
Di saat ia melihat ular itu merayap ke arahnya dan membuka mulut lebar-lebar, sontak ia memejamkan matanya, berharap ini hanyalah sebuah mimpi.
Tiba-tiba, ia mendengar suara lembut seseorang.
“Berhenti, Long Yanbi!”
Anehnya, suara itu seolah menghapus rasa takut dalam dirinya. Tubuhnya yang semula gemetar dan kaku perlahan menjadi tenang. Ia merasa tak akan terjadi sesuatu yang buruk, lalu perlahan membuka mata.
Namun, ketika melihat ular itu lagi, rasa takutnya seketika kembali, tetapi sebelum panik menyergap, suara lembut itu terdengar sekali lagi.
“Jangan takut, ular itu patuh padaku.”
Luo Yi pun menoleh ke arah sumber suara, dan seketika ia langsung takjub. Ia menghadap ke arah sosok itu.
Di hadapannya, berdiri seorang wanita muda yang tampak berusia awal dua puluhan tahun. Ia mengenakan gaun panjang berwarna biru muda yang bergoyang lembut ditiup angin hutan. Rambut hitamnya dikuncir kepang, menjuntai hingga ke pinggang.
Dari jarak sekitar sepuluh tombak, pandangan wanita itu tertuju padanya. Tatapan tenang dengan sepasang mata berwarna biru lembut itu senada dengan warna gaunnya, memancarkan aura yang menenangkan.
Merasa wanita ini adalah orang hebat, ia segera menangkupkan tinju di depan dada dan sedikit membungkukkan badannya. “Siapakah Anda?” tanyanya.
Wanita itu berjalan mendekat. “Namaku Hua Lianyi. Aku adalah penjaga hutan ini,” jawabnya tenang. “Apakah kau memiliki dantian yang cacat?”
Mendengar itu, mata Luo Yi melebar. “Bagaimana Anda tahu?” tanyanya sembari menegakkan tubuhnya.
Bukannya menjawab, wanita itu malah mengulurkan tangan kanannya sembari berkata dengan tenang. “Ikutlah denganku, nanti akan kujelaskan di suatu tempat!”
Luo Yi mengangguk, lalu menerima uluran tangan itu.
Hua Lianyi menggenggam tangannya, menyalurkan energi ke dalam tubuh Luo Yi, yang menjadikan tubuh pemuda itu terasa ringan, seolah bobotnya berkurang drastis.
Tanpa aba-aba, Hua Lianyi menjejakkan kaki dan melesat ke udara, membuat Luo Yi terangkat bersamanya. Ini bukan terbang, tetapi melompat dari satu cabang ke cabang selanjutnya.
Setiap lompatan tampak mustahil bagi manusia biasa. Ini tampak ringan, gesit, dan nyaris tanpa suara. Seolah gravitasi tak berlaku bagi Hua Lianyi.
Luo Yi mengikuti gerakannya. Pohon-pohon raksasa di Hutan Lianhua menjulang setinggi menara, dan mereka melesat melalui celah-celah cabang pohon, melewati sinar matahari yang menembus sela-sela ranting dan dedaunan lebat.
“Apakah ini ... ilmu meringankan tubuh?” gumam Luo Yi di dalam hati, kagum.
Hanya dalam beberapa puluhan tarikan nafas saja, mereka sampai di sebuah celah terbuka di tengah hutan. Di sanalah danau jernih terbentang, dikelilingi kabut lembut.
Di tengah-tengah danau, bunga lotus raksasa berwarna biru mengambang, kelopaknya bersinar lembut di bawah cahaya matahari.
Hua Lianyi membawa Luo Yi mendarat perlahan di atas kelopak bunga lotus raksasa yang terapung di tengah danau jernih. Karena belum terbiasa, Luo Yi nyaris terpeleset karena permukaan kelopak itu begitu lembut dan licin, seperti sutra.
