“Baik, Guru. Saya sudah siap!” jawab Luo Yi dengan antusias, dalam hati ia bergumam, “Aku akan mengembalikan kehormatan keluargaku, dan aku juga akan menjadi kuat, agar semua orang mengakuiku!”
Hua Lianyi menggenggam lembut kedua lengan Luo Yi. “Duduklah dalam sikap lotus!” katanya tenang, seraya memandu Luo Yi untuk duduk dalam posisi bersila yang sempurna.
“Sekarang pejamkan matamu!” perintah Hua Lianyi.
Luo Yi segera menurut dan memejamkan kedua matanya.
Hua Lianyi melanjutkan kata-katanya. “Hal pertama yang harus kamu pelajari adalah ketenangan. Buang semua emosimu dan berusahalah untuk selalu dalam keadaan tenang, karena untuk menyatukan diri dengan alam, membutuhkan ketenangan tingkat tinggi!”
“Baik, Guru!” jawab Luo Yi, sekarang ia tahu alasan orang yang sekarang telah menjadi gurunya ini selalu bersikap tenang.
Pemuda 14 tahun itu berusaha menenangkan diri, berusaha membuang semua emosi. Namun, ia sulit untuk melakukannya. Ingatan-ingatan dari orang-orang yang menghinanya di Sekte Pedang Langit dan sikap ayahnya memecah konsentrasinya.
Hua Lianyi memperhatikan Luo Yi, seolah ia bisa membaca pikirannya melalui ekspresi pemuda itu. “Jika kau memiliki dendam pada seseorang, lupakanlah. Pikiran-pikiran tentang dendam yang memenuhi kepalamu hanya akan membuat dirimu sulit untuk tenang dan berkonsentrasi,” katanya dengan tenang.
Luo Yi segera membuka mata dan merespon. “Saya tidak berniat untuk membalas dendam dengan orang yang telah menghina saya. Saya hanya ingin suatu saat nanti bisa menunjukkan kekuatan saya kepada mereka, agar mereka tidak lagi menghina dan meremehkan saya.”
“Pikiran-pikiran seperti itu hanya akan merusak ketenanganmu, Yi'er,” kata Hua Lianyi dengan tenang. “Kelemahan Teknik Pernafasan Alam ini adalah ketika ketenanganmu pecah. Ketika ketenanganmu pecah, maka koneksimu dengan alam akan terputus, sehingga kau tidak bisa menggunakan energi alam sampai kau kembali dalam keadaan tenang. Inilah kenapa aku mengatakan hal pertama yang harus kau pelajari adalah ketenangan.”
“Dan satu hal lagi,” sambungnya. “Setelah kau berhasil mempelajari teknik ini, kau tidak perlu menunjukkan kekuatanmu kepada siapapun, kecuali untuk menolong seseorang atau membela diri dari orang yang berusaha mencelakaimu.”
“Baik, Guru,” kata Luo Yi. “Saya akan berusaha untuk tenang.”
“Pejamkan matamu dan jangan buka mata sebelum aku menyuruhmu membuka mata!” perintah Hua Lianyi dan Luo Yi segera memejamkan matanya, lalu wanita itu kembali berkata, “Tarik nafas dalam-dalam melalui hidung ....”
Luo Yi menarik nafas dalam-dalam melalui hidung, mengikuti instruksi Hua Lianyi.
“Tahan nafas sejenak ....”
Luo Yi menahan nafas beberapa saat.
“Hembuskan melalui mulut secara perlahan.”
Luo Yi menghembuskan nafas melalui mulutnya secara perlahan sesuai instruksi dari gurunya.
“Ulangi terus latihan ini sampai kau benar-benar merasa tenang,” kata Hua Lianyi dengan tenang, lalu ia melompat ke danau dengan anggun. Tidak tenggelam, melainkan wanita itu berdiri di atas permukaan air seperti berdiri di atas daratan.
Luo Yi tetap menjaga matanya tertutup karena Hua Lianyi melarangnya untuk membuka mata sebelum mendapat izin. Meski tak melihat apa pun, ia bisa merasakan hawa keberadaan gurunya telah menjauh. Namun, ia tetap terus-menerus mengulang latihan itu.
Sementara itu, Hua Lianyi meninggalkan danau. Wanita itu pergi ke tempat Long Yanbi, ular raksasa yang pertama kali membuat Luo Yi ketakutan setengah mati.
Sesampainya di tempat ular itu, Hua Lianyi menyuruh ular itu untuk membantu dirinya menguji ketenangan Luo Yi.
