Share

BAB 5 LAHIRKAN ANAK ITU!

“Oh iya, Arya. Mama minta tolong ambilkan obat dan vitamin di apotik yang ada di dalam yaa. ini resepnya.. Mama dan Nadhira akan tunggu di mobil,” Mama Nur menyerahkan resep dari dokter dan sejumlah uang. Lalu Mama Nur segera masuk ke dalam mobil.

“Baik ma,” jawab Arya.

Ia pergi setelah memastikan mamanya duduk dengan nyaman. Ia menyalakan mobil agar udara dalam mobil bisa lebih dingin dan segar.

Keheningan memenuhi udara di dalam mobil. Hanya suara kipas pendingin yang terdengar. Nadhira tidak berani mengatakan apa pun untuk memulai pembicaraan. Ia terlalu merasa bersalah pada kedua orang tuanya dan juga kakak laki-lakinya. Ia telah mengkhianati kepercayaan yang diberikan keluarga padanya.

Kini Nadhira tidak dapat mewujudkan impiannya menjadi seorang diplomat. Karena dia sendiri yang telah merusak jalan menuju impian besarnya itu. Nadhira memutuskan tidak akan lagi pergi ke sekolah. Dan seolah tahu apa yang dipikirkan oleh putrinya Mama Nur memulai pembicaraan.

“Lahirkan anak itu! Jangan sekali pun berpikir untuk menggugurkannya,” kata Mama Nur memecah keheningan.

“Iya Ma, Nadhira tidak akan melakukan kebodohan lagi,” jawab Nadhra pelan.

“Mama tahu kamu masih ingin melanjutkan sekolah. Papa mu sedang mengurus surat pindahmu. Meski tidak bisa melanjutkan sekolah tahun ini, kamu bisa sekolah lagi tahun depan. Tentunya tidak di sekolah yang sekarang. Papa akan mencari tahu sekolah mana yang bisa menerima kondisi kamu,” lanjut Mama Nur sembari melihat ke luar jendela.

“Jika memang tidak ada sekolah yang bisa menerima Nadhira, mungkin Nadhira bisa mengambil ujian kejar paket C nanti Ma,” Kata Nadhira penuh kepasrahan.

“Ya, itu bisa jadi salah satu solusi agar kamu bisa melanjutkan ke perguruan tinggi. Itu pun jika kamu bisa.”

Nadhira tahu mamanya tidak sedang berusaha untuk mengecilkan semangat belajarnya. Mamanya hanya memberi gambaran realistis tentang masa depannya.

“Iya ma, Nadhira ngerti,” ada rasa penuh penyesalan dalam Nada bicara Nadhira.

“Mungkin kita juga jadi harus pindah rumah agar tidak menjadi gunjingan orang,” suara Mama Nur tercekat saat mengatakan kalimat itu.

“Pindah ma? Kemana?” tanya Nadhira sedikit terkejut.

“Entahlah,” jawab Mama Nur penuh ketidakpastian.

Dari jauh terlihat Arya keluar dari lobi sambil membawa plastik putih berisi obat dan vitamin untuk Nadhira. Arya berjalan cepat menuju mobil, tidak ingin mamanya menunggu lama. Arya segera masuk mobil dan mengulurkan bungkusan itu ke arah Nadhira. Nadhira menerimanya dan melihat-lihat isinya. Ada multivitamin, obat penguat kandungan dan asam folat yang terbungkus masing-masing dalam plastik bening dengan ketentuan minumnya.

“Makasih, Kak,” ucap Nadhira pada kakaknya Arya.

“Hmm.. yang rajin minumnya biar sehat,” balas Arya datar sambil memasang sabuk pengaman.

“Kita langsung pulang kah ma?” tanya Arya pada mamanya.

“Iya. Tapi kamu belum makan ya, Ar, kita mampir rumah makan padang ajah dulu?” Mama Nur khawatir.

“OK. Mama kan juga belum makan,” jawab Arya sambil menginjak pedal gas dan mobil itu pun meluncur keluar halaman parkir rumah sakit ibu dan anak.

Di perjalanan tidak ada pembicaraan berarti. Arya masih belum memaafkan adiknya atas apa yang telah dia lakukan pada keluarganya.

Namun rasa penyesalanlah yang paling besar dia rasakan. Seharusnya ia mengikuti saran mamanya agar melanjutkan kuliah di kota ini sehingga ia bisa mengawasi Nadhira dengan lebih baik.***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status