Begitu kedua kakinya menapak sempurna, Luo Yi merasakan sesuatu yang aneh. Udara di sekelilingnya terasa lebih bersih, seakan setiap helaan nafas yang ia hirup membawa ketenangan ke dalam dadanya. Aroma samar bunga danau bercampur dengan embusan angin yang sejuk membuat pikirannya menjadi jernih.
“Tempat ini ...,” gumam Luo Yi.
“Benar,” kata Hua Lianyi dengan tenang. “Bunga lotus ini menyerap energi murni dari alam. Di sinilah tempat terbaik untuk melatih Teknik Pernafasan Alam.”
“Teknik Pernafasan Alam?” Luo Yi mengerutkan keningnya.
Hua Lianyi mengangguk. “Ya, sebuah teknik untuk memanfaatkan energi alam yang bersifat tanpa batas,” jelasnya. “Aku akan mengangkatmu sebagai muridku dan mengajarkan teknik ini padamu.”
“Benarkah?” Mata Luo Yi tampak berbinar-binar mendengar itu, tetapi kemudian ia tampak murung ketika teringat sesuatu. “Tapi ... dantian saya telah cacat sejak saya lahir.”
“Tidak masalah,” jawab Hua Lianyi dengan tenang, namun penuh keyakinan. “Teknik Pernafasan Alam tidak bergantung pada dantian. Selama kau masih bisa bernapas, selama hatimu masih bisa menyatu dengan alam, kau bisa menguasainya.”
Luo Yi menatapnya tak percaya. “Tapi ... bukankah semua teknik membutuhkan dantian sebagai wadah energi?”
Hua Lianyi tersenyum tipis. “Itu benar untuk kultivasi biasa. Tapi Teknik Pernafasan Alam adalah jalan yang berbeda. Kau tidak menyimpan energi di dalam tubuhmu, tapi kau hanya menjadi saluran bagi energi alam. Kau bukan wadahnya, kau adalah jembatannya.”
“Maaf, bila saya boleh tahu, kenapa Anda dengan mudahnya ingin mengajarkan teknik sehebat itu pada orang yang baru saja Anda temui ini?” Luo Yi mencoba untuk duduk bersila di atas kelopak bunga lotus raksasa ini dengan hati-hati, lalu ia menatap Hua Lianyi yang masih berdiri dengan tenang, menunggu jawaban.
Hua Lianyi menatap ke arah air danau yang jernih, tampak ikan-ikan hias berenang-renang di sana. “Guruku pernah berpesan padaku, ‘Jika ada seorang anak muda dengan dantian cacat datang ke hutan ini, jadikanlah dia muridmu.’ Itulah yang dikatakan guruku 237 tahun yang lalu.”
Mata Luo Yi melebar. “237 tahun yang lalu?” tanyanya, seolah tidak percaya.
Hua Lianyi tersenyum tipis. “Benar, dan kau tidak perlu terkejut seperti itu, karena orang yang telah menguasai Teknik Pernafasan Alam penuaan pada tubuhnya akan terhenti, seperti seorang kultivator yang telah mencapai tingkatan ranah legenda.”
Luo Yi tak bisa untuk tidak merasa tidak percaya, pasalnya kultivator ranah legenda di dunia ini sangatlah langka, dan bahkan dipastikan sulit untuk menemukannya. Namun, melihat Hua Lianyi yang selalu tampak tenang, dia bisa menebak kalau wanita di depannya ini tidak mungkin berbohong.
“Mungkin, inilah maksud dari apa yang dikatakan sosok dalam mimpiku itu,” gumam Luo Yi dalam hati. Dia kemudian beranjak berdiri dengan hati-hati dan berkata kepada Hua Lianyi sembari menangkupkan tinju di depan dada. “Saya bersedia menjadi murid Anda. Tolong ajari saya Teknik Pernafasan Alam, Guru!”