***
Setelah setengah batang dupa terbakar Luo Yi mengulang latihan pernafasan itu, Hua Lianyi dengan tenang berkata, “Cukup!”
Luo Yi menghentikan latihan pernafasannya, tetapi matanya tetap terpejam.
“Apakah sekarang kau sudah merasa tenang, Yi'er?” tanya Hua Lianyi.
“Ya, Guru,” jawab Luo Yi. “Saya sudah merasa tenang sekarang!”
“Sebelum membuka mata, aku ingin memperingatkan padamu, apa pun yang akan kau lihat nanti, tetap pertahankanlah ketenanganmu!”
“Baik, Guru!” jawab Luo Yi.
“Sekarang bukalah matamu!” perintah Hua Lianyi.
Luo Yi menurut, tetapi di saat membuka mata, tiba-tiba ia dikejutkan oleh ular raksasa yang membuka mulut lebar-lebar di depannya, membuatnya refleks tersentak ke belakang, nyaris kehilangan keseimbangan.
Kedua tangannya menumpu di atas kelopak bunga lotus agar tidak jatuh tergelincir ke danau. Nafasnya memburu dan detak jantungnya berpacu cepat. Ketenangannya pun pecah seketika.
Hua Lianyi menghela nafas. “Sepertinya butuh waktu seratus tahun untuk melatih ketenanganmu.”
Long Yanbi menutup mulutnya dan menjauh dari Luo Yi agar pemuda itu tidak ketakutan. Ia hanya menakut-nakutinya untuk mengetes ketenangan pemuda itu atas perintah Hua Lianyi, dan tadi juga wanita itu menghapus keberadaan dirinya, sehingga Luo Yi terkejut karena tidak merasakan hawa keberadaannya di saat ia menutup mata. “Sepertinya anak ini penakut, Nona,” kata ular itu yang direspon anggukan kecil oleh Hua Lianyi.
Luo Yi tertegun mendengar ular raksasa itu ternyata bisa berbicara, suaranya terdengar berat seperti pria paruh baya. Ia menoleh ke arah ular itu meski dengan rasa takut yang masih tersisa, lalu ia menatap gurunya dan bertanya, “Dia bisa berbicara?”
“Semua hewan di hutan ini bisa berbicara,” jawab Hua Lianyi, lalu ia berkata dengan tenang pada ular itu tanpa menoleh ke arahnya. “Terima kasih bantuannya, Long Yanbi. Kau boleh pergi.”
“Sama-sama, Nona!” sahut Long Yanbi, lalu berenang di perairan danau dan kembali ke tempatnya.
Hua Lianyi melompat dari permukaan air danau dan mendarat dengan anggun di dekat Luo Yi, di atas Bunga Lotus Biru.
“Jadi tadi Guru pergi untuk meminta bantuan pada ular itu untuk menguji ketenangan saya, ya?” tanya Luo Yi sembari beranjak untuk kembali dalam posisi duduk bersila.
“Begitulah,” jawab Hua Lianyi singkat, lalu dengan tenang ia mengulurkan tangan seraya berkata, “Sudah sore, mari kita istirahat dulu di paviliun-ku.”
“Saya masih ingin latihan, Guru,” kata Luo Yi yang merasa belum mendapatkan apa-apa dari latihan ini.
“Istirahat juga termasuk latihan. Ayo!” Hua Lianyi masih mengulurkan tangan kanannya.
Akhirnya Luo Yi menyambut uluran itu. “Baiklah,” katanya seraya beranjak berdiri.
Hua Lianyi menyalurkan energi ke dalam tubuh Luo Yi lagi, membuat pemuda itu merasakan efek dari ilmu meringankan tubuh.
Kemudian, wanita tersebut membawa Luo Yi ke tempat Paviliun Bunga Persik dengan ilmu meringankan tubuh yang tak jauh dari danau.
Setelah beberapa puluhan tarikan nafas, akhirnya mereka sampai. Hua Lianyi dan Luo Yi mendarat tepat dari jarak sepuluh tombak dari bangunan di depan mereka.
Terlihat, Paviliun Bunga Persik berdiri tenang di tengah-tengah rimbunnya pohon bunga persik yang menjulang. Kelopak bunga merah muda terus berguguran pelan, membentuk permadani alami di tanah sekitar bangunan.
Bangunannya terbuat dari kayu pohon raksasa Hutan Lianhua yang super kokoh, dengan desain sederhana namun elegan.
Atapnya melengkung ringan, dihiasi ukiran kelopak persik di tiap ujungnya. Aroma bunga persik tercium lembut setiap kali angin berembus, membuat tempat ini seperti surga kecil yang diciptakan untuk menenangkan jiwa.
“Ikuti aku!” Hua Lianyi dengan tenang dan anggun berjalan ke arah bangunan itu.
Luo Yi mengikutinya di belakang, memasuki bangunan itu.
Di dalamnya, ruangan tertata rapi dan bersih. Terdapat ruang utama yang cukup luas, juga berapa kamar tidur, kamar mandi, dan dapur.
Hua Lianyi menghentikan langkahnya di ruang utama, membuat Luo Yi melakukan hal yang sama. Lalu, dengan tenang wanita itu berbalik, menghadap Luo Yi yang berdiri di belakangnya.
“Duduklah dulu di kursi itu, aku akan memasak makanan untukmu.” Hua Lianyi menunjuk ke arah beberapa kursi dan meja kayu yang tak jauh dari tempat ia berdiri sekarang.
“Baik, Guru,” jawab Luo Yi, lalu ia menatap gurunya yang berjalan ke arah dapur.
Ketika ia melangkahkan kakinya menuju ke arah kursi, tiba-tiba ia teringat sesuatu.
Sambil mendengarkan Zhu Xiehun berbicara, Luo Yi mengaktifkan Jurus Langkah Tenang Menghanyutkan. Setelah jurus itu aktif, dan waktu itu adalah saat di mana pria berjubah merah itu belum menyelesaikan ucapannya, Luo Yi dengan tenang melangkahkan kakinya.Dalam sekejap, ia telah berpindah di hadapan Zhu Xiehun dengan Pedang Qingling dalam genggaman tangan kanannya kini telah berada di dekat leher pria itu.Zhu Xiehun tersentak. Keringat dingin seketika mengalir deras dari pelipisnya, dan jantungnya berpacu dengan cepat.“Cepat sekali! Lebih cepat dari sang Legenda yang pernah kuhadapi sebelumnya. Aku bahkan tidak merasakan apa pun saat orang ini mengaktifkan Jurus Teleportasi. Aku harus berhati-hati dengan orang ini!” batinnya.“Si ... siapa kau sebenarnya?” Zhu Xiehun bertanya dengan suara bergetar dan sedikit terbata.Luo Yi menjawab dengan tenang. “Aku hanya seorang pendekar yang ingin menghentikan kegaduhan yang disebabkan oleh orang-orang sepertimu.”“Kegaduahan? Apa maksudmu?” ta
Luo Yi menoleh ke arah ayahnya. Ia tersenyum tipis sebelum menjawab, “Jalan yang kutapaki adalah jalan sunyi. Dengan kata lain, aku memilih jalan yang membawaku pada ketenangan dan kedamaian. Jika aku melihat seseorang membuat kegaduhan, maka aku akan menghentikan kegaduhan itu dan menuntun orang itu ke jalan kedamaian.”Luo Yang tersentuh. Baginya, jawaban yang dilontarkannya putranya itu adalah kata-kata yang penuh makna mendalam. Ia tak tahu harus berkata apa selain merespon dengan kata, “Kau benar-benar sudah berubah, Yi'er.”Luo Yi hanya tersenyum tipis sebagai respon. Setelah percakapan itu, ia dan ketiga anggota keluarganya kemudian kembali masuk ke dalam kediaman setelah menutup kembali pintu gerbang halaman.***Malam harinya, dirasa semua orang dalam kediaman telah tertidur lelap, di kamarnya Luo Yi mengeluarkan Pedang Qingling dari cincin penyimpanannya.Saat bertarung melawan Luo Mian di Gerbang Selatan, ia sempat menghisap energi Qi merah ketika Pedang Qingling-nya itu be
Setelah hening beberapa saat, Luo Yin membuka suara. “Kenapa kau tidak ingin menemui Dewan Agung, Yi'er?” tanyanya, ada garis kerutan di dahinya. “Ibu yakin beliau pasti akan memberikan penghargaan yang sangat besar padamu. Bukankah dulu tujuanmu menjadi kuat karena menginginkan itu agar semua orang mengakuimu?”Luo Yi menatap ibunya yang tampak penasaran terhadap alasan di balik keputusannya. “Apakah Ibu lupa? Kemarin aku sudah mengatakan pada Ibu dan Bibi Qin di Danau Wuyao, bahwa tujuanku menjadi kuat adalah untuk mengubah dunia persilatan yang penuh dengan kegaduhan ini menjadi tenang dan damai,” katanya tenang. “Tujuanku sudah berubah sejak aku bertemu dengan guruku.”Setelahnya, Luo Yi bangkit dari duduknya, berniat untuk keluar dan menemui Yu Xuan. Namun, baru saja selangkah ia menapakkan kaki, ia mendengar ibunya kembali berkata, “Tapi kau berhak untuk bahagia, Yi'er. Kau berhak mendapatkan penghargaan, dan untuk mendapatkan itu, kau harus menjelaskannya pada Dewan Agung.”