Hua Lianyi tersenyum tipis, menatap Luo Yi yang sekarang tampak bersemangat itu dengan tenang dan berkata, “Baiklah. Sebelum latihan kita mulai, pertama-tama aku ingin tahu namamu dulu. Kau belum memberitahukan namamu kan sejak kita bertemu tadi?”
“Nama saya Luo Yi, Guru.” Luo Yi masih dalam posisi menangkupkan tinju di depan dada. “Maaf belum memperkenalkan diri.”
“Baiklah, Yi'er.” Hua Lianyi mendekatinya. “Mari kita mulai latihannya!”
Dengan cekatan, Luo Yin segera memutar tubuhnya seraya menyiapkan bola energi Qi di tangan kanannya. Namun, begitu melihat orang yang tadi berjalan di belakangnya, ia menurunkan tangannya. Bola energi Qi yang ia siapkan untuk menyerang meredup. Matanya berkaca-kaca melihat sosok pemuda di depannya. “Kau ... kau Luo Yi, kan?”Dari jarak beberapa tombak tempat Luo Yin dan Luo Qin berada, Luo Yi tersenyum tipis, wajahnya terlihat sangat tenang. Pemuda itu mengangguk pelan seraya menjawab, “Ya, Ibu. Ini aku.”Luo Yin beranjak berdiri, air matanya mengalir deras membasahi pipinya. Wanita itu berlari ke arah Luo Yi lalu memeluknya. Ia tidak tahu harus terkejut atau bahagia. Tubuh mungil yang dulu ia peluk, kini telah berubah menjadi tubuh pemuda dewasa yang kekar dan hangat. Bahunya yang dulu sempit kini lebih lebar, dan tinggi badannya bahkan melebihi dirinya. Luo Yin menangis haru dalam pelukan putranya.Di sisi lain, Luo Qin melebarkan matanya, seol
Luo Lian melesat ke arah Luo Yi bagaikan kilat yang menyambar. DUAR!Ledakan dahsyat yang memekakkan telinga mengguncang udara. Air Danau Wuyao terpental, membuncah ke segala arah akibat ledakkan energi Qi yang luar biasa dari serangan Luo Lian.Air danau yang terpental itu mengguyur daratan di sekitar danau, membanjiri tanah dan membuat beberapa pohon tumbang akibat hantaman arus deras yang datang secara tiba-tiba.Di tengah danau yang kini terlihat lebih surut, kabut putih mengepul tebal. Saat angin sore bertiup pelan, kabut itu perlahan tersibak, menampakkan sosok Luo Lian yang berdiri tegak di atas permukaan air. Wajahnya pucat dan nafasnya terengah-engah.Ia baru saja menggunakan Jurus Tebasan Taring Bulan, sebuah jurus yang membuat tubuhnya bergerak secepat kilat dan menebas bagaikan taring bulan yang dijatuhkan.Rambutnya yang memutih kini kembali menghitam seperti sedia kala. Aura ganasnya perlahan meredup, dan tingkat k
Luo Lian mengeluarkan sebuah pil berwarna merah gelap seperti darah kental dari cincin penyimpanannya. Itu adalah pil yang ia dapatkan dari hadiah menang dalam pertandingan di Kompetisi Kerajaan Zhi tahun lalu. Pil itu diracik oleh alkemis tingkat tinggi yang menggunakan bahan dari darah Kultivator Ranah Ksatria. Dengan kata lain, Kerajaan Zhi dipimpin oleh seorang Raja bernama Raja Zhi Yuan, yang juga termasuk Kultivator Ranah Ksatria. Jadi, pil itu dibuat dengan darah raja itu sendiri untuk dijadikan hadiah pada kompetisi tahunan di kerajaannya.Efek dari pil ini akan membuat ranah kultivator yang mengonsumsinya meningkat ke Ranah Ksatria, tetapi itu hanya berlaku untuk sementara.Luo Lian segera menelan Pil Darah Ksatria itu. Seketika itu juga, lonjakan energi yang mengerikan memancar ganas dari tubuhnya, membuat air danau di bawahnya membelah seperti dihantam gada raksasa.Rambut Luo Lian yang semula hitam memutih, otot-ototnya memb
“Maaf, Paman. Aku datang karena ingin pulang ke kampung halamanku, bukan untuk berkelahi,” kata Luo Yi seraya berjalan dengan tenang, melewati Luo Lian. Luo Yi memanggilnya dengan sebutan paman karena Luo Lian sebenarnya sudah berusia empat puluhan tahun. Luo Lian tampak seperti usia dua puluh lima tahun karena tingkat kultivasinya telah mencapai Ranah Lanjutan Tahap Sembilan. Dalam dunia persilatan, semakin tinggi ranah seorang kultivator, maka penuaan pada tubuhnya akan semakin melambat. Dan jika seorang kultivator telah mencapai ranah tertinggi, maka penuaan pada tubuhnya benar-benar akan berhenti, bahkan akan menjadi muda lagi seperti berusia dua puluhan tahun. Inilah alasan kenapa kebanyakan kultivator memiliki tujuan yang sama, yaitu mencapai ranah tertinggi. Melihat Luo Yi yang dengan tenangnya melewatinya, wajah Luo Lian memerah. Pria itu merasa seolah tantangannya tak layak untuk ditanggapi, membua
“Luo Yi, kaukah itu?”Suara lembut namun penuh rasa tak percaya itu membuat langkah Luo Yi terhenti. Ia menoleh perlahan ke arah sumber suara.Sekitar tujuh tombak dari tempatnya berdiri, tampak seorang gadis berdiri di dekat gerbang Klan Qiau. Jubah putih gading yang dikenakannya tampak berkilau samar diterpa cahaya matahari siang, dihiasi benang emas di bagian kerah dan lengan. Rambut hitamnya diikat rapi ke belakang dengan pita ungu muda.Di saat gadis itu menatapnya, Luo Yi mengenali tatapan itu. Tatapan yang dulu ia lihat saat dirinya dipermalukan di hadapan banyak orang di Sekte Pedang Langit. Saat semua menatapnya dengan hina, hanya satu orang yang memandangnya dengan iba, tanpa kata, namun menyentuh. Kini, tatapan itu kembali menyapanya. Masih sama, tapi kali ini dibalut keterkejutan.“Ya, ini aku, Nona Qiau,” jawab Luo Yi dengan suara tenang.Qiau Yu terpaku. Tatapannya menyusuri wajah Luo Yi yang kini lebih dewasa, tubuhnya tegap, sorot matanya dalam dan menenangkan. “Apakah
Luo Yi menghela nafas. “Ternyata Anda Guru, saya pikir orang lain,” katanya seraya menatap Hua Lianyi yang muncul dari pintu masuk tangga spiral.“Aku hanya sedang menguji ketenanganmu,” kata Hua Lianyi dengan tenang. “Tetaplah tenang dalam kondisi apa pun, Yi'er.”“Saya benar-benar tidak menduga kalau Guru akan menguji ketenangan saya lagi.” Luo Yi menatap seruling di tangannya. “Saya rasa, Guru melakukan sesuatu pada seruling ini.”Hua Lianyi tersenyum tipis. “Kau menyadarinya.”“Saya merasa Guru memiliki banyak cara untuk menguji ketenangan saya.” Luo beranjak berdiri, pandangan matanya masih tertuju pada sang guru yang berdiri di hadapannya. “Mulai sekarang, saya akan berusaha untuk selalu dalam keadaan tenang. Apa pun kejutan yang akan Guru berikan untuk menguji ketenangan saya, saya siap menghadapinya dengan ketenangan!”***Tiga tahun telah berlalu. Di bawah bimbingan Hua Lianyi, Luo Yi tumbuh menjadi sosok yang sangat berbeda. Tidak ada lagi kegugupan atau amarah remaja dalam