Luo Mian menatap gerbang besar yang kini telah roboh sebelum menjawab, “Dia adalah pemuda yang sangat tenang, bahkan saat di bawah tekanan aura Ranah Ksatria sekali pun.”Mendengar ayahnya mengatakan 'sangat tenang', Luo Lian dapat menebak, “Apakah itu Luo Yi?” Luo Mian mengangguk. “Semua kerusakan di Gerbang Selatan ini adalah ulah ayah, tapi pemuda itu menghentikan ayah dengan ketenangannya. Ayah tak merasakan aura ranah kultivasi sedikit pun dalam dirinya. Tapi bagi ayah, dia seperti Kultivator Ranah Legenda.”Luo Lian menundukkan kepalanya dengan wajah murung. Ia sadar, bahwa Luo Yi yang dikiranya tak memiliki dantian, ternyata menyimpan kekuatan sebesar itu. “Aku kemarin juga bertarung dengannya, Ayah,” ucapnya lirih, tetapi masih dapat didengar oleh ayahnya.Luo Mian terkekeh sebelum berkata, “Ayah yakin kau pasti kalah.”Luo Lian mengerucutkan bibirnya sebelum berkata, “Awalnya aku merasa telah membunuhnya, tapi—”“Mungkin kau terkena ilusi,” potong Luo Mian. Luo Lian menger
Dengan kedua pedangnya, Luo Lian langsung menahan tubuhnya yang nyaris jatuh. Pria berjubah hitam itu berhasil kabur, dan ayahnya tiba-tiba dihisap oleh portal merah. Kini ... rasa putus asa menguasai dirinya. Ia menjatuhkan kedua lututnya dengan pasrah. Pandangannya kosong. Beberapa saat setelahnya, air matanya menetes, berjatuhan membasahi tanah gosong. “Kenapa ... kenapa ini terjadi pada keluargaku?” Luo Lian menjerit, suaranya lantang. Ia menangis dengan histeris. Ia merasa dirinya telah hancur. Dari belakang, Luo Lin merangkulnya, mencoba menenangkan kakaknya. “Tenangkan dirimu, Kak. Kita tidak boleh rapuh. Kita harus jadi kuat agar bisa membalas dendam!” katanya seraya menyandarkan kepalanya pada bahu kakaknya. Luo Lian memejamkan matanya, berusaha menenangkan diri dari keterpurukan. Dalam pikirannya ia berusaha mencari cara untuk menjadi kuat. Setelah berpikir beberapa saat, ia pun teringat bahwasanya ibunya pernah bercerita padanya, kalau ibunya itu dulu pernah menj
“Tapi ibu ....” Luo Lin tak sanggup melanjutkan ucapannya begitu melihat tubuh ibunya yang tergeletak mengenaskan dan tak bernyawa lagi.Sementara itu, Luo Lian langsung mengalihkan pandangannya ke arah di mana tadi ayahnya bertarung. Matanya menajam ketika melihat sosok pria berjubah hitam itu melayang turun untuk mengambil Tongkat Bambu Emas-nya yang menancap di tanah gosong.Naga es ayahnya kini telah kembali ke wujud tombak biru tanpa adanya cahaya energi Qi yang tadi menyelimutinya. Di saat ia melihat ayahnya yang kini sedang berjuang keras untuk kembali berdiri dengan kedua tangan bergetar memegang tombak, ia meletakkan tubuh adiknya di sisi ibunya.“Tunggulah di sini, Lin'er. Aku harus menolong Ayah,” ujarnya, lalu segera menoleh ke arah pria berjubah hitam yang kini telah kembali menggenggam Tongkat Bambu Emas-nya.Luo Lin langsung menggenggam tangan kakaknya itu dengan tangannya yang lemas. “Aku sudah kehilangan ibu ... aku tidak ingin kehilangan Kakak dan Ayah!” ucapnya li